Lihat ke Halaman Asli

Sofia irhami basri

UIN KHAS JEMBER

Pernikahan Dini pada Anak di Bawah Umur

Diperbarui: 22 Oktober 2023   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Radius

Pernikahan dini di Bantaeng di duga karna desakan keluarga

 

Pernikahan dini kembali mencuat sebagai isu yang sangat diperbincangkan di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Kali ini, kasus tersebut melibatkan seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dengan inisial D, dan seorang pengantin perempuan berusia 16 tahun dengan inisial SL. Kedua mempelai ini masih tinggal di satu kampung yang sama, yakni Desa Kayuloe, yang terletak di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Kejadian pernikahan dini ini menjadi perbincangan hangat, bahkan menjadi viral di berbagai media sosial. Keluarga keduanya, yang juga merasa khawatir akan masalah kehormatan, mengambil langkah kontroversial ini karena meyakini bahwa D dan SL adalah sepasang remaja yang saling mencintai dan sepakat untuk menikah.

Menurut Bapak Amir, orang tua dari mempelai laki-laki (D), mereka merasa sangat prihatin dengan potensi risiko yang dapat dialami oleh anak-anak mereka jika tidak segera menikahkan mereka. Ini adalah keputusan yang diambil demi melindungi kehormatan dan masa depan anak-anak mereka. Kedua keluarga pun sepakat untuk segera melangsungka pernikahan tersebut. Perlu diketahui bahwa saat ini, anak laki-laki (D) telah berhenti sekolah, sementara pengantin perempuan (SL) masih aktif dalam pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Keputusan ini menciptakan debat hangat tentang hak anak-anak dalam menjalani masa remaja mereka dan juga menggugah kesadaran tentang isu pernikahan dini di masyarakat. Pernikahan ini mencerminkan berbagai perspektif yang berbeda dan menyoroti pentingnya diskusi dan kesadaran tentang pernikahan dini di masyarakat. Menurut pandangan saya Kasus pernikahan dini yang melibatkan D, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, dan SL, seorang anak perempuan berusia 16 tahun, merupakan isu yang penuh kontroversi. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pandangan mengenai kasus ini adalah sebagai berikut:

  • Perlindungan Anak: Di mata hukum, anak-anak di bawah usia 16 tahun di Indonesia dianggap belum cukup matang untuk menikah. Tujuan hukum ini adalah melindungi hak-hak anak, termasuk hak untuk menerima pendidikan dan masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, pernikahan ini melanggar hukum yang berusaha melindungi anak-anak.
  • Kesejahteraan Anak: Dalam kasus ini, meskipun keluarga mereka berpendapat bahwa mereka menikah demi melindungi kehormatan anak-anak mereka, ini juga memunculkan pertanyaan tentang kesejahteraan anak-anak. Apakah mereka benar-benar siap secara fisik dan mental untuk menjalani pernikahan? Kesejahteraan anak-anak harus selalu menjadi prioritas utama.
  • Isu Kultural dan Tradisional: Pernikahan dini sering kali berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan tradisi tertentu. Namun, penting untuk selalu menilai apakah tradisi tersebut masih relevan dan sesuai dengan perkembangan masyarakat saat ini, serta apakah ia melindungi hak dan kesejahteraan anak-anak.
  • Edukasi: Pentingnya pendidikan harus ditekankan. Meskipun anak perempuan masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama, keputusan ini kemungkinan akan mengganggu proses pendidikan dan perkembangannya.
  • Partisipasi Anak: Hak anak-anak untuk berpartisipasi dalam keputusan yang memengaruhi masa depan mereka adalah prinsip yang sangat penting. Apakah D dan SL benar-benar memahami konsekuensi pernikahan mereka dan secara sukarela setuju dengan keputusan ini?
  • Kesadaran Masyarakat: Kasus ini telah menjadi viral di media sosial dan menciptakan kesadaran tentang isu pernikahan dini. Ini adalah peluang untuk masyarakat untuk berdiskusi dan mempertimbangkan kembali praktik yang mungkin merugikan anak-anak.

Dalam menghadapi kasus pernikahan dini seperti yang disebutkan di atas, ada beberapa solusi dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi hak dan kesejahteraan anak-anak serta mempromosikan kesadaran masyarakat :

  • Edukasi dan Kesadaran:

Melakukan kampanye pendidikan tentang dampak negatif pernikahan dini, baik di sekolah maupun di masyarakat. Mendorong program pendidikan seksual yang komprehensif untuk anak-anak dan remaja, sehingga mereka dapat memahami konsekuensi pernikahan dini.

  • Konseling dan Dukungan Psikologis:

Menyediakan layanan konseling dan dukungan psikologis untuk anak-anak yang terlibat dalam pernikahan dini.Memberikan dukungan kepada keluarga mereka untuk membantu mereka memahami dan menangani isu-isu yang muncul.

  • Peningkatan Kesadaran Hukum:

Memastikan bahwa masyarakat memahami dan menghormati undang-undang yang melarang pernikahan dini, dan memberikan penjelasan tentang konsekuensinya. Memperkuat penegakan hukum untuk menghindari terjadinya pernikahan dini dan mengambil tindakan hukum jika diperlukan.

  • Pemberdayaan Perempuan:

Mendorong pendidikan perempuan dan memberikan dukungan kepada perempuan untuk mencapai kemandirian ekonomi.Mendorong kesadaran tentang hak-hak perempuan dan memberikan dukungan kepada mereka yang ingin melaporkan atau menghindari pernikahan dini.

  • Partisipasi Anak:

Memastikan bahwa anak-anak memiliki hak untuk menyampaikan pendapat mereka dalam keputusan yang memengaruhi masa depan mereka, termasuk dalam hal pernikahan.Mendorong forum dialog antara keluarga, komunitas, dan anak-anak untuk memahami pandangan mereka.

  • Peningkatan Akses Pendidikan:
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline