Killing ground!!! Sejumlah ledakan keras dari ratusan bom yang dilepaskan dari pesawat pembom sekutu dibawah pimpinan Mc Arthur menghancurkan tanah di atas sebuah gua alam yang selama ini dijadikan markas bawah tanah oleh tentara Jepang selama perang dunia kedua. Berkubik-kubik tanah padat meluncur menimbuni markas tentara Jepang. Ratusan drum-drum berisi bahan bakar dilemparkan ke dalam lubang berdiameter 100 meter yang tercipta dari hasil ledakan tersebut. Drum tersebut kemudian diberondong dengan senapan-senapan tentara sekutu yang menghasilkan kobaran api di dalam dasar gua. Lebih dari 3000 prajurit Jepang di dalamnya bergerak ke permukaan menghindari kobaran api yang memenuhi dasar gua alam tersebut, namun senapan penyembur api dan ribuan peluru tajam sudah menanti mereka diatas sana. Maka runtuhlah sudah kantung pertahanan Jepang terkuat di Pulau Biak, Papua dibawah pimpinan Kolonel Kouzume. Saya memasuki area gua peninggalan Jepang ini dengan tidak sengaja. Tidak ada hal yang istimewa layaknya sebuah peninggalan sejarah yang dapat dijadikan patokan kecuali sebuah papan kecil yang dibuat sekedarnya. Papan yang hampir mirip dengan papan reklame para penjual pulsa elektrik saat ini. [caption id="" align="alignnone" width="642" caption="Tanda Masuk Ke Gua Jepang Biak"]
Dengan ragu-ragu saya menuju rumah terdekat, barulah terbaca oleh saya sebuah papan menginformasikan bahwa situs tersebut merupakan situs dilindungi UU no 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya. Tapi jangan berharap kita akan disambut oleh pegawai berseragam disana, karena situs tersebut hanya dijaga oleh sebuah keluarga yang merangkap sebagai "tourist guide". Hujan turun gerimis saat saya ditemani menuruni ratusan anak tangga menuju dasar gua. Batas-batas gua bagian atas bekas ledakan bom sekutu masa lalu hanya ditandai oleh pagar kayu biru muda yang melapuk dimakan umur. Semakin ke dasar gua, semakin angker kami rasakan. Stalaktit memenuhi bagian atas dari gua tersebut, mengalirkan rembesan hujan di atasnya ke dasar gua. Kondisi yang gelap membuat kamu berjalan dengan memanfaatkan cahaya pendar dari handphone yang kami miliki (maklum kami memang awalnya tidak ada niat ke situ tersebut, hanya karena salah jalan...wakakakakak) Gua tersebut sebelum diluluhlantakan oleh tentara sekutu, memiliki lubang angin yang dimanfaatkan oleh tentara Jepang sebagai pintu masuk dan keluar yang sampai detik ini masih ada dan memang cukup sulit ditemukan karena lubang tersebut lebih mirip lubang kelinci.
Pintu Masuk Gua Jepang
Jalur lainnya di dalam tanah cukup berliku-liku sejauh 2 kilometer yang konon sampai tembus ke sisi pantai Pulau Biak. Sayang sekali, ujung jalan bawah tanah tersebut sekarang tertutup oleh tanah sehingga kita tdk bisa menikmati berjalan-jalan secara bebas karena sebelum sampai diujung lorong bawah tanah yang tertutup tersebut, dipastikan kita akan kehabisan oksigen. Di dalam gua tersebut jika masih bisa ditemukan banyak sekali drum-drum yang dulunya merupakan drum bahan bakar yang dilemparkan ke dasar gua guna memaksa pasukan Jepang keluar dari dasar gua. Masih dapat dilihat bekas-bekas lubang peluru pada drum-drum tersebut. Setelah puas, kami menuju ke tempat penyimpanan tulang belulang tentara Jepang (jadi ingat patung tengkorak saat belajar biologi di SMA dulu) dan dilanjutkan menuju Musium Perang Dunia Kedua. Sekali lagi jangan berharap banyak karena gedung dari kayu yang berukuran 5 x 5 meter ini sungguh jauh dari sentuhan perawatan. Atap yang sudah mau rubuh, lingkungan yang kotor, bahkan saya sempat melihat bangkai burung yang mati tergantung oleh seutas tali yang kemungkinan benang tersebut bagian dari sarangnya. Ada burung gantung diri karena stress hidup di masa kini, demikian komentar kita disana. [caption id="" align="alignnone" width="720" caption="Museum Gua Jepang Biak"] [/caption] Di dalam musium ini kita dapat melihat berbagai senjata yang ditemukan di lokasi situs tersebut, mulai dari berbagai granat, senapan, piring, sendok, sepatu sampai ke mesin ketik masa lalu. Sepulang dari sana ada rasa sedih. Saya pernah berada di Australian War Memorial di Canberra, sisa-sisa perang disana sangat dihargai sebagai sebuah kekayaan bangsa. Namun apa yang saya lihat di Biak ini sungguh jauh dari kesan situs yang dilindungi oleh Undang2 no 5 th 1992 tentang Cagar Alam. Barangkali ada rekan-rekan yang tertarik?. Cukup dengan uang Rp. 20.000 per orang, kita bisa kembali ke tahun 1944 saat Sekutu menhancurkan Jepang di Pulau Biak. Apakah uang tersebut digunakan untuk merawat situs-situs tersebut? Who knows lah... Salam :D (niatnya ke Jayapura, tetapi pesawatnya singgah di Biak 2 hari dan Merauke 1 hari plus Wamena utk Short stop...4 hari hanya utk dari Jakarta ke Jayapura....wkwkwkwkwk..ampuuuunnnn, jadi turis dadakanlah...oh ya..kalau bawa kamera digital buatan Jepang, jangn sampai terjatuh atau tertinggal di gua....soalnya nanti dianggap benda peninggalan tahun 1944 juga..wkwkwkwkwk :D )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H