Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Itu

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tidak ingin bertanya padanya; apakah cinta punya arti di dalam hidupnya. Sungguh. Ia lebih paham bagaimana menyembunyikan perasaannya kepada seseorang. Terlebih lagi perasaan dicintai. Jadi jawaban yang ia utarakan mungkin saja tidak bermakna yang sebenarnya.

***

Yang aku maksudkan adalah perempuan itu. Yang duduk di sebelahku. Wajahnya biasa saja menurutku. Tapi juga cantik. Entahlah; wajahnya ada di antara perbatasan cantik dan biasa saja. Tapi apa pentingnya aku menilai? Toh ia bukan siapa-siapaku. Bahkan ini kali pertama aku bertemu dengannya. Dan mungkin terakhir. Bisajadi ia sudah memiliki atau dimiliki seekor anjing--sebutan yang aku gunakan untuk merepresentasikan seorang laki-laki yang kekasih perempuannya cantik--yang sepertinya kaya namun berwajah pas-pasan. Mungkin begitu. Tapi sekali lagi, apa peduliku? Toh perempuan ini bukan siapa-siapa bagiku. Nampak-nampaknya juga, ia tidak perawan. Wanita secantik dia, se-sexy dia, juga busana-nya yang mereknya jauh dari merek-merek yang dikenakan para marjinal, merek borjuis; tapi dengan potongan yang menyerupai potongan baju marjinal yang kekurangan bahan. Ah, pasti laki-laki yang menjadi kekasihnya sangat beruntung, batinnya tentu terpuaskan! Tapi untuk apa aku peduli tentang keperawanannya? Toh aku tidak mungkin menjadi suami dari perempuan ini yang dimalam pertama akan menguji keperawanannya. Cih. Lampu di peron ini cukup remang. Sedari tadi cuma ada kami berdua. Kebersamaan kami selama sepuluh menit ini ternyata tidak cukup buatku untuk melontarkan kata kepadanya. Setidaknya mengajak perempuan ini bicara. Bicara? Dalam bahasa apa? Belum tentu kami menggunakan bahasa yang sama, kan? Lalu jika aku menggunakan bahasa isyarat, akankah ia mengerti? Bagaimana jika bahasa isyarat yang kugunakan ternyata salah diartikan olehnya? Sungguh, komunikasi lisan tidak bisa membantu mencairkan situasi yang beku manakala subjek dan objek komunikasi tidak saling mengenal. Bahasa juga kehilangan perannya sebagai mediator komunikasi jika situasinya begini. Hampir semua manusia pasti memiliki nama. Mungkin perempuan ini juga begitu. Tapi darimana aku tahu ia memiliki nama? Sekalipun punya nama, pasti namanya bagus. Misalnya Bunga, Saffira, Janet, Florencia, Edelweis. Tidak mungkin nama macam Munaroh, Nurlela dan nama ndeso lainnya. Tapi bisa jadi ia tetap tidak punya nama. Apa peduliku? Tanpa nama-pun perempuan ini sudah nyaris sempurna secara fisik, kekasihnya pun tidak memerlukan nama perempuan ini kalau sekedar ingin mendurinya. Sekalipun wanita ini tidak bisa bicara dan berbahasa , untuk berhubungan badan cukup saling menanggalkan baju saja, bukan?

***

Aku menunggu apakah ia mulai risih dengan tatapan penuh kesatiran yang sedari tadi aku alamatkan padanya. Sepertinya ia tidak terganggu. Atau, apakah ia pura-pura tidak terganggu untuk menunjukan bahwa ia berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi? Atau, apakah ia merasa bahwa tatapanku padanya adalah semacam kekaguman sehingga ia membiarkan aku menatapnya terus menerus? Kemungkinan lainnya adalah ia sedang bermeditasi, sehingga tatapanku, bahkan hembusan anginpun tidak nampak seperti gangguan yang berarti. Dan ia pasti anak sulung, aku yakin. Karena wajahnya nampak begitu tegar meskipun sepertinya ia telah ditiduri berulang kali oleh kekasihnya. Seorang anak sulung harus tegar apapun yang terjadi padanya, karena ia menjadi panutan menjadi adiknya. Ah; pemikiran ini membawaku pada suatu imajinasi lain. Jangan-jangan ia sengaja melacurkan dirinya agar mendapat uang akibat tuntutan hidupnya sebagai anak sulung. Ia cantik, ada kemungkinan orangtuanya menggunakan ia sebagai alat pengeruk uang dengan memanfaatkan kecantikan dan keseksian tubuhnya. Apa mungkin begitu? Mungkin saja. Ditambah lagi aku tidak mengetahui apakah ia bisa bicara atau tidak. Aku pikir perempuan ini tidak pernah merasakan cinta yang tulus. Memang ia cantik, tapi bisajadi laki-laki yang menjadi kekasih-kekasihnya hanya menilai ia dari kecantikannya saja dan bukan hatinya. Kenyataanya adalah bahwa cinta diawali dengan kesan pertama yang mendalam, yaitu melalui tampilan fisik yang menawan. Bukan tidak mungkin banyak lelaki yang memacarinya hanya demi gengsi semata. Sebenarnya, tidak ada untungnya bagiku untuk menganalisa perempuan ini sampai sejauh itu. Mungkin ini yang aku sebut obsesi. Sedari dulu aku selalu mendambakan seorang kekasih secantik perempuan ini. Tapi seberapapun aku mencintai seorang perempuan, selalu saja cinta itu bertepuk sebelah tangan. Mungkin saja kalau aku mengendarai mobil sport macam Ferrari pasti perempuan-perempuan macam perempuan ini sudah kutaklukan semua, mungkin saja sudah ratusan perempuan yang kutiduri jika aku memiliki mobil semacam itu; dan sepertinya aku jatuh cinta kepada perempuan ini. Ah, tidak mungkin secepat ini aku jatuh cinta. Baru tiga puluh menit kami bersama di ruangan ini. Bahkan tanpa kata. Tanpa mengetahui latar belakang perempuan ini. Tanpa mengetahui apakah ia beragama atau tidak. Tanpa mengetahui apakah ia mencintaiku atau tidak. Jangan-jangan ia seorang ahli nujum; seorang dukun penyihir atau apalah. Jangan-jangan ia menggunakan susuk atau pelet agar aku tiba-tiba jatuh cinta padanya. Atau jangan-jangan ia menghipnotisku agar jatuh cinta padanya. Tapi bagaimanapun, aku telah tenggelam dalam perasaan ini. Ternyata cinta bisa datang dimana saja kapan saja tanpa perlu peduli siapakah orang yang aku cintai ini. Apakah engaku pelacur? Apakah engkau masih perawan? Apakah engkau bisa berbicara? Apakah engkau mencintaiku? Aku bertanya kepadanya melalui kata yang tak terucapkan. Mungkin melalui angin yang menyampaikan sederet pertanyaanku padanya. Setengah jam ini aku mencoba belajar mencintainya siapapun dia. Mungkin setengah jam lagi aku mencoba menyayanginya. Mungkin setengah jam berikutnya aku belajar melupakannya. Salahkah mencintai orang yang tidak mencintai kita? Mungkin tidak.

----Depok, Februari 2011----




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline