Lihat ke Halaman Asli

Kisah Si Muda dan Si Tua

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14180982952121547412

Arie, sebut saja nama ku. Aku hanyalah seorang mahasiswa yang masih menempuh studi. Dan kehidupan ku tidak lebih dan tidak kurang seperti mahasiswa lainya. Kos, kopi, kampus, pasar, kamar, ya begitulah rutinitas tiap hari yang terjadi dalam diri ini. terkadang juga jalan-jalan bersama teman-teman, atau aku lebih suka menghabiskan sisa waktu ku belajar dengan nonton film. Sesekali juga aku naik sepeda motor untuk melihat suasana baru. Memang terkadang otak ini lelah karena harus berhadapan dengan selembar kertas, pena, komputer dan segala macam yang berkaitan dengan laporan. Ingin rasanya aku untuk membuang semua tu sejenak ketika sudah dalam titik jenuh. Atau pun disaat jenuh mencapai batas stress, aku menenangkan diri dengan mendengarkan musik-musik klasik.

Teringat selalu ketika dirumah paman, paman sangat suka sekali mendengarkan lantunan Nike, penyanyi muda yang tenar pada awal 90-an dengan suaranya yang khas. Ya, lagu yang banyak mengingatkan ku pada masa kecil ketika diajak bermain dengan ayah dan paman, ingatan mengenai betapa hidup itu sederhana, kita pilih tertawa atau menangis. Dan hal ini bisa menjadikan semangat baru ku. Apalagi tatkala melihat teman ku yang sampai sakit dan hilang kesadaran karena terlalu pusing dengan segala macam laporan beserta saudara-saudaranya.Aku selalu berpikir, betapa sederhananya hidup ini. setiap orang pasti akan mengalami masalah dan masalah itu memang sebagai bagian dari hidup ini. jadi yang menjadi persoalan sebenarnya bukan mengenai apa masalah tersebut, akan tetapi bagai orang itu menanggapi masalah. Dan semua orang mampu untuk meredam pikiran mereka agar tidak berperilaku yang kurang sehat.

Sejenak ketika aku merenung, bukan bermaksud hati merendahkan, akan tetapi orang yang tidak terlalu pandai secara intelektual-nya, mereka terlihat bahagia. Dan konsep bahagia mereka pun sangat sederhana sekali. Akan tetapi, berbanding dengan hal itu, orang yang terlalu pandai mereka mempunyai orientasi bahagia yang terlalu tinggi dan anggapan terhadap masalah yang tinggi pula. Sehingga terkadang sebagian dari mereka termakan oleh “kepandaian” mereka sendiri dengan menyuitkan hidup mereka.oleh karea itu, bagiku, bahagia tu sederhana, jika kau tidak bisa memilih tertawa, maka janganlah kau mengangis dan biarlah semua berlalu dengan berjalannya waktu, Dia selalu tahu yang terbaik untuk kita.

Hanya iman di dada... yang membuatku mampu...selalu tabah menjalani”...lantun Nike.

Hidup ku juga tidak semua terikat dengan hanya di bangku kelas saja, ketika aku sudah menginjak semester tujuh ini, ternyata usia ku telah menginjak kepala dua dan tidak terasasemua itu berlalu dengan cepat. Apalagi ketika aku tadi pulang dari kampus, mungkin memang karena aku harus belajar bersabar lagi, sepeda motor ku harus masuk bengkel dan terpaksa aku harus berjalan kaki untuk pulang karena udara dingin dan hujan akan beraksi. Jika tidak segera pulang aku akan sakit pusing, karena tubuh ini tidak bisa menerima dinginnya hujan.

Jalan masih lebar dan kos ku pun masih jauh, tapi apalah daya jika air sudah datang bergemuruh mambasahi jalan-jalan. Dengan terpaksa dan hati jengkel pula, akhirnya aku berteduh di salah satu warung pinggir jalan yang tutup. Datang pula berteduh seorang tua, dengan pakaian sederhana, rambut putih yang mewarnai dan kaca mata bulatnya. Karena perasaan jengkel ku, aku tidak memedulikan orang tersebut dan mulai mengeringkan jaket ku yang sedikit basah. Akan tetapi, beberapa menit kemudian, mulai menarik perhatian ku, pak tua ini. dia hanya duduk terdiam saja tanpa berkata apa pun. Dalam hati ku, aku mulai ingin mengajaknya ngobrol sedikit, siapa tahu dia punya cucu perempuan. Aku hanya tertawa dalam hati dengan angan-angan ku yang serasa tidak mungkin itu dan betapa bodohnya aku jika percakapa saat itu sampai terlupakan.

“Siang kek ... habis dari mana ini tadi? Kakek kog sendirian?” aku bertanya.

“Siang nak... kakek habis dari toko sebelah membeli minuman.” Jawab kakek tersebut sambil menunjukan bungkusan kresek putih yang mana aku tidak bisa melihat isi dalamnya.

“Ini tadi kakek bersama dengan nenek, dia masih berada di toko tersebut.” Saut kakek tersebut.

“oo,, iya kek ! kakek tinggal dimana memangnya?” kembali aku bertanya untuk menghangatkan suasana yang serba dingin tersebut.

“Disana nak, di dekat sungai, di jalan Merpati, kalau kamu nak, dari mana asalmu ?”

Aku mulai menjawab dan menjelaskan panjang lebar mengenai diriku dan kuliah ku, lalu alasan ku jalan kaki hingga terpaksa berteduh ini. Si Kakek tersebut memperhatikan ku dengan beberapa senyuman, terkadang ia memalingkan wajahnya dan memandang ke atas langit dengan tatapan muram. Aku hanya mengira kalau ia muram karena menunggu hujan ini reda.

Percakapan singkat kamu pun akan berakhir dengan telah reda nya hujan. Dan aku pun mulai berpamit pulang kepada kakek tersebut dan rupanya kakek tersebut juga ingin segera meninggalkan tempat. Ketika mengucapkan salam perpisahan, kemudian kakek itu berkata yang sedikit membuatku bingung,

“Baiklah nak, kakek akan kembali ke rumah sakit tadi dan membeli minuman”.

Setelah itu kami berpisah, akan tetapi akumasih tetap bingung dengan perkataan terakhir kakek tersebut dengan mengatakan ia ingin kembali ke rumah sakit padahal dia tidak bercerita mengenai rumah sakit sama sekali. Setelah tiba di kos ,aku pun tidak menghiraukan hal tersebut.

Dua hari kemudian, aku melewati bekas warungyang tutup dan yang aku jadikan tempat berteduh waktu itu. Sekilas aku melihat bungkusan kresek putih dan aku pun mulai teringat dengan si kakek tersebut. Dan ternyata memang benar, bungkusan itu adalah bungkusan kakae yang kemarin, mungkin tertinggal disana. Dengan rasa penasaran aku membuka bungkusan tersebut dan ternyata isinya adalah beberapa botol obat-obatan yang kosong, tidak ada isinya. Kemudian rasa tanda tanya semakin menghantui otakku.

Setiba ku di kampus, ada bebepa teman ku yang bergerumbul di tengah kelas. Ternyata mereka semua membaca koran pagi ini dan aku tidak terlau tertarik untuk ikut membaca. Setelah kelas usai, aku melihat koran tersebut dan tak sengaja melihat judul berita yang membuatku terkejut dan tidak akan melewatkan berita tersebut sedikitpun,

“ORANG TUA PENDERITA ALZHEIMER TEWAS OVERDOSIS”.“Pagi, 25 Januari 2011, seorang kakek tua (Roy, 69 tahun) meninggal dunia dikarenakan overdosis obat. Diduga terlalu banyak mengkonsumsi obat penekan depresi dan alzheimer-nya. Setelah ditelusuri, dokter pribadinya menyatakan bahwasanya orang tua tersebut dulunya mengalami trauma karena meninggalnya istrinya sebab sesak nafas. Dia mengalami kecewa dan depresi yang berat hingga membuat parah penyakit alzheimernya. Orang tua ini juga terkadang mengalami halusinasi, dengan meng-halusinasikan istrinya sendiri. Dan suka berlari keluar rumah ketika hujan, karena mengingatkannya kepada kenangan bersama istrinya. Dua hari yang lalu, ketika hujan turun, dia kabur dari rumah dan membawa sebungkus kresek putih yang isinya obat-obatan. Dokter pribadinya tidak menyadari kalau si orang tua tersebut mengambil kunci ganda pintu utama. Dokter pribadinya pun menambahi beberapa keterangan, yaitu penyebab istrinya dulu meninggal dunia adalah orang tua tersebut lupa menaruh buku telepon yang ingin digunakan untuk menghubungi rumah sakit. Sehingga dia mengantarkannya sendiri ke rumah sakit. Penyakit alzheimer-nya pun menjadi sering kambuh sebab traumatik kejadian itu. Dan tanpa sepengawasan dokter pribadinya, ia mengkonsumsi obat terlalu banyak hingga overdosis. Dan ditemukan meninggal dunia didepan pos penjaga. Keluarganya semua berdomisili di luar negeri dan meninggalkan orang tua tersebut untuk dirawat di rumah nya saja.”

Betapa tidak terkejutnya diriku membaca berita terseut, orang yang diceritakan dalam koran tersebut adalah orang yang aku jumpai dua hari yang lalu. Dan aku yakin betul orang tersebut adalah orang yang diceritakan dalam koran hari ini.

Setelah pulang dari kampus, aku pun mulai sedikit browsing, mencari tahu mengenai penyakit tersebut. Penyakit yang bisa menyerang siapa pun, seitring berjalannya waktu, fungsi otak ini pun menjadi lemah. Dan hal ini pula yang melemahkan ingatan kita terhadap beberapa hal. Beberapa memori kita seakan-akan dicabut dengan paksa. Mengangan-angankannya saja sudah membuatku merinding. Beapa tidak, kenangan yang kita bangun selama hidup ini harus hilang begitu saja, kita tidak mengenali sekeliling kita, teman kita, bahkan keluarga dan diri kita sendiri, kita menjadi lupa sebabnya.

Hari-hari tua pasti akan datang, dan lambat laun kita juga akan mengalaminya. Hal yang alamiah dan merupakan sunnatullah. Hal tersebut bukanlah hal yang harus kita cemaskan dan kita takuti, karena manusia sendiri juga mempunyai batasannya. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita membuat anak cucu kita untuk tidak melupakan kita disaat kita tua dan tiada nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline