Pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam membangun dan menjaga sistem demokrasi. Melalui pendidikan, individu tidak hanya mendapatkan pengetahuan, tetapi juga keterampilan, nilai-nilai, dan kesadaran yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab.
Pendidikan yang inklusif dan berkualitas mampu menciptakan masyarakat yang lebih adil, setara, dan berdaya saing. Oleh karena itu, meningkatkan sistem pendidikan harus menjadi prioritas utama bagi setiap negara yang ingin memperkuat demokrasi dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi warganya.
Pendidikan dapat memengaruhi demokrasi dengan berbagai cara, seperti meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik, mendorong proses demokratisasi, memperkuat lembaga-lembaga demokrasi, mengembangkan sikap dan keterampilan demokratis, serta mengatasi ketimpangan dan mempromosikan keadilan sosial.
Meningkatkan Kesadaran dan Partisipasi Politik
Pendidikan memiliki peran vital dalam meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat terhadap politik, Kesadaran ini tentunya sangat penting dalam mencegah runtuhnya demokrasi.
Sebagai contoh, di Senegal, terbukti bahwa pendidikan mampu meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap politik serta memperkuat dukungan terhadap lembaga-lembaga demokrasi, terutama pada saat-saat ketika demokrasi sedang terancam. Penelitian yang dilakukan oleh Larreguy & Liu (2024) menunjukkan bahwa sekolah-sekolah berkontribusi dalam meningkatkan minat politik dan dukungan yang lebih besar terhadap lembaga demokrasi, meskipun tidak ada peningkatan partisipasi politik secara keseluruhan.
Pendidikandiharapkan untuk meningkatkan partisipasi politik, terutama ketika demokrasi berada dalam bahaya, terutama ketika dukungan individu-individu yang terdidik jauh lebih tinggi untuk lembaga-lembaga demokrasi. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi sering kali berkaitan dengan dukungan yang lebih kuat terhadap demokrasi dan penolakan terhadap alternatif yang tidak demokratis. Hal ini terjadi karena pendidikan memperdalam pemahaman dan kepedulian individu terhadap isu-isu politik, yang pada gilirannya menumbuhkan nilai-nilai demokrasi . Penelitian yang dilakukan oleh Evans & Rose (2012) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap dukungan terhadap demokrasi dan penolakan terhadap alternatif non-demokratis, melalui dampaknya dalam meningkatkan pemahaman dan perhatian terhadap politik. Temuan ini sejalan dengan pandangan kognitif mengenai pengaruh pendidikan terhadap nilai-nilai demokrasi, bukan sekadar sebagai indikator ketimpangan sumber daya ekonomi.
Mempromosikan Demokratisasi
Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan umum, pendidikan dasar, dan pendidikan tinggi, semakin kuat pula hubungan mereka dengan proses demokratisasi. Efek ini menjadi lebih signifikan ketika laki-laki dan perempuan mendapatkan pendidikan yang setara, seperti yang terungkap dalam analisis periode otoriter antara tahun 1970 hingga 2008 di Tunisia. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Tunisia oleh Sanborn & Thyne (2013) menemukan bahwa peningkatan tingkat pendidikan, baik massal, primer, maupun tersier, sangat berhubungan erat dengan kemajuan demokrasi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pendidikan paling efektif dalam mendorong demokratisasi ketika laki-laki dan perempuan memiliki tingkat pendidikan yang sama.
Pendidikan juga menunjukkan dampak yang lebih nyata terhadap demokratisasi dalam konteks demokrasi transisi, terutama di negara-negara dengan tingkat pembangunan ekonomi yang rendah. Hal ini menandakan bahwa pendidikan dapat menjadi pendorong bagi negara-negara tersebut untuk mencapai stabilisasi dan kemajuan demokrasi.
Sebuah artikel yang ditulis oleh Kim (2024) menyajikan temuan awal dari proyek penelitian yang mengeksplorasi interaksi antara pendidikan dan konsolidasi demokrasi, dengan penekanan pada bagaimana hubungan ini dipengaruhi oleh status ekonomi suatu negara. Penelitian ini mencoba mengisi kekosongan dalam literatur dengan menyelidiki peran pendidikan dalam berbagai konteks ekonomi, serta menantang pandangan umum bahwa pendidikan selalu mendukung stabilitas demokrasi. Studi Kim (2024) mereplikasi dan memperluas penelitian Milan Svolik yang berfokus pada faktor-faktor ekonomi. Dengan menganalisis data dari 98 negara antara tahun 1950 hingga 2008, studi ini menunjukkan bahwa demokrasi transisi berisiko lebih tinggi untuk mengalami pembalikan ke otoritarianisme dibandingkan dengan negara-negara yang sudah terkonsolidasi.