Kini aku hunting sendiri, mereka telah berkhianat. Mereka mengambil penghasil uangku! mengambil tawaku, mengambil desahku, mengambil bibir yg kucium, mengambil kelamin yang ku hisap, mengambil cintaku. Bangsat, tak tersisa sekarang ini. Aku, nongkrong sendiri di sebuah mini bar café, sudah 3 malam. Sudah 2,3 juta aku habiskan buat minuman brengsek ini, yang membuat aku pusing! Membuat aku “ingin”. Aku tidak tau, apakah nominal itu benar? Sudahlah. Mabuk ya mabuk.
Ada sesekali pemuda menghampiriku dengan gombalan kampungan. jaman sekarang gombal tidak akan bisa membuat kamu bisa meniduriku curut! Uang, uang, uang ! hatiku sedikit kesal.
Temanku yang lain menasihatiku juga, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Banyak lah “burung-burung” lain yg bisa kamu tangkap. Tapi ini beda, kelaminnya membuat aku tidak tidur. Bekas rasa dan bau yang dikeluarkan oleh dia sangat aku ingat. Bahkan ketika aku minum jus alpukat, aku terangsang sangat. Dia membuat aku tak mau menjual dengan yang lain. Setiap dapat panggilan dari dia, tubuh ini selalu ku bersihkan lebih bersih dari yang paling bersih. Kuberi pengharum yang paling harum. Agar ketika dia mencium dan menjilat tubuhku dia merasa betah dan nikmat.
Cinta? Bukan, ini bukan cinta. Hanya saja, aku merasa dibuat nyaman olehnya. Merasa seperti benar-benar seorang wanita. Bukan pelacur, walaupun aku menjual tubuhku. Tidak terhitung lagi aku dibuat orgasme olehnya. Bahkan, aku lebih sering menolak bayarannya. Tapi, si kurcaci brengsek, sahabatku sendiri telah merebutnya. Mengawininya. Dan mungkin akan melahirkan anaknya nanti. Awas saja, aku balas dia. Aku rusak mereka!
Malam ketiga aku disini membuat waktuku terbuang sia-sia. aku “ingin”, sangat “ingin”. Jika saja pemuda itu sedikit memberikan penawarannya, langsung aku tangkap. Marah ini kadang membuat diriku sangat terangsang.
“hey” suara dari belakangku memanggil. Ternyata dia adalah teman sekelasku waktu SMA. Namanya, Andy. Aku sedikit pangling, karena semua dari bentuknya dulu sudah berubah sekarang. Dulu, perutnya buncit. Berkaca mata dengan frame hitam tebal walaupun sekarang lagi jamannya. Baju kusam tak pernah rapi setiap hari. Satu hal yg paling aku ingat. Bulu hidungnya selalu balapan keluar dari sarangnya. Sekarang dia sangat rapi dengan tubuh dan bahu yang tegap.
“hai, apa kabar ndy?” aku membalasnya.
“Vodka satu yak, terus minuman dia aku yg bayar” dia langsung memesan ke bartender. Dan dia duduk disampingku tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Aku hanya tersenyum.
Aku sangsi, bahwa dia sudah sangat berubah. Aku seperti melihat BradPitt dalam film Ocean Eleven. Menggunakan pakaian mahal. Dan bertutur kata sopan.
“ingat aku gak?” dia bertanya.
“tentulah, kamu kan lelaki yg bulu hidungnya tak betah di dalam”
“hahaha…. Dasar, bulu hidung aja yg kamu ingat”
Ntah kenapa, baru beberapa kalimat, aku merasa nyaman dibuatnya. Nyaman ini melebihi mendapat rasa nikmat bercinta hingga berkeringat. Pipiku kusandarkan ketelapak tangan berpangku pada mini bar menghadapnya. Dia tau, kalo aku sudah sangat mabuk. Mataku layu, bahkan sudah tidak sanggup lagi meneguk segela vodka. Aku ingin saja, meneguk sisa minumanku. Tapi tiba2 dia melarang. Dan meminum minumanku agar aku tak meminumnya lagi.
“ngapain?”
“tidak, aku hanya sedikit hancur malam ini”
“terus? Kalo mau cerita, silahkan. Aku masih punya 1 botol vodka untuk mendengarkan”
“tidak, aku tidak suka membahasnya. Bagaimana dgn kamu? Gayamu berubah.”
“ah, biasa aja. Cuman kita lama tidak ketemu aja.”
Perbincangan kami, lama kian lama menjadi sangat hangat. Tertawa lepas, hingga aku melupakan si brengsek itu. Hingga dia menanyakan tentang statusku. Karena, bagi dunia. Umurku sekarang wajib untuk mempunyai suami. Aku hanya bisa jawab, belum. Belum mendapat pria yang tepat. Aku tidak berani mengakui bahwa aku tidak menikah karena aku menjual tubuhku. Jangan-jangan setelah dia tau aku, tidak akan mau bicara.
Laki-laki sendiri dan menegur wanita minum sendiri sepertiku apakah layak dibilang tidak mencari wanita yg bisa ditiduri? Sedikit terlintas bahwa dia bisa saja memberiku uang utk dia tiduri. Tapi dia temanku satu SMA dulu. Aku malu mengakui diriku. Tidak seperti biasanya, aku sungguh tidak malu telanjang didepan banyak pria dan menari, menjilat, mencium, meremas, memeluk. Tapi ini, malu pertamaku dengan laki-laki.
Dia membayar, melihat jam dan memberitahukan ku sudah pukul 2 pagi. Setelah pamit dan berjalan 5 langkah dariku. Dia kembali dan menawariku tumpangan. Aku menggelangkan kepala sangat lambat. Aku mabuk sekali, dia memaksa karena aku pasti tidak sanggup untuk pulang. aku sudah memang tak sanggup untuk menolak. aku berjalan sambil merangkul pundaknya, malam ini aku pasrahkan diriku untuknya. Terserah! Aku mabuk.
Hingga saat itu, aku sudah tidak tau lagi. Yang aku ingat, aku hanya terbangun didalam sebuah hotel dekat café tadi malam. Jangan-jangan….?! Tapi , bajuku tidak terbuka sama sekali. Aku panggil-panggil dia, tidak ada jawaban. Aku coba telpon ke receptionist untuk menanyakan status kamar ini. Ternyata, dia sudah pergi setelah mengantarku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H