Lihat ke Halaman Asli

sigit kurniawan

Guru Matematika

Paradigma Rangking yang Melabelkan Anak

Diperbarui: 8 Januari 2019   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penerimaan rapot kemarin kamu rangking berapa ? 

Kalau rangking 1, orang tua akan cerita ke setiap orang yang ditemui atau tetangga rumah dengan harapan orang yang ditemui atau tetangga akan cerita ke orang lain lagi bahwa anaknya pandai. Kemudian label yang diberikan adalah anak pinter. 

Tapi kalau rangking terakhir, orang tua enggak akan cerita kalau anaknya rangking terakhir dengan alasan malu sama tetangga. 

Inilah sebenarnya cara pandang yang menurut saya kurang tepat. Mengapa demikian ? Coba anda jawab pertanyaan saya

  1. Apakah kalau rangking 1, pasti menjadi direktur perusahaan ?
  2. Apakah kalau rangking terakhir, hidupnya selalu gagal ?

Perlu juga dilihat, rangking adalah hasil dari penjumlahan nilai setiap mata prlajaran yang kemudian dibandingkan dan siswa yang nilainya paling tinggi menjadi rangking pertama dan seterusnya, kemudian siswa yang menjadi rangking pertama akan mendapat stempel siswa "pandai". Apakah sepandai dia dalam menyelesaikan persoalan dalam kehidupan? Apakah juga seoandai itu dia bergaul dengan teman minimal teman seangkatan ?

Nilai - nilai yang tercantum dalam rapotpun sebenarnya penyederhanakan permasalahan atau penyederhanaan proses belajar selama 6 bulan, dan ini tidak dapat digunakan sebagai acuan mutlak dalam penilaian kepandaian seorang siswa.

Semoga penjabaran saya bisa dijadikan acuan perubahan sudut pandang pembaca.

Terima kasih




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline