Lihat ke Halaman Asli

Gaduh di Kalimantan Timur, Presiden Jangan Diam

Diperbarui: 4 Januari 2018   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: sindonews

Menjelang Pilkada, isu politik semakin memanas. Tindak tanduk para politisi semakin bergairah demi meraih posisi yang diidamkan. Tak dapat disangkal jika beragam cara pun ditempuh, meskipun itu penuh resiko.

Upaya kriminalisasi adalah satu cara untuk menjatuhkan lawan politik. Dengan begitu, diharapkan lawan politik menjadi tidak berdaya karena diseret ke ranah hukum. Namun, hal tersebut pastilah berseberangan dengan norma yang kita junjung hingga hari ini. Kriminalisasi bukanlah sebuah jalan keluar untuk memuluskan tujuan dari masing-masing individu.

Baru-baru ini telah terjadi upaya kriminalisasi yang dialami oleh Wali Kota Samarinda, Syahrie Jaang, dan Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi. Keduanya saat ini tengah diusung sebagai pasangan Cagub dan Cawagub Kalimantan Timur. Berita ini heboh di kalangan netizen.

Kejadiannya bermula saat Sjahrie dipanggil oleh partai tertentu hingga delapan kali untuk menggaet Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin sebagai cawagub. Syahrie kemudian menolak karena telah memilih Rizal sebagai wakilnya.

Akibat penolakan tersebut, Syahrie dan Rizal kemudian dijerat dan dihubung-hubungkan dengan kasus pemerasan dan pencucian uang dengan terdakwa Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB), Hery Susanto Gun alias Abun, dan Rizal dijerat atas kasus dugaan korupsi Rumah Potong Unggas (RPU) di Kilometer 13, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara.

Indikasi adanya kriminalisasi diperkuat dengan jeda hanya satu hari setelah Syahrie menolak untuk meminang Irjen Safaruddin. Bukti tersebut juga diperkuat dengan rekaman yang beredar.

Sayang sekali jika pesta demokrasi harus diwarnai dengan upaya kriminalisasi. Seharusnya semua pihak harus bersikap fair. Penolakan juga harus disikapi dengan rasa menghargai yang tinggi. Toh, banyak di luar sana yang mungkin memiliki kapabilitas, popularitas, dan elektabilitas. Entah apa yang mendasari upaya kriminalisasi tersebut saya juga masih menduga-duga. Namun, dengan adanya bukti membuat dugaan saya perlahan menemui kebenaran.

Lantas, kepada siapa jika upaya kriminalisasi yang telah mencederai demokrasi ini harus diadukan? Kepada siapa lagi kalau bukan presiden. Di sini presiden mempunyai power. Memang, hukum berada di atasnya. Namun, presiden dapat memastikan penegakannya berjalan on the track, adil, dan jujur.

Kegaduhan demi kegaduhan akan berdatangan jika presiden tak bisa bersikap. Presiden tidak boleh diam. Ia berhak memberikan instruksi kepada bawahannya dan harus dilaksanakan demi tegaknya hukum dan demokrasi di negeri ini. Ini kemudian bisa pula merugikan yang menjadi korban kriminalisasi. Tentu, presiden tak mau kasus serupa kembali berulang di kemudian hari, bukan?

Tentunya kita sangat menyayangkan kejadian. Biarlah kemudian publik yang menilai dan kita mampu memetik pelajaran dari kejadian ini. Besar harapan kita juga mampu diproses secara hukum dan dapat dibuktikan dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta berjalan transparan, sehingga mata telinga masyarakat mampu terbuka, dan chaos mampu dihindari.

Sekian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline