Lihat ke Halaman Asli

Penjual Bunga

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak jauh dari sekolah saya di Beijing ada 2 penjual bunga. Pelanggan mereka kebanyakan adalah pelajar asing yang sedang belajar bahasa Mandarin di sekolah tersebut. Mereka sama-sama berjualan di trotoar (trotoar di sini cukup lebar) jalanan yang menuju ke pintu gerbang barat daya sekolah. Yang 1 agak dekat gedung asrama, sedang yang 1 lagi masih sederetan tapi lebih dekat dengan pos penjaga.

Selain menjual bunga eceran, kedua penjual bunga itu juga bisa membuatkan buket bunga, lengkap dengan hiasan kertas kado dan pita. Biasanya, acara wisuda tiap semester menjadi saat "panen" bagi mereka, karena banyak orang membeli buket bunga untuk teman-teman yang lulus.

Hari ini 3 orang teman saya wisuda. Kebetulan, saya kebagian tugas beli bunga untuk mereka. Tapi ketika saya pergi ke sana, dari kejauhan saya tidak melihat ada penjual bunga yang buka. Hari ini Beijing sangat dingin, prakiraan cuaca menunjukkan suhu -13 sampai -7 derajat celcius dan angin cukup keras. Jadi saya pikir, mungkin mereka tidak berjualan karena terlalu dingin.

Sewaktu berjalan melewati gedung asrama menuju gerbang sekolah, saya melihat tempat penjual bunga pertama. Barang-barang yang biasa dipakai untuk jualan sudah ditutupi kain dan diikat dengan tali. Dari situ, saya melihat ke arah penjual bunga kedua. Ada warna-warni sedikit, tapikok nggak kelihatan si ayi (bibi/tante) penjual bunganya. Karena penasaran, saya pun menghampiri tempat itu.

Sampai di sana, saya melihat ada sebuah gerobak kaca (mirip gerobak tukang batagor di Indonesia) yang di dalamnya ada beberapa bunga plastik. Di kaca gerobak itu ditempel sebuah kertas bertuliskan : "Karena cuaca hari ini sangat dingin, bunga segar disimpan di tempat saya. Bila anda mau membeli bunga, bisa menelpon saya di nomor xxxxx."

Karena tanggung sudah sampai di sana, saya coba untuk telepon nomor tersebut. Rupanya nomor handphone si ayi penjual bunga. Singkat cerita, dia datang menjemput saya dan mengajak saya ke rumahnya, tidak jauh dari tempat dia berjualan. Dia meladeni saya dengan riang, saya pun sukses membeli bunga untuk ketiga teman saya.

Peristiwa tersebut sederhana, tidak ada yang spesial. Namun perilaku kedua penjual bunga tersebut memberikan contoh nyata bahwa : sikap yang berbeda dalam menghadapi tantangan dan hambatan akan membuahkan hasil yang berbeda.

Karena cuaca terlalu dingin, penjual bunga pertama memilih untuk tidak berjualan, sementara penjual bunga kedua masih optimis untuk berjualan. Dengan begitu, penjual pertama tidak mendapat penghasilan, sedangkan ayi tetap mendapat penghasilan walaupun tidak sebanyak biasanya. Waktu saya membeli bunga, ayi sempat mengatakan bahwa kali ini yang membeli bunga tidak banyak, sepertinya karena cuaca terlalu dingin. Namun demikian, ayi tetap berusaha supaya dagangannya laris.

Memang benar kata ayi. Sepanjang jalan menuju tempat wisuda, saya tidak melihat orang-orang membawa bunga seperti hari wisuda biasanya. Yang ada, saya diliatin banyak orang karena membawa banyak bunga. Saya sempat berpikir, jangan-jangan orang-orang tidak tahu bahwa ayi hari ini jualan. Yah, hitung-hitung saya jadi iklan gratis untuk ayi deh.

Syukurlah, ternyata dugaan saya salah. Sesampainya di ruangan wisuda, saya melihat cukup banyak buket bunga. Selain itu, ada lagi beberapa orang yang datang sambil membawa buket bunga. Dari bunga, kertas pembungkus serta modelnya, saya dapat mengenali bahwa buket-buket bunga itu buatan ayi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline