Lihat ke Halaman Asli

Rindu di Ujung Koridor

Diperbarui: 11 November 2015   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Percikkan air hujan tersebut mulai jatuh membasahi tanah, suaranya sekan sahut menyahut bersama nyanyian serangga malam. Hal itu membangunkan ku dalam lamunan. Ingatan-ingatan manis seakan menghasut ingin kembali dalam benakku. 

Yah ingatan manis tentang Dia, seorang dengan hati yang mudah menarik rasa, ibarat memiliki sebuah zat atraktan seperti serangga yang menebar pesona. 

Masa perkuliahaan adalah masa yang menggugah emosi, memicu asa untuk membuka rasa dan menyisakan rindu yang membekas di raga.

Hari itu seperti biasanya layaknya seorang permaisuri pesoananya membangunkan naluri untuk menatapnya. hanya mentap tak perlu sepatah katapun untuk menyapa karena sesungguhnya tak ada daya untuk bibir berucap. Kagum tepatnya yang menggambarkan suasana saat itu. 

lembar per lembar buku itu terbuka begitu besar percikkan semangat untuk meraih setitik ilmu untuk hari ini dari dirinya. Iya dia adalah seorang yang penuh dengan keinginan kuat untuk berhasil dalam menggapai setiap cita yang telah ia ukirkan dalam benaknya. Salah satu hal yang juga menginspirasiku.

Tak pernah sedikitpun ku palingkan fikiranku dari wajahnya, seandainya rasa malu tak membaluti keberanianku saat itu mungkin pandangan mata ini pun takkan mungkin berpaling dari parasnya yang begitu menenangkan. Wajahnya mungkin tak seputih sutera namun senyumnya yang menyejukkan telah cukup mewarnai suasana di sekitar koridor itu.

Dalam benakku seandainya waktu ini dapat kuabadikan layaknya kenangan yang selalu ada dalam ingatanku saat ini, ingin aku terus berada di koridor tersebut walau hanya menatap wajahnya. Yah koridor yang selalu kurindukan

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline