[caption id="attachment_153150" align="aligncenter" width="539" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Met Pagi Guys,
Judul diatas saya copy langsung dari berita Kompas hari ini (Indra Akuntono, ING | Inggried Dwi Wedhaswary | Jumat, 2 Desember 2011 | 09:54 WIB). Gimana?sudah dibaca? Maaf lantang, karena mau langsung comment nih, langsung aja ya : Lagi-lagi kelakukan sikap diskriminatif yang ditunjukan oleh bangsa ini. Yang saya tidak habis pikir lagi, sikap perlakuan konyol ini muncul dari lingkungan sekolah dan sekolah swasta beragama yang cukup terkena (ada nama lah). Terlepas Papa si anak ini "nakal" lah, "tukang jajan" lah, gak setia ama istri lah, kenapa anak-nya yg punya hak untuk meraih pendidikan yang layak malah ditolak sama institusi pendidikan yang notabene lingkungan orang-orang berada?? Lumayan konyol juga kalau ternyata sekolah yang menolak puteri si Papa HIV ini didesak juga oleh orang tua-orang tua siswa lainnya yang tidak ingin anak-anaknya tertular penyakit HIV dari anak tersebut. Itu orang tua-orang tua siswa apakah tidak berpendidikan??kalau tidak berpendidikan(padahal orang berada),apa tidak mampu bayar internet Rp.5.000/jam di warnet untuk cari informasi apakah HIV/AIDS itu?? Kalau terlalu pelit untuk keluar uang goceng untuk cari info di internet, apa masih malas tanya sama dokter langganannya apakah seorang anak yang belum tentu terkena virus HIV, bisa menular di sekolahan?? Kecuali anak itu mau memperkosa siswa-siswi lain, atau mau minjemin alat suntik (narkoba) ke siswa-siswi lain, gimana bisa orang tua-orang tua berpikir pendek/cetek kalau anak kecil ini bisa menularkan penyakit (yg belum terdiagnosa positif) ke anak-anaknya?? Coba lihat posisi sekolah itu, itu cabangnya di area Sunter, Kelapa Gading, Pulo Mas loh, jelas donk orang tua siswa-siswi di sekolahan itu pekerjaanya bukan mungutin botol aqua bekas atau ngamen di lampu merah. Tapi kok pola pikirnya seperti itu?? Bukannya malah galang solidaritas karena beban mental keluarga yang terkena aib dari si Bapaknya, malah galang kekuatan untuk mendorong yayasan menolak seorang anak kecil yang punya hak dan mau berpendidikan supaya tidak punya pikiran tolol dan bodoh dan auban (keras kepala) seperti orang tua-orang tua siswa yang menolaknya bersekolah disitu. Saya tidak punya mobil, saya tidak punya ijazah S1, tidak akan mampu sekolahin anak ke level sekolahan cukup ternama seperti itu, tapi setidaknya saya tidak bersikap seolah-olah saya orang pendidikan tinggi tapi kelakuan kayak orang "auban" yang tidak tahu apa-apa. Coba Anda yang baca artikel saya dan kebetulan orang tua siswa-siswi yang menolak anak tersebut, berpikir secara logis dan obyektif, silahkan tanya orang medis/dokter (jangan ke dukun atau tukang sulap), apakah reaksi atau pendapat dan tindakan Anda itu tepat dan etis?? Atau malah jangan-jangan saya -nya yang tolol ketinggalan berita karena mungkin PBB dan Dunia sudah menyatakan bahwa virus HIV itu sudah bermutasi jadi penyakit super ganas seperti EBOLA atau Flu Burung ya?? Sekali sentuh, langsung "sudden death" ?!? Salam kenal, Zack (belum nikah dan belum punya anak, malah belum punya pacar!)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H