Lihat ke Halaman Asli

Apakah Boleh Pernikahan dengan Non-Muslim Dilaksanakan?

Diperbarui: 1 Mei 2023   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada dasarnya, sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan pendamping dalam hidupnya baik untuk berbagi cinta, kasih, melanjutkan keturunan, menyempurnakan agamanya. Agar tidak jatuh dalam kemaksiatan, maka harus mempunyai ikatan yang sah yaitu pernikahan. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dengan berpasang-pasangan, termasuk di dalamnya manusia. Karena Indonesia memiliki keberagaman suku, ras dan agama, maka pernikahan dengan yang berbeda suku atau bahkan pernikahan beda agama banyak terjadi di Indonesia.

A. Pengertian Secara Etimologi dan Terminologi

Pengertian pernikahan secara etimologi Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut Bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan adalah suatu perjanjian untuk melegalkan hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan. Pernikahan berasal dari kata kata nakaha dan zawaja. Nikah dalam dalam Bahasa Arab bermakna (al-wath’u) yakni bersetubuh atau berhubungan intim, atau juga bisa bermakna penyambungan atau penghubungan.

Sedangkan nikah secara Terminologi di kalangan ulama ushul berkembang menjadi dua macam pendapat tentang arti lafaz nikah, yaitu: Nikah menurut arti aslinya (arti hakiki) adalah setubuh dan menurut arti majazi (metaforis) adalah akad yang dengan akad ini menjadi halal hubungan antara pria dan wanita; demikian menurut golongan Hanafi. Nikah menurut arti aslinya adalah akad yang dengan akad ini menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazi ialah setubuh, demikian menurut ahli ushul golongan Syafi’iyah. Zakaria al-Ansari mengemukakan bahwa nikah adalah suatu akad yang mengandung jaminan diperbolehkannya persetubuhan dengan lafadz nikahdan sejenisnya.

Berdasarkan terminologi fikih Islam klasik, non-muslim disebut zimmi, yang diartikan sebagai kaum yang hidup dalam pemerintahan Islam yang dilindungi keamanan hidupnya dan dibebaskan dari kewajiban militer dan zakat, namun diwajibkan membayar pajak (jizyah). Istilah non-Muslim digunakan untuk menyebut orang- orang yang bukan penganut agama Islam. Non-Muslim sering disebut juga ahlul-kitabb. Secara etimologis, ahlul kitab berasal dari dua kata dalam bahasa Arab, ahl yang berarti “keluarga atau kerabat dekat” dan al- kitab yang berarti lembaran atau buku. Ahlul kitab dapat diartikan yang memiliki kitab suci yang diturunkan sebelum al-Qur`an.

Anwar menjelaskan, orang yang tidak beragama Islam dalam pergaulan sehari-hari disebut dengan non-muslim atau orang yang tidak beragama Islam. Maksudnya, orang yang tidak dan atau belum beragama Islam itu artinya adalah orang yang belum lagi bisa menerima kebenaran dari ajaran agama Islam. Merupakan definisi yang sangat luas, para ulama berpendapat bahwa istilah non-muslim atau kafir disimpulkan oleh pakar al-Qur’an, Syeikh Muhammad Abduh segala aktifitas yang bertentangan dengan ajaran tujuan agama. Tentu saja maksudnya tidak mengarah pada suatu kelompok agama saja, akan tetapimencakup sejumlah agama dengan segala bentuk kepercayaan dan variasiritualnya. al-Qur‟an menyebutkan muslim ini secara umum seperti dalam Q.S al-Hajj ayat 17:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالصَّابِـِٕيْنَ وَالنَّصٰرٰى وَالْمَجُوْسَ وَالَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓا ۖاِنَّ اللّٰهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ  .

17. Sesungguhnya orang-orang beriman, orang Yahudi, orang Sabiin, orang Nasrani, orang Majusi dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.

Dapat disimpulkan bahwa pernikahan dengan non muslim adalah pernikahan antara pemeluk agama islam dengan yang tidak memeluk agama Islam (beda agama dan keyakinan), tetapi mereka tetap berpegang dan mempertahankan agamanya masing-masing.

B. Urgensi Pernikahan dengan Non-Muslim

Di era serba modern ini, pergaulan generasi milenial semakin luas. Bahkan tanpa batas, tanpa sekat etnis, suku dan agama. Apalagi, mahasiswa yang sedang menempuh Pendidikan di kampus-kampus besar, yang sangat majemuk dalam berbagai aspek. Termasuk pergaulan antar beda agama. Karena kita memang hidup di negara yang majemuk, maka hal ini sudah biasa. Persinggungan antarpemeluk agama yang berbeda didunia akademik sudah menjadi hal yang lumrah. Bahkan tidak jarang, mahasiswa dan mahasiswi memadu kasih (berpacaran) dengan orang yang tidak seiman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline