Pengalaman Fasilitator Lapangan (FL) Proyek SCBFWM Regional Jawa Tengah, Somairi, dalam pembinaan kelompok masyarakat dalam mengelola hutan dan DAS di Kawasan Dieng.
[caption id="attachment_339729" align="alignnone" width="1189" caption="Pola pertanian intensif masih menjadi kendala utama dalam upaya pengurangan degradasi lahan di Kawasan Dieng, perlu kreativitas yang ekstra untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat"][/caption]
Kawasan dieng merupakan dataran tinggi yang potensial sebagai peresapan air atau bisa di sebut kendi penyimpanan air yang keberadaanya akan membantu keberlangsungan kehidupan di Jawa Tengah yang ada di enam wilayah kabupaten yaitu kabupaten Temanggung, Kendal, Pekalongan, Batang, Banjarnegara dan Wonosobo.
Kawasan Dieng merupakan salah satu hot spot lingkungan yang menjadi perhatian nasional dan menjadi prioritas utama bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan beberapa instansi Pemerintah pusat, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup yang diwakili oleh Regional Jawa serta bebrapa lembaga non pemerintah yang mempunyai kepedulian terhadap keberlangsungan kehidupan yang berkelanjutan.
Sub Das Tulis merupakan bagian dari kawasan dataran tinggi dieng, bagian hulu, Sub DAS Tulis sebagian besar terdiri dari lahan tegalan tingkat kemiringan curam dan curah hujanya setiap tahun bisa mencapai 4000 mili liter. Tanah tegalan yang curam ini sejak tahun 1979 ditanami tanaman semusim seperti kentang berada di desa Dieng, Campursari kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Desa Beji , Desa pekasiran, Desa Kepakisan Kabupaten Banjarnegara, tanaman cabai, wortel, jagung di desa Kalidesel, Mutisari kecamatan Watumalang, Desa semanganggung dan desa Babatan kabupaten banjarnegara sebagai satu satunya sumber pendapatan bagi petani. Pola penanaman kentang dan semusim lainya di Wilayah Sub DAS Tulis tersebut tidak mem-perhatikan kaidah-kaidah konservasi, yaitu guludan tanaman tegak lurus kontur padahal lahan terletak pada kemiringan yang cukup curam. Karena ada anggapan jika ditanam sesuai dengan kontur, kentang dan tanaman semusim lainya hasilnya kurang maksimal dan mudah terkena jamur karena kandungan air yang berlebihan pada saat musim hujan sehingga petani mengalami kerugian. Petani di wilayah Sub Das tulis ini rata-rata mempunyai lahan 0,3 ha maka para petani mengintensifkan pengolahan lahanya untuk berproduksi agar petani dan anggota keluarganya bisa tercukupi kebutuhan sehari hari, sehingga lahan sama sekali tidak di beri waktu istirahat.
Dari hal tersebut dapat memicu laju erosi di Sub DAS Tulis dan DAS Serayu yang mempengaruhi kehidupan keadaan bagian di bawahnya dan mengakibatkan sedi-mentasi serta pendangkalan sungai di daerah hilir. Selain itu, tanaman kentang ditanam dengan pola monokultur tanpa adanya tanaman keras. Kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan bagi kehidupan di dataran tinggi dieng bagian selatan khusunya yang berada di Sub DAS Tulis dan DAS Serayu, karena DAS Serayu ini merupakan infrastruktur kehidupan ekonomi seperti energi listrik tenaga air, industri kecil, pertanian, perikanan yang berada di kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap, manakala DAS Serayu ini rusak maka kemiskinan bertamah, lingkungan rusak kehidupan sosial masyarakat juga berubah karena wilayah kehidupan di kabupaten tersebut akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang akhirnya tidak tercapainya kehidupan berkelanjutan.
Saya Sebagai fasilitator lapangan program SCBFWM sejak tahun 2011 paham kondisi geografis ini, maka dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut saya berusaha membangun perencanaan dengan pelibatan para petani melalui CBO baik dengan pertemuan rutin maupun pertemuan informal para petani, pemerintah Desa dan SKPD agar kerja mengurangi degradasi lahan, meningkatkan pendapatan ekonomi petani bisa terwujud.
Dalam Mengurangi degradasi lahan saya mendorong CBO untuk melakukan penanaman tanaman keras pada lahan milik, sampai hari ini dengan adanya program dari SCBFWM lahan kritis yang sudah dilakukan konservasi baik di kabupaten Wonosobo maupun banjarnegara sudah mencapai 1308,8 ha. Dengan jumlah tanaman 654.500 batang dengan jenis tanaman kopi, Albasia, Jemitri, cemara gunung, Jabon, eucalyptus, carica, terong belanda, purwaceng dengan luas tutupan lahan tersebut pada awalnya tidak mudah bagi saya dalam mengajak masyarakat dikawasan dieng, namun saat ini dengan luas tutupan lahan dan tumbuhnyanya tanaman tersebut banyak manfaat yang di terima oleh masyarakat di kawasan dieng, petani dikawasan dieng bisa mendapatkan hasil secara langsung berupa menurunya longsor di lahan pertanian mereka, daun eucalyptus yang di suling menjadi minyak atsiri, buah carica dan terong belanda yang sudah berbuah dan di olah pada dasarnya mengajak para petani yang rata-rata hanya memiliki lahan seluas 0,3 ha ini tidak mudah karena mereka takut tanaman pertanianya terganggu khususnya tanaman kentang.
Ada pengalaman menarik pada tahun 2011 di CBO Sido Mulyo ada kehawatiran kalau lahan mereka di tanami kayu takut suatu saat lahan mereka di kuasai pemerintah, namun setelah saya jelaskan bahwa pemerintah tidak akan mengambil tanah masyarakat Dusun jawera sebagai basis CBO sido Mulyo, bahkan kalau masyarakat Dusun Jawera bisa mengelola lahan pertanian sesuai dengan kaidah konservasi masyarakat bisa mendapat insentif, ternyata mereka sadar dan antusias dalam melakukan penanaman dan perawatan. Ketakutan yang selama ini terbentuk di masyarakat jawera tidak terbukti, kenyataanya sampai hari ini tanaman keras yang ada di Jawera, tanaman tumbuh subur dan sangat memberikan manfaat bagi para petani. Menurut informasi dari indonesia power yang ada di kabupaten banjarnegara, dampak yang di rasakan pada tingkat sedimentasi di bendungan waduk sudirman sebagai sumber pemasok energi listrik jawa bali dari rata-rata setiap tahun mulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 tingkat sedimentasinya 4,5 juta m3, dan pada tahun 2013 akhir berkurang menjadi 2 juta M3 per tahun.
Sumber pendapatan alternatif ekonomi bagi petani di luar sektor pertanian adalah satu keharusan/kewajiban bagi saya selaku fasilitator lapangan bersama pengurus dan anggota CBO, agar upaya penyelamatan daerah aliran sungai bisa tercapai. diantaranya dengan menggali beberapa potensi yang dimiliki masing masing CBO, Untuk mengurangi degradasi lahan kegiatan yang dilakukan adalah mengembangkan potensi peternakan sapi dan domba adapun jumlah sapi yang ada dari dukungan program SCBFWM yang tersebar di CBO sejak tahun 2010 sampai dengan 2013 mencapai 11 ekor sapi, adapun perkembangan sampai dengan akhir Juli 2014 telah mencapai 28 ekor sapi. sedangkan domba sampai saat ini yang tersebar di beberpa CBO sudah mencapai 245 ekor. lebah madu yang ada desa Babadan dari 31 stup yang dimiliki, setiap bulan sudah menghasilkan 30 kg madu murni dan alami ( sumber berdasarkan dari data monitoring aset bulan Juli 2014).
Yang menarik sebagai dampak dari program SCBFWM di CBO Sido Mulyo dusun jawera Desa kalidesel dari 65 kepala keluarga dengan mendapatkan alokasi Domba pada tahun 2010 sebanyak 10 ekor domba, dan sampai agustus tahun 2014, sudah ada 40 KK yang mempunyai 45 ekor sapi, hal ini karena atas dorongan dan mutivasi yang saya lakukan terus menerus setiap pertemuan di kelompok dan di lahan.
Sementara untuk mengoptimalkan peran perempuan di CBO saya mendorong untuk mengolah hasil pertanian seperti Nasi Jagung Instan, kripik ubi jalar, tiwul instan, tepung Ganyong, brownise ganyong, kripik wortel, kripik kentang, jenang kacang dieng, dodol carica, carica sirup, carica insyrup. Dari semua produk olahan ini sudah banyak di kenal oleh masyarakat luas dan pemasarannya sudah mulai berjalan, pemasaran produk olahan ini dilakukan pada saat pameran, pesanan orang dari luar kota dan di pasarkan juga pada lokasi obyek wisata di kawasan dieng. Pengolahan carica yang di lakukan oleh CBO perkasa 2, desa dieng pada tahun 2011 saat ini sudah berdampak pada petani di pegunungan dieng dengan munculnya kelompok dan industri rumahan pengolahan dan pemasaran carica.
Pada tahun 2011 di jalur wisata desa patak banteng baru ada 1 pengolah carica yang sekaligus di pasarkan di depan rumah, setelah perkasa dua memasarkan hasil olahan carica di jalur wisata Desa patak banteng saat ini sudah puluhan bahkan hampir setiap rumah di desa patak banteng yang ada di pinggir jalan raya dieng sudah menjadi tempat usaha penjualan carica, berdasarkan dari pengamatan saya sudah ada 22 pedagang carica..
Sebagi wujud pemberdayaan masyarakat dalam penyelamatan Hutan Tanah dan Air saya mendorong juga uapaya membangun konservasi yang berkalanjutan dengan membentuk unit usaha simpan pinjam konservasi. Unit ini bertujuan untuk membangun kemandirian dibidang permodalan pertanian dan konservasi. Unit ini dinamakan “simpan pinjam konservasi” karena keuntungan dari unit simpan pinjam konservasi 20% di peruntukkan untuk bidang konservasi seperti membeli bibit tanaman keras atau membuat pembibitan tanaman keras dan bibit tanaman kopi secara mandiri. Di CBO Wana Tani dari modal Rp 16.000.000 pada tahun 2012 sampai saat ini sudah menjadi Rp 21.750.000 dan sudah membuat bibit kopi arabika sebanyak 5000 batang. Sementara di CBO Sido Mulyo dari modal Rp 8.000.000 sampai 23 Juli 2014 sudah menjadi Rp 22.000.000.
Keuntungan dari simpan pinjam CBO Sido Mulyo sudah mencapai Rp 14.000.000 dari keuntungan tersebut, akan di gunakan untuk sewa lahan seluas 0,4 ha selama 7 tahun dengan biaya sewa Rp 4.000.000 yang akan di gunakan untuk demplot konservasi berbasis ekonomi yang di tanami tanaman keras di batas kepemilikan lahan, terong belanda dengan jarak 1,5 meter dan rumput gajah. Demplot ini akan di jadikan pembelajaran dengan harapan model lahan seluas 0,4 ha bisa mencukupi kebutuhan satu keluarga.
Membangun Daerah Aliran Sungai dan lingkungan adalah bukan sekedar tanam menanam tanam keras berupa pohon di lahan milik petani atau di hutan negara, namun masyarakatnya harus di berdayakan dan di carikan solosi ekonomi alternatifnya selain itu juga masyarakat harus dijadikan subyek jangan hanya obyek sebuah program karena pembangunan DAS tidak akan berhasil manakala tidak melibatkan semua komponen masyarakat dan pengambil kebijakan.
Program SCBFWM regional jogjakarta di Sub DAS Tulis yang dilakukan sejak tahun 2010, yang saya rasakan sangat beda dengan program-program yang lain. Program SCBFWM ini dilakukan dengan pelibatan masyarakat dan semua SKPD mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat khusunya para petani bisa mengerti dengan sepenuh hati. Sampai pada akhirnya masyarakat mengerti substansi dan mau mengembangkan secara swadaya baik dalam usaha mengurangi erosi dalam bentuk perawatan tanaman keras, meningkatkan peningkatan permodalan, meningkatkan sumber-sumber ekonomi alternatif dan membangun jaringan pasar untuk penjualan hasil produk olahan.
Selain peran saya sebagai fasilitator, saya juga sebagai orang yang hidup di wilayah kawasan dieng merasa tangungjawab dan bekerja secara sungguh sungguh dalam membangun partisipasi masyarakat untuk selalu berpikir dan bertindak untuk penyelamatan kawasan dieng ini dengan berbagai upaya yang bisa meningkatkan peningkatan eonomi dan keberlangsungan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan di kawasan dieng khususnya di SUB DAS Tulis dan DAS Serayu. Somairi (+6285786772197).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H