Lihat ke Halaman Asli

Selamatkan Satinah

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait dengan batas waktu pelaksanaan hukuman mati hingga 3 April 2014 nanti terhadap Satinah Bint Jumadi, Buruh Migran Indonesia asal Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dengan ini Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyatakan sikap sebagai berikut :


Pertama, Pemerintah harus menyelematkan Satinah dari hukuman mati dengan cara apapun. Karena Penempatan Buruh Migran Indonesia (BMI) ke Arab Saudi telah melanggar pasal 27 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN), yang mengamanatkan “penempatan BMI ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing”. Kita tahu bahwa Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi baru membuat perjanjian dengan Pemerintah Arab Saudi pada Pebruari 2014 lalu. Kesalahan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Kami tidak mau mendengar lagi pemerintah menatakan kekurangan dana. Di sisi lain, kontribusi BMI dalam bentuk devisa terbesar kedua setelah minyak dan gas (migas).


Kedua, Pemerintah beserta DPR harus merivisi Pasal 10 Undang-Undang 39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN yang memberikan kewenangan terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) untuk menempatkan BMI ke Luar Negeri, khususnya Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sektor ini adalah yang paling rentan terhadap penindasan. Data BNP2TKI selama periode 1 Januari sampai 11 Desember 2013 menerima sebanyak 4.180 pengaduan kasus dan permasalahan dari BMI dan keluarganya. Data tahun sebelumnya sejak didirikannya Crisis Center BNP2TKI sampai dengan 2012 ada 12.270 kasus BMI yang terlanggar hak-haknya. Total ada 16.450 kasus yang terdata, ini belum termasuk BMI yang tidak melapor. Data Migran Care tahun 2013, 1249 BMI meninggal dunia, 265 terancam hukuman mati, 197.361 BMI Overstayer dan masih banyak lainnya. Data ini menunjukkan bahwa PPTKIS sudah tidak bisa dipercaya lagi untuk menempatkan BMI yang mayoritasnya adalah PRT. Maftuh Basyuni, mantan Ketua Satgas TKI mengatakan “PJTKI itu 'angkler' atau ibaratnya tidur nyenyak. Mereka tidak bertanggung jawab sama sekali tentang itu. Kalau saya ditanya bagaimana rekomendasi saya, tutup selanjutnya sampai akhir zaman”.


Ketiga, Menakertrans dan Kepala BNP2TKI harus menegaskan kembali mengenai kewajiban pemantuan BMI oleh PPTKIS. Seperti dalam amanat pasal 55 dan 56 Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Namun, hal tersebut tidak pernah dilakukan. Sepanjang proses advokasi BMI yang telah kami lakukan, semua PPTKIS tidak bisa membuktikan laporan pemantauan terhadap BMI secara berkala, yaitu enam bulan sekali dan tiga bulan sebelum kepulangan. Celakanya, kewajiban yang harus dilaporkan itu, juga tidak pernah diminta oleh keduanya.


Keempat, Menakertrans harus mengevaluasi para pejabat Atase Tenaga Kerja dan Staf Teknis Ketenagakerjaan di KBRI dan KJRI di negara penampatan. Karena berdasarkan Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2011, mereka mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan pendampingan (advokasi) dan bantuan hukum dalam persidangan di pengadilan, melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perwakilan PPTKIS negara penempatan, mitra usaha, dan pengguna jasa.


Kelima, Menlu harus mengevaluasi kinerja para Duta Besar, khususnya di negara penempatan. Karena

pelaksanaan Permenlu Nomor 4 tahun 2008 tentang Pelayanan Warga Negara Indonesia (Citizen Services), peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar negeri, mengatur pelayanan perlindungan dan bantuan hukum terhadap WNI yang menjadi BMI.


Keenam, menuntut kepada aparat penagak hukum untuk menegakkan supremasi hukum. Karena kasus-kasus yang menimpa BMI, sebagaian besar adalah kasus Perdagangan Orang (Trafficking).


Ketujuh, mengajak kepada seluruh BMI dan keluarganya untuk memilih calon wakil rakyat dan calon presiden yang berani dan melindungi BMI dari segala bentuk penindasan. SAY TO ZERO TOLERANCE FOR HUMAN TRAFFICKING & END MODERN SLAVERY!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline