Lihat ke Halaman Asli

Subagyo

Advokat

Pahlawan Demokrasi: Dari Kamari, Hingga Orang Papua

Diperbarui: 10 November 2016   13:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ikutilah orang yang tiada meminta balasan kepada kalian, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S.: Yaasiin: 21)

Saya mengambil inti ayat tersebut yaitu: “melakukan kebaikan atau perbuatan baik dengan tiada meminta balasan” sebagai cermin keikhlasan, inti dari akhlak baik manusia.

Beberapa orang yang saya nilai sebagai pahlawan demokrasi adalah sebagai berikut:

Kamari – Arief Budiman

Kamari adalah seorang petani Desa Banggle, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk. Ia akan saya sejajarkan dengan tokoh seperti Arief Budiman dan KH. Abdurrahman Wahid, sebagaimana saya sejajarkan dengan orang-orang Papua, sebab derajat manusia bukan pada ketokohannya melainkan “kebaikan apa yang telah dilakukannya dalam hidupnya.”

Ketika Arief Budiman semasa Orde Baru memproklamirkan diri secara terbuka sebagai golput (golongan putih) maka Kamari secara terang-terangan “mengibarkan bendera” Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di desanya yang merupakan basis Golkar. Jika rezim Orde Baru menganggap Arif Budiman melawan Pemerintah sehingga ia mengalami tekanan, maka Kamari pun dianggap “orang aneh dan pembangkang pemerintah”.

Kamari mulai mengalami diskriminasi perlakuan dari tingkat RT, RW, dusun, desa sampai kecamatan. Bahkan para petinggi Golkar di tingkat kabupaten harus sibuk melakukan segala daya upaya agar Kamari tidak menjadi slilit(penghalang) bagi Golkar. Waktu itu, pemerintah daerah yang berhasil memayoritaskan warganya menjadi pemilih Golkar akan memperoleh “penghargaan”.

Kamari dipanggil dalam rapat desa. Ia dikeroyok oleh pengurus desa, dan Muspika Kecamatan. Tetapi dengan lantang ia menjawab, “Kalau PDI tidak boleh dipilih, lalu untuk apa pemerintah mengizinkan adanya partai selain Golkar?” Atas pertanyaan itu tidak ada yang bisa menjawab. Beberapa waktu kemudian ada yang menjawab, “Kalau kita tidak sewarna, kelihatannya kita ini masyarakat yang tidak bersatu!” Lalu Kamari balik berkata, “Saya tidak memusuhi Bapak-Bapak dan Golkar, tetapi saya hanya menggunakan hak dan kesempatan yang telah diberikan oleh pemerintah. Jika memang mengibarkan bendera PDI dilarang, tolong sampaikan kepada pemerintah untuk membubarkan partai selain Golkar!”  Tak ada yang bisa menghentikan Kamari.

Kamari tidak didukung oleh siapa-siapa. Bahkan petinggi PDI di kabupaten waktu itu tidak pernah melakukan pembelaan kepadanya. Ia berjuang sendiri bersama beberapa orang PDI di desanya. Lain dengan Arief Budiman. Ia seorang intelektual yang bahkan di dukung oleh kawan-kawannya luar negeri sehingga ia bisa lebih leluasa membawa dirinya menurut gagasan yang diyakininya.

Tapi sayangnya, PDI yang ia perjuangan di tingkat desa, yang kini menjadi PDIP, sudah kehilangan ruhnya sebagai partai wong cilik. PDIP juga banyak melahirkan koruptor sama seperti parpol lainnya.

Arief Budiman – Gus Dur

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline