Manusia merupakan seorang khalifah atau pemimpin di bumi. Paling tidak ia bisa memimpin dirinya sendiri. Artinya ia bisa memanje kehidupannya untuk sistematis, disiplin, optimis, dan visioner. Sistematik di dalam kehidupan yaitu ia mampu menjalankan kehidupannya sesuai dengan pencapaian yang diinginkan atau diraih. Tentu untuk mencapai hal-hal tersebut, ia mampu mengatur aktivitas dan pola hidupnya. Sedangkan manusia yang berintegritas, ia disiplin dalam waktu, disiplin dalam menepati janji, dan disiplin dalam meempatkan dirinya.
Manusia yang bisa memimpin dirinya sendiri biasanya mempunyai sifat optimis dalam hidup. Tentu optimis itu selalu berusaha dalam menjalankan hidupnya untuk lebih baik dari hari ke hari. Perbaikan tersebut tentu bisa ia renungkan tatkala sesudah melakukan aktivitasnya dengan cara mengevaluasinya. Sering kali manusia jarang mengevaluasi apa yang telah dibicarakan, dilakukan, dan dilaksanakan. Akibatnya arah dan tujuan akhirnya akan hilang begitu saja. Ketika manusia melakukan sesuatu tanpa evaluasi maka ia sering kali terjebak dengan kata pesimis.
Di sisi lain, manusia yang bisa memimpin dirinya sendiri itu mempunyai jiwa yang visioner. Manusia yang visioner ialah manusia yang visi dan misi di dalam hidup. Visinya yang terpenting yaitu ia mempunyai capaian dari sesuatu yang dikerjakannya. Sehingga dengan visi tersebut akan berimplikasi pada misi yang berisikan indikator-indikator untuk menuju target yang diraih. Tentu indikator-indikator tersebut merupakan runtutan dari visi yang akan dijalankannya.
Ketika manusia hidupnya sistematis, disiplin, optimis, dan visioner maka ia akan menjadi manusia yang idealis atau realistis. Tentu manusia yang idealis itu manusia yang mempunyai prinsip yang menerima dan hidup menurut standar moral, estetika, dan religius. Sedangkan manusia yang realis yang menekunkan dirinya pada fakta-fakta yang detil pada kehidupan nyata sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ide-ide khayalan. (H. Titus:225:241-242)
Manusia yang idealis tentu ia mempunyai pendirian dan kemandirian. Biasanya manusia yang idealis, dia mempunyai sikap yang berbeda dengan pandangan mayoritas. Sebab ia melihat dengan sesuatu yang baik untuk dirinya dan maslahat untuk khalayak umum. Tentu manusia yang idealis tidak mudah untuk digoyah pada ide-ide dan gagasannya. Sebab keputusannya selalu ia pertimbangkan dengan matang. Apalagi ia selalu menargetkan bahwa tujuan akhirnya selalu estetik.
Lain halnya dengan manusia yang realistis, ia selalu mengaitkan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Anggapannya terkadang, melanjutkan apa yang telah dicanangkan oleh orang sebelumnya akan membawa maslahat. Sebab pendahulu mempunyai pengalaman yang lebih dibanding pelanjutnya. Sehingga orang yang realistis mudah terbawa arus pada situasi dan kondisi yang terjadi di kehidupan nyata.
Orang yang idealis terkadang mempunyai banyak hambatan dalam pergerakannya. Sebab mereka tidak menerima secara keseluruhan terhadap sesuatu yang datang kepadanya. Di sisi lain ia sangat cermat dan teliti terhadap satu perkara yang dihadapinya. Untuk itu orang yang idealis tidaklah pragmatis melainkan ia akan melalui proses yang harus dilewatinya. Proses tersebutlah yang menjadi pendewasaan dan pembelajaran bagi dirinya.
Orang yang realitis biasanya akan mudah diterima di dalam lingkungan. Karena ia membangun sesuatu tanpa merobaknya dan merubah total. Akan tetapi membangun sesuatu itu menyempurnakan yang telah dilakukan oleh pendahulunya. Biasanya orang-orang yang realistis itu lebih pragmatis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H