Lihat ke Halaman Asli

Sayyid Jundi Anzar Simanjuntak

Aktivis Pelajar | Mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta | Hubungan Internasional | 151230181

Respon Teori Politik Internasional terhadap Pembantaian Muslim Uighur di China

Diperbarui: 31 Mei 2024   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest

Penggunaan konsep teori politik internasional dalam kegiatan politik internasional memiliki banyak pengaruh dalam pengambilan keputusannya. Teori ini memiliki banyak sekali pandangan hingga konsep untuk mengantisipasi segala sesuatu penyelewengan pergerakan negara dalam kepentingan politik internasional, di dalam antisipasi yang dilakukan sehingga negara-negara memiliki landasan hingga batasan di dalam kehendak otonomi politiknya. Ketika misalnya kasus sebuah negara yang memiliki dampak terhadap suatu hubungan maka disitulah peran teori politik dan konsep utamanya menjadi penunjang untuk bisa menjembatani hubungan perdamaian negara itu sendiri. Karena pada umumnya Konflik secara internal maupun eksternal memiliki dampak yang beda namun dapat mempengaruhi kebijakan politik luar negerinya. Maka didalam gambaran umumnya, teori politik internasional tidak selalu berpaku pada satu atau dua teori melainkan menggabungkan segala sesuatu konsep dan teori untuk menjawab tantangan dan resolusi perdamaian itu sendiri. Teori Politik Internasional lah yang menjadi modal utama untuk melihat sebuah perspektif lebih luas dan mendasari hal-hal terkecil hingga terbesar.

Konflik di negara China dalam kasus Pembantain Muslim Uighur tentu menjadi sorotan internasional karena perilaku atau tindakan represif yang dilakukan oleh otoritas China dianggap jauh dari kemanusiaan. Sikap represif China terhadap umat muslim di sana tentu menjadi persoalan yang sangat besar didalam perjanjian perdamaian dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak asasi Manusia harus menjadi tahta tertinggi dalam persoalan politik, karena dalam hak asasi ini semua manusia perlu dijaga dan dijunjung kehormatannya sebagai makhluk yang saling membutuhkan. Lantas ketika tindakan pembantaian dan intimidasi terhadap agama islam yang minor di negara tersebut perlu dipertanyakan substansi pembantaian, atau sebab apa yang meyakinkan pemerintah China untuk memberikan tindakan serupa terhadap mereka yang menganut agama islam. Ketika keadilan dan kebebasan beragama menjadi salah satu acuan hak asasi manusia, tentu sangat disayangkan justru kebebasan itu terhalangi atau bahkan dilarang karena dianggap perbedaan yang sangat signifikan antara satu agama dengan agama lainnya. Maka esensi dalam tindakan ini sangat jauh dari aspek kemanusiaan yang selalu dijadikan bahan teoritis oleh para elit global. Tragedi Muslim Uighur sangat disayangkan dan perlu adanya pemahaman atas pemahaman agama tersebut, karena pada dasarnya kesalahan memahami paradigma agama menjadi sumber utama dalam menjadikan hal ini terus berlanjut dan tidak pernah ada penyelesaian secara konstruktif, melainkan hanya penyelesaian dan tekanan politis yang kita sendiri tidak tahu tragedi ini akan selesai. Ketika misalnya penyelesain ini hanya dengan cara politis maka harapan untuk perdamaian dan substansi hak asasi manusia pantas dikatakan "kosong" dan tidak ada kepemilikan makna itu sendiri. Filsuf Yunani kuno pernah mengatakan "Hidup yang tidak Pernah Di isi, maka tidak pantas dimaknai". Gambaran jelas sudah digambarkan oleh sang filsuf melalui kehidupannya di masa romawi kuno dahulu dan tentu memiliki relevansi yang kuat atas segala sesuatu tindakan yang telah dilakukan dan diucapkan. Sehingga teori-teori tentang perdamaian, hak asasi manusia, keadilan hanya sebagai pajangan politik bukan menjadi representasi kebijakan dan tindakan politik. Gagalnya pemaknaan ini perlu hadirnya peran teori politik internasional sebagai penunjang kebutuhan memenuhi asas tersebut kedalam peranan yang lebih krusial.

Situasi demi situasi hingga kecaman berbagai pihak sudah seharusnya negara China berhenti melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya sendiri yang menganut agama dan pemahaman yang berbeda dari mayoritas. China perlu dalam hal ini menyikapi penanganannya lebih konstruktif untuk menunjang aspek keadilan dalam menjamin kehidupan manusia di negaranya, dalam hal apapun negara lah dengan otonomi tertinggi yang punya hak istimewa dalam menjaga dan menjamin. Kecaman negara-negara terhadap tindakan China merupakan bentuk representasi eksistensi teori politik internasional yaitu meliputi adanya, Realisme, Teori Keamanan dan Teori Keadilan. Terhubungnya ketiga teori ini dalam persoalan tragedi muslim uighur menjadi landasan dan acuan berpikir untuk penyelesaian konflik yang sedang terjadi.

Teori Keadilan
Dalam sudut pandang lain dalam teori politik internasional ada salah satu penunjang terpenting untuk menyikapi kehidupan sebagai asas utama hak manusia. Jika kita lihat juga dalam konsep penerapan teori keadilan, tentu hal ini sangat jauh dari kata atau identitas keadilan itu sendiri. Teori keadilan tentu menjadi penunjang utama untuk menjaga keadilan dan kesetaraan kehidupan, namun pada kenyataan yang terjadi di China, pembantaian dan intimidasi ini sangat jauh dari kenyataan teori ini sendiri. Kalau China memahmi isi dari keadilan itu sendiri tidak ada penyelesaian dengan cara represif seperti ini. Keadilan merupakan penerapan dari bentuk dialektika yang dibangun untuk memahami perbedaan yang sedang dialami, ketika pembangunan dialektika antara perbedaan untuk memenuhi esensi keadilan itu sendiri tidak akan adanya penyelewengan orientasi kemanusiaan.

Teori Perdamaian

Dalam Sudut pandang teori perdamaian sebagai salah satu representasi teori politik internasional, dalam hal ini China Sudah melanggar orientasi perdamaian sebagai aspek nilai perdamaian dunia dengan melakukan tindakan intimidasi dan pembantaian terhadap etnis muslim di Uighur. Teori Perdamaian selalu berpacu pada menghargai dan memberikan sikap toleransi atas perbedaan yang hadir. Dalam kasus pembantaian ini variabel menghargai dan sikap toleransi sangat jauh dari keberadaan teori perdamaian itu sendiri yang dimana menjadi pondasi utama dalam menjaga kehidupan manusia yang adil dan makmur. Pembantaian China terhadapumat muslim di Uighur dengan alasan sebagai menjaga kehidupan ideologi bangsa China sanat disayangkan dengin aksi tersebut menganggap para penganut agama islam sebagai bentuk ancaman negara. Padahal sudah sangat jelas perdamaian merupakan aspek tertinggi dalam kehidupan, karena dengan adanya perdamaian kehidupan secara norma sosial masyarakat maupun ke tahapan pemerintah. Sehingga ketika China menganggap bahkan melakukan penangkapan terhadap umat muslim hingga para tokohnya yang disebut sebagai tokoh radikal, perlu adanya ketentuan hukum yang berlaku atas asas kemanusiaan dan keadilan. Jika pada akhirnya hanya menggunakan asumsi dan kepentingan politik sebagai alat senjata dalam melakukan"Dehumanisasi" ini tentu sangat jauh dan melanggar hukum dan HAM. Dengan adanya peranan teori keadilan sebagai elemen untuk menjaga kehidupan perlu dijunjung tinggi oleh negara China dalam melakukan sikap kenegaraan terhadap kaum minoritas yang dikorbankan untuk kepentingan politiknya.

Pandangan Dalam HAM

Hak Asasi Manusia dalam persoalan konflik ini tentu akan menjadi sorotan banyak negara terhadap pembantaian dan intimidasi yang terjadi. Pembantaian dan intimidasi yang terjadi di China bagi perspektif banyak negara merupakan langkah politis bukan langkah-langkah pencegahan atau edukasi terhadap kaum minoritas. Dalam konsep luas HAM, semua manusia memiliki kebebasan dan hak untuk menjalankan dan mengambil sikap dalam hidup selama tidak bertabrakan dengan norma yang telah ditetapkan secara bersama. Perbedaan merupakan bagian dari hak asasi manusia untuk menjamin kehidupan, namun dalam kasus ini penjaminan kehidupan mat muslim di Uighur telah ternodai dengan kepentingan substansi politik tanpa melakukan pertimbangan untuk melakukan dialektika. Pembantaian Muslim di sana digambarkan sebagai pengkhianatan nilai dan esensi HAM itu sendiri, itu diakibatkan karena dalih politis yang menganggap umat muslim sebagai umat yang intoleran terhadap kehidupan lain. Namun kenyataan yang terjadi, justru sikap intoleran dan diskriminasi dilakukan oleh otorita itu sendiri. Dalam pandangan HAM inilah yang dinamakan sebagai kejahatan tingkat tinggi dalam sektor kehidupan kemanusiaan karena menghilangkan nyawa dan melakukan intimidasi dengan tanpa alasan hukum melainkan alasan politis yang berakibat pada hilangnya nilai HAM dan hanya menjadi bagian dari teoritis belaka bukan bentuk aktualisasi nilai HAM.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline