Akuntansi telah lama menjadi tulang punggung dalam dunia bisnis, membantu perusahaan dan individu untuk mengelola keuangan secara efektif dan efisien. Namun, di era modern ini, akuntansi tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat hitung untung-rugi, tetapi juga sebagai sarana untuk mengintegrasikan nilai-nilai sosial, humaniora, bahkan spiritual. Penerapan paradigma integrasi ini menjadi semakin relevan, terutama dalam konsep-konsep seperti zakat, infak, dan sedekah.
Dimensi Bayani:
Al-Qur'an memberikan panduan moral yang relevan bagi pengelolaan harta, salah satunya melalui Surah Al-Baqarah ayat 177:
Ayat ini menegaskan bahwa kebajikan bukan sekadar formalitas ibadah, tetapi juga melibatkan komitmen sosial seperti memberikan harta kepada yang membutuhkan. Dalam lingkup akuntansi, konsep ini dapat diartikan sebagai kewajiban untuk menyisihkan sebagian pendapatan baik oleh individu sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
Dimensi Burhani
1. Akuntansi sebagai Alat Pengelolaan Sosial
Secara praktis, paradigma burhani menyoroti pentingnya sistem akuntansi dalam mendukung pengelolaan zakat dan sumbangan sosial. Dalam banyak perusahaan, terutama yang berorientasi pada nilai-nilai Islam, alokasi dana untuk zakat, infak, dan sedekah telah menjadi bagian menyeluruh dari laporan keuangan.
2. Penyisihan untuk Zakat dan Sumbangan Sosial dalam Pengelolaan Keuangan Pribadi
Bentuk individu maupun perusahaan yang ingin menerapkan nilai-nilai Islam dalam akuntansi seringkali menyisihkan dana khusus untuk zakat, infak, atau sedekah. Praktik ini menunjukkan bahwa akuntansi tidak hanya melibatkan angka, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai etika yang lebih besar.