Lihat ke Halaman Asli

Sayyidati Hajar

Perempuan Timor

Aleena (Sebuah Upaya Menulis Catatan Pendek untuk Asni Yurika)

Diperbarui: 20 Desember 2018   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Yurika Asni  Lahir di Lhokseumawe,  Aceh. Secara pribadi saya belum begitu kenal perempuan berpostur tinggi yang kini tinggal di kota Kupang itu.  Saya ingat betul kurang lebih dua bulan yang lalu kami bertemu untuk pertama kalinya di kantor IRGSC.

Saya diundang oleh Kak Manuel Alberto Maia (sutradara muda NTT) dari Komunitas Film Kupang (KFK) yang bekerjasama dengan sebuah organisasi internasional yang fokus pada migran (IOM). Mba Yurika, (begitulah saya menyapanya) adalah  salah satu di antara pegawai IOM.  Saya sedikit mengenal Mba Yurika karena terlibat dalam kegiatan Global Migration Film Festival 2018 di Kupang.  

Pelan-pelan saya tahu  Mba Yurika seorang penulis novel. Novel pertamanya Aleena sebuah perjalanan hidup saat itu didiskusikan di kantor IRGSC. Sayangnya saya tidak sempat hadir saat diskusi  itu berlangsung. Saya penasaran dengan novel itu karena berkisah tentang perjalanan hidupnya selama menjadi  relawan di Somalia dan Pakistan.  

Aleena  merupakan buku pertamanya. Saya kagum pada keberaniannya menceritakan rentetan peristiwa yang  dialami. Saya belum mengonfirmasi berapa  persen  fakta dalam novel Aleena yang benar adalah kisah  hidupnya dan berapa persen balutan fiksinya.  Hemat saya,  hampir delapan puluh persen cerita ini adalah fakta.

Bila saya salah itu artinya saya terlalu percaya diri menyimpulkan sesuatu.  Bisa juga saya terlalu terbebani  dengan  profil  penulis yang terpampang di akhir halaman  buku dan  saya tidak benar-benar merdeka membaca Aleena.

Baiklah, mari kita beranjak memasuki bagian  novel  yang mengaduk  emosi saya.  Pada bagian  ini saya membaca dengan napas tertahan dan bola mata bergerak  cepat karena ingin segera menyelesaikan bagian paling  deg-degan itu.

Saya begitu merasakan  situasi di mana Aleena (toko utama dalam novel) keluar diam-diam tanpa pengawasan dari area  kantornya. Ia hanya dipandu  sopirnya.  Tentu di wilayah konflik  seperti  latar  yang diceritakan  dalam novel ini, itu sebuah  tindakan berisiko yang  membuat was-was.

Apalagi Aleena adalah pekerja asing di Pakistan. Keberadaan pekerja asing dijaga ketat  setiap  kali melakukan tugas ke daerah-daerah  konflik.  Saya ikut  merasakan  bagaimana hidup menyilih  peluru yang bisa datang dari mana  saja arahnya. Harus mengantisipasi setiap perjalanan dengan kendaraan,  helm, dan rompi anti peluru. Keadaan  di mana nyawa bisa melayang kapan saja ketika terjadi serangan tiba-tiba.

Novel  ini  adalah sebuah perjalanan  yang jujur dan apa adanya.  Sebuah kesaksian hidup  dari wilayah konflik  yang  mencekam tanpa  banyak  dibalut dengan  imajinasi dan majas-majas yang tinggi. Paragraf-paragraf dalam cerita  mendeskripsikan kondisi geografi  sosial yang lagi-lagi saya katakan dihidupkan  dengan bahasa yang jujur dan sederhana.

Akhirnya,  dengan sebuah usaha  untuk  kembali  menuliskan apa saja sebagai bentuk hukuman  atas kemalasan  saya menulis  dua tahun  terakhir  ini. Maka maafkan bila  catatan ini  hanya 'segini'. Saya sedang berupaya menulis kembali. Selamat untuk Aleena, selamat  Mba Yurika Asni.  Bagi saya Aleena sudah pulang.  Ia tak tak butuh  sekuel.

Kupang, 19 Desember 2018
Salam,
Sayyidati Hajar

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline