Lihat ke Halaman Asli

Sepatu Adit

Diperbarui: 1 April 2017   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sambungan cerpen sepatu Adit...

Aduuh!! Sakit Pak Ustadz.. Ampuun, rengek Adit. Dimana kamu sembunyikan sandal anak-anak?. Kamu itu masih kecil tapi nakalnya.. Astagfirullohal’adziim, pekik pak ustadz dengan pasrah. Dengan telinga yang masih dijewer tangan pak ustadz, Adit berjalan ke arah semak tempat dia menyembunyikan sandal. Dikembalikanlah sandal anak-anak. Dan suasana masjidpun menjadi ramai dikarenakan omelan anak-anak panti. Hujatan anak-anak membuat Adit begitu kesal, bukannya membuat kapok tapi malah memotivasinya untuk lebih nakal lagi dan membuat strategi yang lebih matang.

*

Kamu harus mati Adit! Kamu harus mati!, teriak laki-laki berperawakan tinggi dan kekar. Matanya merah. Seolah menggambambarkan kemarahan yang begitu amat. Tangannya mencengkeram sebilah pedang, memakai jubah warna hitam pekat dan wajahnya tertup olenya. Adit berlari semampu yang dia bisa. Menerjang apapun yang di lewatinya. Nafasnya begitu tersengal-sengal menandakan bahwa tenaganya sudah mulai terkuras. Habis.

Toloong! Toloong! Pak ustadz, teman-teman, dimana kalian! Tolong aku, teriak Adit. Tak kuasa lagi ia menahan air matanya. Dalam hatinya bertanya-tanya. Kemanakah mereka, dan dimanakah ia saat ini. Ia terus meronta berharap ada seseorang yang menolongnya. Dalam langkah yang tak terkendali, Ia tak menyadari bahwa ia lari menuju jurang. Diapun berhenti di tepi jurang yang sangat curam. Hahaha.. mau lari kemana lagi kamu?. Sekarang terimalah akibat dari menjaili temanmu!. Terimalah ini!! . Tidaaaakk!!

*

Sore ini cuacanya begitu dingin. Hembusan angin merayap di setiap pori-pori kulit. Teramat dingin. Hingga membuat orang enggan keluar rumah . Mereka lebih memilih menghangatkan tubuh di rumah masing-masing. meneduh teh atau kopi dan ditemani beberapa makanan pelengkapnya.

Adit duduk termenung di siku jendela. Memandang tumbuhan yang bergoyang hebat. Awan terlihat begitu pekat. Seakan memberi berita akan turunnya hujan yang lebat. Sepertinya akan turun hujan deras, gumamnya dalam hati. Dengan langkah yang bermalas-malasan, kakinya melangkah menuju kasur tempat dia biasa berbaring. Di rebahkanlah tubuh kecil itu. Tanpa harus menunggu lama diapun terlelap.

*

Dit, bangun dit!. Seru pak ustadz sembari meggoyang-goyangkan tubuh Adit. Adit segera membuka matanya dan memeluk erat tubuh pak ustadz. Maafin Adit ya pak, maafin Adit, Adit janji gak akan nakal lagi, tangis Adit semakin menjadi-jadi. Iya-iya, bapak maafin. Memangnya kamu habis mimpi apa?, tanya pak ustadz. Aditpun meceritakan tentang mimpinya. Sesekali dia menangis dan kawan-kawan sekamarnya kini ikut bersimpati padanya. Aditpun berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi anak yang baik.

Bersambung...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline