Pada Ahad, 4 September 2022 kami melakukan salah satu rangkaian modul nusantara inbound Universitas Syiah Kuala. Dalam kegiatan tersebut kami mengunjungi salah satu kegiatan Car Free Day (CFD) di sana, dan tema kegiatan kami adalah "Kenali Asalku".
Di sana kami dapat melihat banyak manusia dengan beraneka ragam, biasanya di penuhi oleh keluarga maupun anak-anak yang berolahraga pagi di sana. Di sana kami menemukan permainan tradisional yaitu bakiak dan engrang, kami pun sangat antusias untuk memainkannya dan akhirnya kami pun bisa memainkannya.
Tidak hanya itu, dari kami juga menampilkan salah satu lagu Jawa di panggung CFD tersebut dan mengundang ketertarikan banyak peserta yang sedang berolahraga, jajan maupun bermain di skeiatar jalan tersebut. Hal ini mengindikasikan kepada kami bahwa nusantara itu sangat beragam, maka dengan keberagaman tersebut, kami saling bertoleransi satu sama lain.
Dari bermain bakiak, kami terlatih untuk berkolaborasi, bergotong royong, saling mendukung untuk kebermanfaatan stau sama lain. Kami juga memperkenalkan diri satu sama lain dan bercerita sedikit terkait kebudayaan daerah masing-masing yang mengajarkan kami nilai-nilai "Bhinneka Tunggal Ika" yang artinya kami berbeda budaya, adat istiadat, tapi kami tetap satu bangsa, satu Bahasa, satu tanah air, yakni Indonesia.
Pada pekan selanjutnya yakni Sabtu, 10 September 2022, kami melakukan beberapa kunjungan ke beberapa tempat bersejarah di Aceh seperti mengunjungi rumah ibadah antara lain Masjid Baiturrahman, Vihara, Gereja Katholik. Di mana disana kami belajar banyak hal terkait toleransi beragama. Walaupun Aceh sendiri terkenal dengan daerah syariat Islam, tapi tidak ada paksaan bagi non-muslim sendiri untuk mengikuti syariat Islam, seperti budaya penampilan, asalkan tetapi rapi dan sopan.
Pertama kali, kami mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan iconik Aceh yang terkenal dengan serambi Mekkah. Karena masjid tersebut merupakan salah satu masjid yang masih kokoh terbangun hingga kini pasca Tsunami 2004.
Di mana masjid tersebut telah mengalami banyak perubahan dan perluasan hingga saat ini namun tidak merubah bentuk asli. Di sebut Serambi Mekkah karena masjid ini seperti masjid yang berada di Mekkah sana. Aceh juga pertama di jajah di Nusantara dan dahulu masyarakat Indonesia sebelum hendak melaksanakan haji, terlebih dahulu singgah di Aceh.
Adapun filosofi kubah Masjid raya yang berwarna hitam sejak dibangunnya karena memang arsitektur rancangannya di bentuk dan dibangun demikian dan tidak berwarna. Kami juga mengunjungi Gereja Katholik Hati Kudus yang merupakan peninggalan sejarah kesultanan Aceh di masa lampau yang menunjukkan keterbukaanya terhadap perbedaan agama maupun suku.
Gereja tersebut beridiri sejak tahun 1926 dan diresmikan oleh Pastor Kepala Augustinus Huijbregets pada 26 September 1926. Kehadiran Gereja Katolik Hati Kudus di Kota Banda Aceh merupakan peninggalan sejarah yang menunjukkan keterbukaan kesultanan Aceh di masa lampau terhadap perbedaan agama dan juga suku. Gereja itu pun berarsitektur paduan antara tropis dan gaya kolonial Eropa Neo Klasik Modern yang telah disesuaikan dengan iklim tropis.
Gereja tersebut memiliki luas bangunan dengan ukuran 12 x 14 meter dengan ketinggian 12 meter. Di samping itu, Gereja Hati Kudus ini juga dilengkapi dengan menara yang memiliki ketinggian sekitar 22 meter, yang di atasnya terdapat lambang ayam jantan. Sehingga, gereja ini juga mendapat julukan sebagai "Gereja Ayam".
Kehadiran Katolik di Tanah Rencong jauh lebih lama daripada keberadaan gereja tersebut. 2 anggota misionaris katholik yaitu Dionisius dan Redemptus, yang ikut serta dalam kelompok dagang Portugis dengan mengunjungi Aceh dari Malaka.