Lihat ke Halaman Asli

Di Manakah Tuhan?

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13459547611261913966

[caption id="attachment_208711" align="aligncenter" width="400" caption="sumber gambar : mokhamaddina.wordpress.com"][/caption]

Tuhan ada dalam hatimu, ada dalam persangkaanmu

Adi Massardi menelusuri setiap rumah profesor yang dikunjunginya. Minat besarnya pada dunia mikrobiologi tidak ada yang menandingi. Bisa dibilang, setengah hidup Massardi adalah mikroba. Ia begitu cinta pada mikroba, bahkan melebihi kecintaan pada dirinya sendiri.

Budi Nirwan bertanya di mana Tuhan. Ia berkelana, mencari di mana Tuhan berada. Bertanya pada setiap orang yang dia temui. Setiap pemuka agama ataupun warga ditanyainya “Di manakah Tuhan? Apakah aku bisa melihatnya?”. Setiap orang yang ditanyainya menjawab “Tuhan ada dalam hatimu, dalam imanmu”

Adi massardi tidak puas dengan pengetahuannya. Selalu merasa haus akan ilmu pengetahuan. Ia ingin meneliti hakikat mikroba, dari mulai bentuk, fungsi, fisik sampai kepada mengapa mereka diciptakan. Ribuan buku sudah dibacanya, ratusan profesor biologi sudah disambanginya. Namun ia belum juga puas. Ia masih merasa menemukan apa yang dicarinya.

Budi Nirwan kelelahan. Perjalanannya hari ini membuat dirinya kelelahan. Betisnya keram. Beruntung ia ditolong oleh seorang kakek tua yang membawanya ke gubuknya.

“Kamu dari mana nak? “.

“Aku dari Indonesia kek”

“Mau kemana sampai bajumu lusuh begitu?”

“Mencari Tuhan kek. “

“Kamu tidak ada pekerjaan lain?”

“Tidak ada kek. Aku hanya ingin mencari di mana Tuhan. Aku tidak bisa melihatnya”

“Kamu yakin mau melihat Tuhan?”

“Yakin kek”

“Memang kamu siapa berani-berani menantang Tuhan seperti itu? Sudah minum dulu ini” katanya sambil menyodorkan segelas air putih.

“Terima kasih kek. Aku hanya manusia biasa yang tidak percaya pada apa yang mereka katakan. Mereka bilang, Tuhan itu ada dalam hati. Dalam iman”

Sang kakek tertegun sejenak mendengar penjelasan Budi. Kemudian ia melanjutkan pertanyaannya.

“Kalau Tuhan ada di kutub antartika, kamu mau ke sana lalu mati kedinginan?”

“Mau kek”

“Kalau Tuhan ada di gurun sahara. Kamu mau mati kepanasan?”

“Apa saja akan saya lakukan asal bisa melihat Tuhan kek”

“Kalau kamu harus ditelan lautan ombak atau diterjang badai?”

“Tidak apa-apa kek. Asal bisa bertemu Tuhan”

“Kalau begitu lanjutkan perjalananmu”

“Mengapa kakek tidak memberikan penjelasan di mana Tuhan?”

”Aku sudah bertanya kepadamu tiga kali. Dan kamu bersikeras tetap ingin bertemu Dia. Carilah sampai ketemu”

**

Adi Massardi masih haus akan ilmu. Masih mencari dan menggali. Sampai ia tiba di rumah sang kakek. Kakek itu adalah Jono, sang profesor yang tinggal di gubuk tadi. Ia mendapat rekomendasi dari kawannya, bahwa profesor Jono adalah jempolan untuk masalah mikroba.

“Kek, ajarkan saya tentang Mikroba. Saya mohon” pintanya

“Sudah berapa profesor dan buku yang kamu baca?”

“500 buku tentang jamur mikro, 200 tentang plankton, 1300 buku tentang amoeba, 200 buku tentang ragi. Aku sudah mendatangi 500 profesor yang tersebar di berbagai negara”

“Apa yang kamu inginkan dari mikroba?”

“Aku ingin mencari hakikatnya kek. Mohon ajari aku tentang itu”

“Kalau kamu mau,  menginaplah malam ini. Akan aku ajarkan kamu hakikat mikroba. Kamu sudah menempuh perjalanan jauh. Beristirahatlah di sini“

**

Keesokan harinya, kakek itu mengajari Adi memanjat pohon kelapa. Adi adalah pembelajar yang hebat. Walaupun ia adalah peneliti yang sering berkutat di dalam laboratorium, ia juga senang melakukan apapun, untuk tujuan akhirnya mendapatkan hakikat mikroba.

Sang kakek membawa Adi ke pantai dekat rumah gubuknya. Sebelum mengajarinya memanjat pohon kelapa, sang kakek bertanya dulu kepada Adi

.

“Apa tujuan kamu mempelajari hakikat mikroba?”

“Mencari hakikat Mikroba lalu mencari hakikat Tuhan. Karena mikroba adalah makhluk terkecil”

“Baiklah akan ku contohkan caranya naik pohon kelapa”

Sang kakek pun mulai memanjat pohon kelapa. Umurnya yang 67 tahun tidak menghalangi kelincahannya. Ia lincah seperti monyet, dan kakinya lekat seperti ada lem yang menemppel di telapaknya.  Setelah mencapai bagian paling atas, sang kakek turun.

Adi yang diajari langsung bersemangat, mencoba memanjatnya perlahan-lahan. Ia jatuh terpeleset berkali-kali, tetapi semangatnya tidak pernah pudar. Ia selalu mencoba dan mencoba lagi hingga ia mencapai ke puncak.

Di atas sana, Adi berteriak memanggil kakek.

“Kek, saya sudah bisa memanjat pohon kelapa. Selanjutnya pelajaran apa?”

“Turun kamu!” Perintah si kakek.

Sang kakek lalu bertanya, apa yang didapat Adi, setelah ia bisa memanjat pohon itu ke tempat yang paling tinggi.

”Apa yang kamu dapat setelah bisa memanjat pohon kelapa?”

“Bisa olahraga, bisa ambil kelapa buat orang banyak, bisa belajar sesuatu yang belum aku bisa”

“Jawaban bagus.” Lanjut kakek

“Maksud kakek?”

“Sekarang aku ingin bertanya padamu sesuatu. Dengarkan aku baik-baik” pertanyaannya dijawab dengan perintah.

“Apa tujuanmu mempelajari mikroba?”

“Aku ingin mencari hakikat Tuhan dalam ukuran Mikroba yang sangat kecil”

“Jawabanmu menarik”

“Memangnya kenapa kek?”

“Kamu tahu, jawabanmu itu seperti pemuda yang aku temui lima hari yang lalu. Ia juga ingin mencari hakikat Tuhan. Bedanya, ia bertanya pada setiap orang yang ditemuinya. Tapi ia tidak percaya begitu saja pada jawaban yang didapatnya”

“Apa jawaban mereka”

“Tuhan itu ada di dalam hatimu, di dalam imanmu”

“Aku juga tidak percaya itu”

“Baiklah kalau begitu. Kamu tahu, yang kamu lakukan itu seperti ingin menjelajahi langit beserta seluruh isinya. Kamu ingin berkelana mencari Tuhan dalam setiap atmosfer yang beterbangan, atau planet yang berotasi, kamu ingin menjelajahi langit. Sekarang pertanyaanku, bisakah kamu menjelajahi seluruh langit hingga mencapai hakikatnya?”

“Bisa”

“Bagaimana caranya?”

“Aku akan membuat pesawat ulang alik paling canggih lalu memulai perjalananku mengelilingi galaksi bima sakti”

Sang kakek terdiam sebentar mendengar jawaban itu. Kemudian kembali bertanya.

“Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk membuat pesawat super canggih itu?”

“Mungkin tahunan, mungkin belasan tahun.”

“Lalu sisa umur mu yang lain. apakah kamu masih akan mencapai hakikat galaksi alam raya dengan itu?”

“Masih ada waktu untuk terus mencari kek”

“Kamu tahu, mengapa aku mengajarimu naik pohon kelapa. Padahal kamu ingin belajar tentang mikroba padaku”

“Tidak tahu kek. Kenapa?”

“Aku mengajarimu naik kelapa agar kamu bisa melihat tempat yang lebih rendah. Agar kamu bisa merasakan ketinggianmu yang sementara. Kamu tidak bisa mencapai langit dengan hanya naik pohon kelapa. Naik ke gedung tertinggi pun masih tidak akan bisa. Dengan pesawat ulang alik paling canggih juga belum tentu selesai perjalananmu mengelilingi angkasa. Apa manfaat yang kamu dapat dari naik pohon kelapa? ”

“Bisa mengambil kelapa untuk dinikmati di bawah”

“Itulah yang aku maksud. Ketika kamu memiliki kelebihan dibanding yang lain, kamu seharusnya memberikan manfaat untuk sesama. Bukannya malah menyombongkan diri lalu merasa diri lebih tinggi dari yang lain. Kamu tahu keterbatasanmu sebagai manusia?”

“Tenaga, umur, kekuatan, pengetahuan, kapasitas otak”

“Berkelanalah. Carilah Ia dalam tawa riang canda. Atau dalam tangisan orang-orang yang papa. Ia ada dalam sesuatu yang tidak kamu tahu. Jadilah manfaat dengan kecerdasan yang kamu miliki. Jangan merasa lebih tinggi dari yang lain. Jadilah wali Tuhan dengan itu. Bersatulah dengan alam semesta."

Ada sejuta tanda tanya dalam benaknya. Tanda tanya yang hanya akan dijawabnya dengan sejuta usaha. Bukan hanya bertanya, tetapi mencari jawabnya. Bukan hanya mencari, tetapi menjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline