Sebagian orang amat takut membayangkan masa pensiun. Mungkin ia bahkan telah mengalami sindrom pensiun sebelum benar-benar pensiun. Ada juga yang sama sekali tak memikirkannnya, dan ketika mereka benar-benar purna tugas, situasi sindrom juga mencekamnya.Ya, bayangkan saja jika Anda seorang yang amat aktif selama usia produktif tetiba harus mati kutu, bingung mau ngapain setiap harinya, karena selama ini hanya fokus dengan apa yang ada di hadapannya, tetapi sedikit abai dengan apa yang bakal dihadapinya di usia menjelang senja.
Dulu Emak saya di usia senjanya sebelum berpulang, masih sering memaksakan diri mengunjungi pengajian demia pengajian, meski Langkah kakinya sudah terasa berat. Nafasnya sering ngos-ngosan.
Ibu mertua saya pun tak kalah heroik, hingga usia kepala tujuh, ia masih aktif di Aisyiyah, organisasi otonom para ibu-ibu Muhammadiyah. Ketika kondisi sakit-sakitan mulai sering menghampirinya, Ibu pun tampak lesu, mungkin karena aktivismenya di Aisyiyah yang udah ia lakoni sejak muda harus terhenti.
Begitulah kisah orang-orang tua yang tetap menjaga gairah hidupnya meski usianya kian menua. Mereka menginsafi betul, bahwa aktivisme ini pula yang menjaga semangat hidup mereka, menghadirkan kebahagiaan di usia yang tak lagi muda. Maka jangan heran, beberapa orang di usia pensiunnya mudah sakit-sakitan, mungkin karena ruang beraktualisasinya benar-benar dihentikan. Entah karena memang tak punya aktivitas lain setelah masa kerja purna, atau bisa juga aktivitas itu "dipaksa" stop oleh anak-anaknya.
Saya meyakini, kondisi psikis orang tua itu kadang perlu dijaga dengan sungguh-sungguh karena efeknya bisa lebih dahsyat dari kondisi fisik. Itu sebabnya tindakan operasi bagi yang sudah berumur seringkali lebih berisiko.
Maka saya selalu kagum setiap kali dipertontonkan dengan pemandangan orang-orang tua yang tetap menjaga gairah hidupnya di usia senja. Tetap aktif dan produktif di usia tuanya. Untuk menyebut salah satu yang saya saksikan sendiri, adalah Ayah kami, Sjaiful Hamdi Naumin.
Dia usianya saat ini, Ayah Sjaiful masih disibukkan dengan berbagai aktivitas produktifnya. Dari mengelola Pondok Yatamasakin yang telah ia dirikan sejak 30 tahun silam, mengisi pengajian dan seminar, hingga rutin mengisi konten di chanel Youtube Kubik Leadership.
Ia tak hanya berjuang menjaga keberdayaan dirinya di usia senja, melainkan juga berupaya membagi keberdayaan itu kepada para pekerja perusahaan swasta sampai BUMN yang akan memasuki masa pension melalui program pelatihan khusus Kubik.
Mungkin itulah jawaban dari doanya, yang pernah diceritakan ke kami, anak-anaknya. "Ya Rab, mandirikanlah kami di usia senja....". Doa ini pula yang kini rajin kulangitkan di setiap selepas salat rawatib, berharap tetap aktif, produktif dan manfaat di usia senja kelak.
Hari ini, 27 Oktober 2024, Ayah Sjaiful genap berusia 70 tahun. Maka di bagian akhir coretan spontan ini, mohon kiranya teman-teman ikut mengaminkan doa-doa kami untuk beliau.
"Selamat milad Ayah Sjaiful, selamat menghayati usia Ayah yang tak lagi muda tetapi dengan semangat yang seringkali tak kalah dari anak-anak muda. Semoga Allah memberkahi usia Ayah, kuat dan sehat lahir batin untuk menyempurnakan amal shalih, terus mewariskan jejak kebaikan untuk kami, karena kelak akan kami persaksikan di hadapan Allah Sang Penguasa Mahsyar"