Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Saefudin

An Amateur Writer

Kalau Muhammadiyah Ditentang, Lantas Siapa yang Layak Kelola Tambang?!

Diperbarui: 30 Juli 2024   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOnsolidasi Nasional Muhammadiyah di Yogyakarta, 27-28 Juli 2024, salah satunya memutuskan menerima konsesi tambang dari pemerintah. (Foto: kompas)

Muhammadiyah tengah diterpa badai, begitu istilah yang digunakan beberapa kader, untuk menyimpulkan dinamika di tubuh Persyarikatan pasca PP Muhammadiyah memutuskan untuk menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) khusus dari Pemerintah.

Tidak sedikit kader hingga unsur Pimpinan Muhammadiyah di daerah yang kecewa dan mengkritik keras keputusan PP Muhammadiyah. Beberapa bahkan menunjukkan kekecewaan itu secara eksplosif, ada yang mundur dari kepengurusan, ada yang menarik wakaf yang sedianya mau diserahkan ke Muhammadiyah, ada pula yang menghentikan aktivitas pembangunan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) sebagai wujud protes.

Penyikapan tersebut seperti kuat menggema di media sosial, terlebih karena banyak direpost hingga dishare di grup-grup WhatsApp Persyarikatan. Di tengah dinamika tersebut, para kader dan Pimpinan Muhammadiyah yang memilih tetap percaya dengan keputusan PP menjadi tak terdengar gaungnya.

Padahal, banyak unsur Pimpinan Wilayah hingga Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang memilih pasang badan untuk menjaga soliditas organisasi. Sebuah upaya yang tentu tidak mudah, mengingat derasnya kritikan yang tengah dialamatkan pada Muhammadiyah.

Mereka terpaksa menjadi pemadam kebakaran atas kebijakan yang dibuat Pimpinan Pusat. Tapi bagi mereka, itulah konsekuensi berorganisasi, mereka siap menjalankan risiko di saat pahit.

Kejutan dari Putusan PP Muhammadiyah  

Muhammadiyah bukanlah ormas Islam pertama yang merasakan gelombang kecewa dari kader, aktivis lingkungan, dan publik. Sebelumnya, ada Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di tanah air yang telah lebih dulu diterpa badai, baik dari warganya maupun publik. Segala kritik hingga nyinyiran pun ditumpahkan sejumlah netizen terhadap PBNU.

Semua polemik soal izin pertambangan khusus ini bersumber dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

PP yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 30 Mei 2024 ini memuat klausal baru yang memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah kepada ormas. Sejak awal PP 25 ini memang sudah memicu pro kontra, terutama terkait fasilitas kemudahan yang diberikan untuk ormas.

Terlebih, PP revisi ini diterbitkan masih di fase pemulihan pasca kontestasi Pilpres yang cukup menguras tensi. Tak pelak, sebagian pihak membaui aroma "balas budi" dalam penerbitan regulasi ini. Dua triger ini menjadi pemicu efektif, sehingga penolakan kebijakan IUP khusus bagi ormas ini menguat di linimasa.

Sementara polemik IUP khusus ormas ini menguat, para Pimpinan Muhammadiyah memilih tak banyak membuat statemen ke publik, apakah bakal menerima atau menolak tawaran pemerintah tersebut. Dalam beberapa kesempatan, Pimpinan Muhammadiyah menyatakan sikap soal IUP khusus ini akan diputuskan melalui mekanisme organisasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline