Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Saefudin

An Amateur Writer

Plastik dan Komitmen Kesalehan Lingkungan

Diperbarui: 10 Mei 2019   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bbc.co.uk

Mari bicara soal plastik dan kesalehan lingkungan. Duh, njlimet amat???

Agh, bukankah problem sampah sendiri sudah njlimet, senjlimet para pemangku kebijakan mencari solusinya. Siapa menyangasikan betapa heroiknya kepemimpinan Ibu Susi Pujiastuti di Kementerian Kalutan dan Perikanan, toh beliau juga pusing dan marah menyaksikan serakan sampah plastik  di pantai yang indah.

Pastinya, kesadaran memperlakukan sampah dengan benar haruslah berangkat dari kesadaran moral. Nilai-nilai agama bisa menjadi penyuplai kesadaran moral dimaksud, kesadaran atas lingkungan.

Yang kedua, sikap beragama kita sudah semestinya berpijak pada landasan pondasional yang kokoh. Sebab, pikiran dan keyakinan yang benar mengandaikan sikap hidup yang benar. Konsep kesalehan lingkungan berangkat dari dilemma yang sama dengan kesalehan sosial, bahwa komitmen kita dalam beragama semestinya tidak hanya memanfati diri, tetapi juga maslahah, menjadi rahmat bagi sekitar, rahmatan lin alamin.

Dalam Alquran, ada dua tugas dan peran yang melekat dalam penciptaan manusia. Pertama, sesuai fitrahnya yang lemah, maka setiap manusia sejatinya berkebutuhan untuk menyembah Tuhan, beribadah. Kedua, manusia juga mengemban peran dan tugas sebagai khalifatullah fil ardl, sebagai khalifah, wakil Allah di bumi, diberi mandat dan kewenangan untuk mengelola dan memakmurkan bumi.

"Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya". (QS. Hud [11]: 61).    

Memakmurkan bumi tidak hanya bermakna mengambil kemanfaatan darinya, apalagi secara eksploitatif. Lebih dari itu, adalah bagaimana menjaga kelestarian bumi guna menjamin kelangsungan kehidupan manusia kini dan nanti.  Sebagai Mangkubumi, relasi manusia dengan alam semestinya dalam kerangka saling menjaga kehidupan.

Nah, permasalahannya, perilaku manusia justru menjadi salah satu pemicu kerusakan lingkungan. Alih-alih berpikir untuk masa depan anak cucunya, banyak tangan-tangan jahil yang turut serta merusak kualitas planet yang mereka huni.

Tidak hanya efek rumah kaca yang memicu pemanasan global, di mana dampaknya sudah dirasakan manusia lewat serangkaian anomali iklim. Lebih dari itu, ada problem sampah plastik yang kini secara massif telah mencemari sungai dan lautan di dunia. Padahal, sungai dan laut adalah sumber kehidupan yang mesti dirawat untuk kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri.

Problemnya, produksi dan konsumsi sampah plastik terus meningkat dalam beberapa decade terakhir. Saat ini, kota-kota di dunia disebut telah menghasilkan sampah plastic hingga 1,3 miliar ton setiap tahunnya. Jumlah itu bahkan berpotensi meningkat hingga 2,2 miliar ton di 2025, sesuai prediksi Bank Dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline