Nomor tak dikenal muncul di layar ponselku. Di ujung sana, suara lelaki memperkenalkan dirinya sebagai Manager Bank xxx Cabang Pekalongan. Tentu saja aku tersanjung, menerima telpon dari pimpinan bank tempatku menyimpan uang yang tak seberapa.
Awalnya dia menginformasikan gangguan layanan pada fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di kantor cabang setempat pada siang hari. Dia meminta maaf. Tetapi berikutnya dia bertanya sisa saldoku di rekening. Terang saja, naluri curigaku mulai muncul. "Saldo saya sepertinya limit, Pak. Paling tinggal seratusan ribu sekian," timpalku sekenanya.
Benar saja, sang 'manajer' bank mendadak menutup sambungan teleponnya. Aku mengelus dada, ternyata modus kejahatan perbankan masih saja menggunakan cara-cara murahan seperti itu. Meski tak tahu juga kalau yang menerima telepon orang kampung, apakah responnya akan secuek aku.
Setelah kupikir, baru ngeuh, ternyata ini terkait dengan peristiwa di siang hari saat aku mampir ke ATM dimaksud untuk mengambil uang. Keluar dari ATM, ada petugas berbaju aparat yang mendata setiap orang yang baru menggunakan ATM. Dengan alasan ada kendala sistem, dia memintaiku nomor ponsel. Karena berbaju aparat, aku tak curiga. Seperti juga nasabah lainnya yang dicatat nomor ponselnya.
"Jangan-jangan pria berbaju aparat tadi siang tadi juga gadungan," batinku. Kejadian ini terjadi di Ramadhan sekitar dua tahun silam. Tepatnya sekitar pertengahan puasa. Mungkin memang mereka sedang mencari 'modal' untuk berhari raya. Yang jelas, kejahatan rentang terjadi selama puasa, terutama menjelang lebaran. Jadi, waspadalah ! []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H