MPLS, yang dulunya dikenal sebagai MOS atau Ospek, punya masa lalu yang agak "nyeleneh" karena adanya perpeloncoan terhadap murid baru. Dulu panitia MOS atau OSPEK mengharuskan murid baru pakai aksesoris aneh, seperti bola jadi topi, rafia jadi ikat rambut, atau bahkan kardus jadi tas sekolah. Tugas-tugasnya juga seringnya bikin miris, bahkan tidak sedikit peserta MOS atau OSPEK yang dinyatakan meninggal dunia akibat kelelahan dengan tugas di kegiatan tersebut.
Untungnya, cerita kelam MOS dan OSPEK sudah jadi sejarah pada sekitar tahun 2018. MOS dan OSPEK kemudian diganti dengan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) yang di isi dengan kegiatan mendidik guna mempersiapkan murid di lingkungan sekolah baru.
Namun, budaya menyulitkan murid di MOS dan OSPEK nampak masih sulit ditinggalkan begitu saja oleh dunia pendidikan Indonesia. Meskipun "titelnya" diganti menjadi MPLS, seringkali kegiatan di dalamnya dianggap kurang memberikan manfaat bahkan dapat merugikan baik murid maupun orang tua dengan cara yang merepotkan.
Pemberian tugas clue makanan adalah salah satunya. Tugas yang katanya bertujuan untuk melatih problem solving siswa ini justru menjadi tugas yang merepotkan dan tidak ada manfaatnya. Sebagai informasi, tugas memecahkan clue makanan adalah tugas berupa pemecahan teka-teki. Murid baru akan diberi clue untuk dipecahkan dan di bawa hasilnya esok hari. Sebut saja Ari, seorang murid baru di sebuah SMP. Di hari pertama, ia diberi tugas memecahkan teka-teki yang bikin gatal kepala. Clue yang diterima Ari adalah "Nasi Hepatitis" dan "Minuman Tidak Loyo". Tugas Ari adalah mengartikan clue tersebut. "Nasi Hepatitis" sendiri berarti Nasi Kuning dan "Minuman Tidak Loyo" berarti Air Mineral bermerk Vit.
Oleh karena itu, terdapat beberapa alasan berikut mengapa tugas memecahkan teka-teki makanan sebaiknya dihapuskan.
1. BIKIN ORANG TUA PUSING
Tak hanya Ari yang pusing, tugas clue makanan ini juga memberikan beban tambahan pada orang tua murid. Orang tuanya harus berburu nasi kuning di pagi buta sebelum Ari berangkat ke sekolah barunya. Pencarian ini tidak jarang menghabiskan waktu dan tenaga yang berarti bagi orang tua, terutama ketika barang yang dicari tidak mudah ditemukan.
Ada juga Lita, seorang murid baru di sebuah SMA yang mendapat clue "nasi seksi" yang artinya adalah nasi dengan dada ayam. Orang tuanya turut kesulitan, pasalnya tidak setiap hari mereka punya dada ayam di kulkas. Begitupun banyak orang tua murid diluar sana yang kerepotan mencarikan anaknya makanan yang telah ditentukan. Sekali lagi, tugas clue makanan ini menyulitkan orang tua karena harus memasak makanan yang tidak setiap hari ada di rumah. Belum lagi, tak jarang bahan makanan yang ditugaskan tidak murah harganya.
2. KURANG BERMANFAAT
Panitia MPLS mengaku, tujuan pemberian tugas memecahkan teka-teki ini adalah untuk melatih daya berpikir siswa baru untuk mempersiapkan mereka menghadapi tugas yang lebih sulit di sekolah barunya. Namun nampaknya panitia tidak melakukan survei di lapangan. Pasalnya, alih-alih menggunakan kemampuan otaknya, siswa yang diberi tugas lebih senang mencontek di Google, persis yang dilakukan Ari. Ia enggan pusing setelah kegiatan MPLS yang melelahkan. Selain itu, ia enggan ambil resiko karena apabila teka-tekinya salah diartikan, ia akan dihukum oleh panitia. Meskipun memiliki tujuan yang baik, nampaknya tugas memecahkan teka-teki makanan tersebut justru berbalik arah merugikan siswa dan orang tua siswa.
3. DAPAT DISALURKAN DALAM BENTUK TUGAS YANG LAIN