BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem mangrove adalah suatu keadaan lingkungan yang ciri khusus dari hutannya memiliki genangan air. Dimana genangan air ini dipengaruhi oleh yang namanya salinitas serta adanya fluktausi ketinggian dari permukaan airnya. Dengan adanya salinitas dan fluktuasi yang akan menyebabkan pasang surut air terjadi(Duke, 1992). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forestcoastal woodland, vloedbos dan hutan payau (Kusmana et al., 2005) yang terletak di perbatasan antara darat dan laut, tepatnya di daerah pantai dan di sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh adanya pasang surut air laut (Sumaharni, 1994). Menurut Kusmana et al., (2005) hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang waktu air laut pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam. Adapun ciri-ciri dari hutanmangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; memiliki akar yang unik memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. Dan adapun habitat hutan mangrove yang memiliki kondisi tanah yang digenangi oleh air., baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang; tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2-22 ‰) (Sari, 2021).
Pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan negara-negara di berbagai belahan dunia, berdampak sangat berat tidak hanya di bidang Kesehatan, tetapi juga di bidang Ekonomi. Banyak usaha ekonomi terpaksa gulung tikar, banyak pekerja kehilangan pekerjaan, daya beli masyarakat menurun tajam, hingga pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah juga turun signifikan. Pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat berusaha sekuat tenaga untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 ini dengan berbagai cara serta dengan segenap potensi yang ada dan yang mungkin dapat dipertahankan atau dikembangkan (Sabrina, 2021).
Salah satu yang dibutuhkan dalam kegiatan Ekowisata adalah Pusat Ekowisata itu sendiri sebagai media yang menampung kegiatan mengelolah dan berwisata. Melalui pusat ekowisata, pengunjung dapat menikmati alam mangrove dengan rute yang baik. dan juga mendapatkan kenyamanan dari segi visual, thermal dalam berkegiatan di dalam tata peruangan yang terorganisir. Sehingga ini mempermudah pengunjung dalam berkegiatan tidak hanya mendapatkan wisata visual tetapi juga mendapatkan pembelajaran melalui observasi langsung (Ikhsan, 2021).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
- Mengetahui Daya dukung infrastruktur (transportasi, komunikasi, ekonomi, kesehatan, sosial, pendidikan dll) terhadap pemulihan dan pengembangan obyek wisata alam Pantai Mangrove Desa Sei Nagalawan di Serdang Bedagai Sumatera Utara.
- Menganalisis Kesesuaian penatan ruang (struktur dan fungsi ruang) di tingkat Kabupaten/Kota (Umum dan/atau detail) terhadap pemulihan dan pengembangan Obyek Wisata Alam Pantai Mangrove Desa Sei Nagalawan di Serdang Bedagai Sumatera Utara.
- Menganalisis prioritas penanganan infrastuktur dan kebijakan penataan ruang untuk percepatan pemulihan dan pengembangan Obyek Wisata Alam Pantai Mangrove Desa Sei Nagalawan di Serdang Bedagai Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA