Lihat ke Halaman Asli

Ibu, We Love U Forever

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

IBU, WE LOVE U FOREVER

Summary:

Tak pernah kubayangkan hal ini akan terjadi. Kuliah di Universitas ternama Inggris dan kehidupan yang bebas itu tak membuatku menghalangi niat dan mencegahku untuk pulang ke tanah kelahiranku Indonesia. Entah kenapa firasat mengatakan bahwa aku harus pulang. Telfon dari ayah yang tiba-tiba terputus membuatku tambah curiga dan khawatir. Aku harus pulang…..!!

Genre: Family dan Gak Jelas ^-^

Happy reading guys ~

‘Ting….Tong….Ting…Tong’

Ckrekkk~

“ April…?” seru orang yang membukakan pintu rumahku itu yang ternyata adalah kakakku sendiri.

“Kakak…? Kamu juga pulang…” Seruku kaget, melihat kakakku yang juga bekerja di luar negeri itu, tepatnya di Australia, juga pulang ke Indonesia. ‘Tidak biasanya…’ pikirku.

“Masuklah dulu,…kamu pasti lelah kan…!?” ajak kakakku menghiraukan tatapan heranku kepadanya.

Saat aku masuk ke rumah yang lama sekali ku tinggalkan untuk kuliah sementara itu, aku benar-benar merasakan yang namanya nostalgia. Tidak banyak yang berubah sejak aku pergi, tata ruang, pencahayaan, dan foto-foto keluarga yang terpajang membuatku kembali memutar memori dimana aku dulu bermain, bercanda gurau dengan ayah, ibu dan kakakku , tak terasa hal itu membuatku tersenyum dalam diam. ‘Rasanya benar-benar rindu…’ pikirku.

Saat aku berbalik melihat kakakku, entah kenapa senyumku tiba-tiba memudar saat melihat raut wajahnya itu. Bingung, sedih, dan juga entah apa lagi aku tidak bisa membacanya, aku hanya diam menunggu apa yang sebenarnya ingin kakakku katakan saat mengajakku untuk duduk terlebih dahulu.

“Kakak, ada apa?? kenapa kamu hanya diam saja dari tadi? Dimana ayah? Dimana ibu? Kakak? Cepatlah katakan, kau benar-benar membuatku tambah bingung kalau begini,..sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mereka tidak keluar menyambutku, anaknya yang baru pulang,…” tanyaku beruntun tak sabar merasakan keheningan yang terlalu lama ini.

“Itu…….”

------“---------

Aku berlari, tidak perduli apakah suara derap lariku ini menggema di lorong rumah sakit dan mengganggu pasien lain, tak kupedulikan omelan orang-orang yang tak sengaja ku tabrak, yang kupikirkan saat ini hanya satu ‘Ibu’.

Sesampainya di ruangan serba putih itu aku melihatnya. Sosok ibuku yang terbaring lemah dan disampingnya telah duduk ayahku yang menunggu ibu selama ini. Memang, sebelumnya aku telah diberitahu oleh kakakku, tapi apa daya air mata ini mengalir dengan sendirinya tanpa henti. Ayah yang melihatku saat itu berdiri menghampirikku dan hanya memelukku dalam diam.

“Ibu,…” ujarku pelan kepada sosok lemah yang berbaring di tempat tidur rumah sakit itu.

“Sya..sya..pha…?” jawab ibuku terbata-bata, dan saat mendengar itu aku hanya bisa ternganga tidak percaya dan menangis tanpa henti.

“Ini April ibu, April, anak kedua ibu…” sambil aku menggengam tangannya pelan, seolah jika aku menekannya terlalu keras, tangan itu akan rapuh dengan mudahnya.

-----“----------

Setiap hari aku dan kakakku, juga ayah selalu bergantian menjaga ibu di rumah sakit. Dan setiap hari itu pula, aku akan selalu memperkenalkan diriku lagi kepada ibu seolah-olah kami baru berjumpa. Sakit. Iya. Tapi, aku tahu, ini bukan kesalahan ibuku ataupun ayah dan kakak yang tidak segera memberitahuku, penyakitnyalah yang membuatnya melupakan kami. Alzhaimer. Penyakit yang membuatnya juga tidak bisa jauh dari tempat tidurnya itu.

Mungkin, memang awalnya akupun sedikit marah dengan ayah dan kakak yang merahasiakan ini. Tapi akupun tidak bisa selamanya marah kepada mereka mengingat alasan mereka yang tidak ingin mengganggu dulu ujian skripsiku yang tinggal menghitung hari. Namun, apa daya juga, aku tetaplah seorang anak, yang bahkan tanpa disuruh, tanpa diberitahu mempunyai ikatan dengan orang tuanya sendiri termasuk dengan ibu saat terjadi sesuau yang tidak diinginkan. Sosok yang selalu merawatku sejak kecil, yang juga selalu mendukung keputusanku apapun itu, aku tidak akan bisa berpaling dari kenyataan itu. Tak kupedulikan lagi skripsi yang ada di depan mataku, aku hanya ingin selalu bersama dengan ibuku, sampai nanti kami dipisahkan. Bahkan, kakakkupun rela meninggalkan pekerjaannya dulu di Australia untuk membantu merawat ibu.

‘IBU, WE LOVE YOU FOREVER’

---------------------------------------------------------END-----------------------------------------------------

Putrie dwi p./12410070/f

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline