Lihat ke Halaman Asli

Gin

Pembaca paper akhir pekan

Michael Essien: Apanya yang Kelas Dunia?

Diperbarui: 17 April 2017   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mohon maaf kalau judulnya sungguh terkesan meremehkan. Tapi ku rasa pertanyaan itulah yang menghias di benak hampir seluruh puluhan ribu bobotoh Persib yang hadir di Jalak Harupat malam tadi. Benar sekali, peluit kick off Liga 1 sebagai kasta tertinggi sepakbola Indonesia telah ditiup malam tadi pertanda genderang perang untuk klub-klub terbaik tanah air telah dikobarkan. Tak tanggung-tanggung, pertandingan 'official' pembuka pun langsung menghadirkan duel tim 'raksasa' Persib dan Arema. 

Selain karena penggemar berat Liga Indonesia, satu hal yang memaksa saya yang bukan penggemar Persib atau Arema ini untuk tidak melewatkan pertandingan tadi adalah magnet 'mega bintang' milik Persib Bandung, seorang pemain kelas dunia bernama Michael Essien: pemain yang pernah malang melintang di klub-klub 'surga sepakbola' Eropa seperti Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan. Pertandingan tadi adalah kali kedua saya menyaksikan Essien secara live bermain di tanah air kebanggaan ini lewat layar TV setelah sebelumnya pada pertandingan ujicoba Persib vs Bali United.

Jadi bagaimana Michael Essien? Saya hanya mau bilang, apanya yang kelas dunia? Sebatas label semata? Orang mungkin akan menganggap kalau ini adalah penilaian yang terlalu prematur, mengukur kemampuan seorang pemain hanya dalam dua pertandingan. Lagi pula dia 34 tahun Desember lalu, plus tidak bermain sejak September 2016 karena kontrak diputus Panathinaikos (klubnya sebelum Persib). Kemungkinan kebugarannya memang belum di level terbaik. Plus lagi baru beradaptasi dengan iklim sepakbola Indonesia didalam dan diluar lapangan (cuaca, dll). Jadi memang belum bisa maksimal. Lha, tapi kan kelas dunia? :)

Menurut saya debut Essien di Liga 1 overall sangat mengecewakan. Mengisi satu slot di lini tengah Persib, Essien menampilkan visi permainan yang tidak begitu jelas (bertahan dan menyerang sama tidak bagusnya) alias nanggung memerankan playmaker, kalah bertarung di lini tengah (merebut apalagi mempertahankan bola), plus peran set piece (eksekutor bola mati) yang entah kenapa harus Essien? Absurd! Bahkan untuk peran gelandang jangkar (bahasa kerennya: pengangkut air), Essien bahkan tak optimal memutus serangan ataupun mengobrak-abrik lini tengah ketika diperlukan. Fisiknya yang terlihat seperti hobi se-ember ayam goreng tak memungkinkan dirinya menjadi Gattuso, bahkan untuk ukuran Liga 1. Tak usah berbicara bagaimana membagi bola atau mensupport striker. 

Tak tahu kenapa sepanjang pertandingan tadi saya jadi ingat beberapa gelandang tengah/bertahan asing yang pernah bermain di Liga Indonesia, sebut saja Gustavo Lopez. Membandingkan Essien dan Gustavo? Waduh! Itu bukan kontes namanya. Padahal Gustavo tak pakai embel-embel kelas dunia. Alasan umur? Ah tak usah! Kan kelas dunia? Entah siapa yang bakal meradang lebih dahulu. Pemain? Manajemen? Pelatih? atau Bobotoh? Memutus atau diputus? Ah mungkin terlalu jauh. Untuk sementara mari menikmati bagaimana Essien menunjukkan kemampuannya.

Tadi itu matchday 1, oh Essien. Kamu masih punya 30+ calon kesempatan merumput untuk sebuah pembuktian. Anggap saja tulisan ini sebagai ucapan selamat datang di Liga 1. Saya tetap bangga Liga 1 musim ini memiliki pemain sepertimu, pemain andalan kami penggemar Olympique Lyon yang sering menyewa PS sewaktu SMP. Tapi waktu itu larimu secepat cheetah yang kami fungsikan menyusur sisi lapangan!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline