Lihat ke Halaman Asli

Nurul Fauziah

Mencintai tulis-menulis

Puisi | "Dilema"

Diperbarui: 13 Oktober 2021   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilema | Source : Dziana Hasanbekava via Pexels

Berdesir angin mengetuk pintu.
Saat nama terucap tanpa tunggu.
Bak Opera, labirin akalku memutar waktu.
Mendendang kalbu, menahan napasku.

Dan langit mendadak keruh, bergemuruh. Seolah mengasihaniku, menyabik rindu.

"Hai." sapamu, kaku.
Sekian purnama berlalu tanpa titik temu.
Aku terdiam, membeku.
Memandangmu, tanpa koma dalam pilu.

Dan hujan turun. Seolah mendengar getar di hatiku. Membuka kembali frasa yang telah tutup buku.

Merisak serpihan aksara dalam ingatan.
Tentang keluh dan tangis di penantian.
Tentang jejak yang pergi tanpa pamitan.
Kehilangan.

Kau mengusap kepala, gugup. Matamu hilir mudik menghindari pandangku, meragu. Menggigit bibir, takut. Mendesak?

Mendadak, sebaris iba menggugah rasa.
Padahal luka jelas masih menganga.
Setetes nila merusak susu sebelanga.
Tapi, aneh. Dilema menggema di ruang hampa.

Aku tahu, kau terpaksa.

Aku mendesah. Menggerutu resah.
Jelas hati ingin mengaum, marah-marah.
Namun tampangmu membuatku merasa bersalah.
Dilema. Hati pun mengabaikan akalku nan gelisah.

"Ada apa?"

[Solok, 13 Oktober 2021]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline