Gelisah meresah di ruang sepi.
Sebab waktu enggan berjanji.
Terka menerka sepanjang hari.
Berandai-andai, begitu begini.
lagi ...
Cemas meremas jari sambil berdoa.
Karena waktu sedang tertawa.
Ia tahu, dinding-dinding ini bertelinga.
Diketuk, berpasang mata akan bicara.
Muram merajam ketir nan bisu.
Debarannya kalut menggebu-gebu.
Jelas sedan kisah enggan berlalu.
Terpaksa. Memilih atau memilu.
Napas dihela. Runyam tampak hadir di pelupuk mata.
Tangis meringis, tawa dibungkam.
Lalu ia sembunyi sepanjang malam.
Padahal kejora hendak menyampai salam.
Diam. Pagi pun dipanggil alam.
Pagi melihatnya heran. "Ada apa ini?"
Padahal langit cantik sekali hari ini.
Angin melembut disirami mentari.
Embun menyejuk, pipit menari-nari.
"Sampai kapan kau begini?"
Terkadang, bulan-bulan rindu tak cukup menutup debu.
Ia hela napas walau akal menggerutu.
Menggigit bibir, hati ragu-ragu.
Melangkah, sebab tunggu hanya memberi pilu.
"Ah, sudahlah. Lupakan saja!"
[Solok, 2 Oktober 2021]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI