Lihat ke Halaman Asli

Nurul Fauziah

Mencintai tulis-menulis

Puisi | "Iri"

Diperbarui: 27 September 2021   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Iri" | Source: MabelAmber via Pixabay

Ketukan langkah terus berlari.
Roda tabir melaju tanpa henti.
Lihat! Debu-debu senang menodai.
Sedang desau meringis. Kau terluka lagi.

Namun pandangmu tak mengerjap.
Kau sibak ruak tanpa mengendap.
Seringai hina senang hati kau lahap.
Bayang menggapai, jatuh pun pasti kau merayap.

Sampai kapan kau begini?

Kau bilang, waktu enggan tuk menunggu.
Risau angan kau pendam dalam bisu.
Sebab bebasmu ingin dikejar tanpa ragu.
Cela melimbah, kau abai tanpa malu.

"Karena... detik dari sempat itu berharga, kawan."

Jejal mengata, tepian harapku hanya berimajinasi.
Sudah terlena, rona nyaman menggersang diri.
Carut marut kau genggam terus berlari.
Lalu aku, tertinggal. Reranting akal menyampai sepi.

Punggungmu menjauh, tak terlihat lagi.
Tatapku, menunggal kata bernama iri.

[Solok, 17 September 2021]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline