Roda tabir melaju tanpa henti.
Lihat! Debu-debu senang menodai.
Sedang desau meringis. Kau terluka lagi.
Namun pandangmu tak mengerjap.
Kau sibak ruak tanpa mengendap.
Seringai hina senang hati kau lahap.
Bayang menggapai, jatuh pun pasti kau merayap.
Sampai kapan kau begini?
Kau bilang, waktu enggan tuk menunggu.
Risau angan kau pendam dalam bisu.
Sebab bebasmu ingin dikejar tanpa ragu.
Cela melimbah, kau abai tanpa malu.
"Karena... detik dari sempat itu berharga, kawan."
Jejal mengata, tepian harapku hanya berimajinasi.
Sudah terlena, rona nyaman menggersang diri.
Carut marut kau genggam terus berlari.
Lalu aku, tertinggal. Reranting akal menyampai sepi.
Punggungmu menjauh, tak terlihat lagi.
Tatapku, menunggal kata bernama iri.
[Solok, 17 September 2021]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H