Beberapa tahun terakhir seiring dengan bertumbuhnya industri kopi tanah air, tumbuh pula jumlah peminumnya. Konsumsi kopi di perkotaan saja tumbuh sekitar 8 persen per tahun (Tempo, 2019). Hal itu berkaitan pula dengan bagaimana cara kopi lokal dijual ke masyarakat, bahkan setiap daerah memiliki rasa biji kopi yang khas ketika diseduh. Jika dulu hanya tahu kalau rasa kopi itu pahit, sekarang paham ternyata kopi murni itu memiliki macam-macam rasa jeruk, lemon, buah beri, dan lain-lain. Namun yang menarik bagi saya adalah mengetahui bahwa kopi dapat diseduh atau diperlakukan dengan berbagai macam cara selain hanya menuang air panas secara langsung, dan dapat dilakukan secara mandiri asalkan memiliki alatnya.
Beragam metode ini pula yang menarik saya untuk mencoba mulai dari yang paling sederhana sampai yang menurut saya rumit. Awalnya hanya ingin mencari kopi tanpa gula yang cocok di lidah saya. Dalam pencarian itulah saya memahami bahwa banyak hal yang harus dipertimbangkan jika ingin mendapatkan rasa seduhan yang pas di lidah. Empat hal pokok yang mesti diatur ketika menyeduh manual apapun alat dan metodenya yaitu ukuran gilingan, suhu air, waktu menyeduh, rasio air vs kopi. Bagi penikmat kopi tentu menjadi hal biasa ketika menyeduh harus hitung-hitungan, tapi ternyata dipandang berbeda bagi orang lain. Saya pernah dikomentari yang kalau dibahasakan "mau minum kopi saja kok ribet".
Setelah dipikir, ada benarnya juga, tapi banyak yang tidak tahu bahwa justru kenikmatannya terletak pada keribetan itu. Saya merasakan kedamaian tersendiri dan sangat rileks saat ribet dengan proses menyeduh mulai dari menggiling biji, menimbang, menuang air, hingga secangkir kopi siap dinikmati. Kenikmatannya bukan pada hasil akhir menyeruput kopi, namun justru saat mengolah biji hingga sampai ke cangkir. Bahkan saya membawa aeropress ke kantor untuk ngopi pada jam istirahat. Rangkaian proses menyeduh seolah menjadi ritual khusus yang dapat membuat hati dan pikiran sejenak teralihkan dari hiruk pikuk di sekitar saya, healing kalau istilah kekiniannya.
Pengalaman menikmati keribetan itu telah membuat saya merasakan berbagai macam manfaat seperti memilih biji kopi, paham dalam memperlakukan biji kopi, tahu dengan kebutuhan diri sendiri seperti lebih cocok dengan biji dengan level roasting medium, menggunakan biji kopi dengan level roasting dark jika ingin membuat kopi susu (cappucino atau latte), mengakali takaran jika tidak ada timbangan, bahkan memiliki resep sendiri.
Ya, ada kedamaian dalam keribetan, ada kemanfaatan dalam kerepotan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H