Lihat ke Halaman Asli

Mati Berkalang Semut

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kerumunan orang mengelilingi jenasah Amros yang dikerubungi semut.

Amros yang berusia 69 tahun ditemukan wafat pertama kali oleh hansip yang baru pulang dari siskamling. Hanip nama hansip itu.

Awalnya Hanip tidak mengenali jenasah yang sudah berkalang oleh semut itu. Namun di samping tubuh yang sudah terbujur tak bernyawa itu, Hanip menemukan telepon genggam yang di layarnya ada tulisan My Fair Lady memanggil. Hanip menekan tulisan terima pada layar sentuh.

“Mas Amros, ya ampun dari tadi kog nggak diangkat angkat si?” tanya My Fair Lady

“Saya…sa say a…” jawab Hanip gugup, ia menoleh pada jenasah yang ternyata Amros. Makin lama semut makin menguasai tubuh Amros. Ia bergidik.

“Saya saya apa? Mas nggak pura-pura lupa lagi kan, semalem Mas Amros janji lho, mau dateng ke kontrokan Neng, mau kasih uang 200 juta”.

“Neng, ini bukan Pak Amros, ini Hanip. Pak Amros mati, jenasahnya dikerubungin semut”.

Dari suara kuping Neng Fair Lady terdengar suara brak.

Hanip berlari dari halaman rumah Amros menuju arah musholla, lalu ia memberitakan, tepatnya meneriakan kabar mengerikan.

“Berita duka cita… Innalillahi wainalillahi Rojiun”. Hanip terdiam, mengatur nafasnya…

“Telah wafat dengan mengenaskan, am am am am huhu huh huh huh huh huh” Hanip menyeka peluh di di dahinya

“Eh lo udah gila ya, mikroponya belom nyala! Siapa yang wafat?” tanya Pak Modin yang datang menghampiri Hanip untuk mengumandangkan adzan Shubuh

“ anu pak, itu itu….astaigfirullah…hiiiiii…”. Hanip bergidik mengingat bagaimana tubuh Amros dikerubungi semut

“Siape?  Coba ente  tenang dulu, ni minum dulu”. Pak Modin mengambilkan segelas air mineral, Hanip menyedot air mineral hingga tandas, seakan-akan ia baru menempuh perjalanan yang sangat jauh.

“Pak Amros pak, huh huh huh”. Nafas Hanip masih tersenggal

“ente nggak bercanda kan? Semalem ane masih liat die berantem ama bininye. astagfirullah aladzim, kog ane jadi gibah begini”. Pak Modin memukul mulutnya sendiri

“ Lo salah kali bukan Pak Amros kali nyang koit?” Pak Modin masih tidak yakin.

“Saya yakin, orang jenasahnya ada di halaman rumahnya, jenasahnya dikerubungin semut, sampe ane nggak ngenalin lagi”

“Naudzu billa mindzalik”. Badan Pak Modin bergidik

“Maka dari itu, Bang Modin, Saya mau ngumumin kalo Pak Amros udeh nggak ada”

“Lo udah gila kali ye, ada juga lo lapor ke polisi dulu, kenape lo langsung main kabarin aje kalo tu mayat emang Pak Amros”

“Oh iye ye Bang, kok saya nggak kepikiran ye?”. Hanip menepuk dahinya

“pantesan aje lo cuman jadi Hansip, ni pake ponsel gue, lo telepon deh polisi” Pak Modin memberikan ponsel kepada Hanip.

Dengan gugup Hanip menyampaikan berita kematian itu kepada polisi

2 jam kemudianpolisi baru datang. Warga sudah menyemut melihat kerumunan semut yang membentuk badan manusia, Garis kuning dipasang untuk memberi jarak antara mayat dengan kerumunan manusia yang menyimpan pertanyaan dalam benak masing-masing.

Mengapa mayat dikerumuni semut?

Apa penyakit Amros?

Bagaimana semut bisa memakan tubuh manusia?

Apa ini ada jenis pembunuhan baru?

Apa salah Amros?

Mengapa Amros?

Mengapa harus dikerubungi semut?

Bagaimana perasaan istri dan anaknya?

Tangisan pilu istri Amros memecah suara berbisik-bisik dan riuhnya dugaan warga  serta raungan Hanip yang dibawa ke kantor polisi untuk dijadikan saksi.

Bisikan warga pun menjelma menjadi pertanyaan yang sama.

Apa mungkin Hanip pelakunya?

Hanip takut status saksinya akan berubah menjadi tersangka. Hanip pernah melihat di televisi bagaimana polisi melakukan tekanan terhadap seseorang ketika membuat BAP agar mengakui kejahatan yang tidak pernah dilakukanya. Apalagi Amros adalah petinggi partai. Siapalah Hanip? Hanya rakyat jelata.

Polisi dalam tayangan televisi tersebut mengancam akan menyakiti sanak keluarga korban, memukul korban, menyetrumnya kemudian mendorong tubuh korban yang hampir jadi mayat itu ke dinding ruang interogasi. Akhirnya karena Ia takut menjadi mayat betulan dan takut keselamatan anak istri nya terancam, si korban mengaku bahwa ia adalah pelaku kejahatan.

Setelah melalui interogasi selama enam jam, status Hanip tidak berubah. Hanip berpikir iya beruntung tidak terjebak dalam interogasi sesat. Ia diperbolehkan pulang.

Interogasi selanjutnya dilakukan kepada Pak Modin. Pak Modin juga ditetapkan sebagai saksi.

Jenasah Amros yang masih dikerubungi semut kini berada di ruang jenasah, satu tim forensik mengamati jenasah yang berkalang semut tersebut.

Dokter Sarkemi menghempas semut dari bagian kepala Amros dengan kibasan tangan yang sudah dilindungi oleh sarung tangan karet. Aneh kepala Amros masih utuh. Harusnya semut akan membantu proses dekomposisi tubuh yang sudah menjadi bangkai. Mulutnya terbuka membentuk segitiga. Semut semut terlihat merayap keluar dari mulut Amros. Seketika wajah Amros ditutupi oleh semut lagi.

Dokter Sarkemi memutuskan untuk memindai tubuh Amros dengan mesin Rontgen.

Dokter Sarkemi dan tim kagum sekaligus kaget karena ada koloni semut yang hidup di dalam perut Amros. Salah satu anggota tim ada yang mengeluarkan isi perutnya karena jijik. Membayangkan ada koloni semut yang jumlahnya ribuan menetap dan berkembang biak di dalam perutnya.

Dokter Sarkemi memutuskan untuk mempelajari data kesehatan Amros. Ia membuat hipotesa bahwa Amros menderita diabetes mellitus yang menyebabkan tubuhnya mengandung kadar gula yang berlebih.  Seharusnya untuk menentukan apakah Amros menderita diabetes atau tidak, pengambilan sampel darah untuk melihat kadar gula dalam darah harus dilakukan. Namun hal tersebut tak memungkinkan karena kematian sudah lebih dari enam jam. Pada saat di TKP kepolisian belum sempat mengambil sample darah, karena semua pihak takut dengan semut . Ketakutan yang membodohkan. Pikir Dokter Sarkemi.

Setelah menunggu satu jam, dan kini jenasah Amrosi makin dikerubungi semut, data riwayat kesehatan Amrosi sampai juga ke tangan Dokter Sarkemi. Pria gaek berusia 60 tahun itu membolak-balik sepuluh halaman HVS. Ia memastikan bahwa apa yang dibacanya salah. Dalam arsip yang mulai diambil semenjak Amros berusia 25 tahun, dikatakan bahwa kandungan gula, kolesterol dalam darah, tekanan darah, irama jantung, kondisi geligi dan otak Amros normal. Tidak ada kendala kesehatan di dalam tubuh Amros yang kini menjelma seperti monster itu.

24 jam yang lalu….

Amros membuka pintu rumahnya

Durga, istrinya meyambutnya dengan muka masam.

“kamu dari mana? Rumah perempuan itu?”

“perempuan mana?”

“kamu pikir aku nggak tau, kamu ada affair kan sama si penyanyi dangdut kampungan itu?”

“dia itu hanya biduan yang disewa partaiku untuk kampanye, udah lah mah jangan merengut begitu. Jelek tau. Cemburu mu itu berlebihan mah. Aku sumpah nggak ada apa-apa sama Neng

“Neng? Namanya Savitri! “ Durga membanting asbak ke lantai. Padahal ingin sekali rasanya menampar wajah suaminya dengan asbak.

“memang itu panggilanya, udah jangan merengut lagi, Ni Abang bawain kamu duit banyak sisa dana kampanye” Amros mengangkat kresek hitam berisi uang ratusan ribu rupiah. Lalu mencium bagian bawah kantong kresek.

“kamu pikir, aku ini seperti simpatisan partai mu? Bisa dibeli dengan uang? Bisa terlena dengan janji manismu? Aku sudah muak dengan kata-kata yang keluar dari lisan mu. Aku sudah tidak tahan. Aku malu dengan perbuatan mu Amros. Aku tak mau anak ku makan uang haram. Aku mau kembali saja kepada orangtua ku”

Durga masuk ke kamar, mengemas baju bajunya dalam koper.  Lalu ia menggendong anak semata wayangnya dengan kain.

“Mau ke mana kau?” Amros mencegah Durga yang sudah berjalan menuju halaman rumah.

“ke rumah orang tua ku” Durga menepis tangan Amros

“orang tuamu yang miskin itu? Apa mungkin ibu tua itu mampu menghidupi anak kita?”

“lihat, lihat kau sekarang! Kau sudah berubah menjadi iblis. Uang telah merubah mu menjadi iblis. Bahkan iblis pun tak akan menghina ibu mertuanya!”

“baiklah kau boleh pergi, aku mampu mendapatkan seribu perempuan penggantimu”

“aku bersumpah, kau akan mati dikerubungi semut akibat mulut manis mu itu Amros!”

Setengah jam setelah Durga menghilang dari pandangan, Amros merasakan ada rasa nyeri yang tak terkira pada dadanya. Kemudian semua gelap.

Depok, 15 April 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline