Pernahkah kalian mendapati anak yang memiliki moral yang kurang baik?, sebenernya hal seperti itu pada zaman sekerang banyak ditemui, terutama pada kota-kota besar yang mayoritas orangnya menganut gaya kehidupan dunia barat. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pergaulan, tata cara mendidik dan masih banyak lagi, oleh karena itu kita sebagai orang dewasa yang sudah mengerti mana yang baik dan mana yang buruk alangkah baiknya menuntun dan mengarahkan anak-anak kita agar tidak terjerumus kedalam hal yang akan mengakibatkan kerugian didunia dan akhirat
Saya pernah mendapati anak yang memiliki moral kurang baik, waktu itu saya sedang main di daerah rumah saya sendiri dan disitu ada banyak anak-anak berkumpul sedang main bersama, saat saya coba mendekat dan ingin tau mereka main apa ternyata mereka berbicara kata yang tidak baik dan tidak pantas diucapkan oleh anak seumuran meraka, bahkan mereka juga tidak punya sopan santun kepada orang yang lebih tua, tidak ada rasa hormat dan sungkan jika bertemu orang tua. Bahkan mereka saat berbicara dengan orang tua mereka saja dengan nada tinggi seperti membentak bentak. Sungguh sangat disayangkan padahal masih memiliki umur yang sangat belia tetapi mereka sudah berbicara kurang pantas, berprilaku yang tidak baik, memiliki moral yang kurang baik juga.
Hal di atas bisa diatasi dengan cara menerapkan hidup yang baik dan sesuai aturan norma norma agama yang benar, memberikan pengertian yang benar kepada anak, mengajarinya berprilaku yang baik, memberikan salam saat bertemu orang yang lebih tua, berbicara dengan kata kata yang baik, berprilaku yang baik saat bermain Bersama, membantu teman yang sedang kesusahan, dan masih banyak lagi hal hal positif yang dapat diterapkan.
Menurut Piaget, dalam pengamatan dan wawacaranya pada anak usia 4-12 tahun menyimpulkan bahwa anak melewati 2 tahap yang berbeda dalam cara berpikir tentang moralitas, 2 hal tersebut yaitu:
- Tahap moralitas heterogen
Anak usia 4-7 tahun menunjukkan moralitas heterogeny, yaitu tahap pertama dari yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang (absolut). Anak berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasan-pembatasan dalam bertingkah laku. Pada masa ini anak menilai kebenran atau kebaikan tingkah laku berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa diubah atau diturunkan oleh sebuah otoritas yang berkuasa.
Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Dalam tahapan ini seyogianya orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat diubah.
- Tahap moralitas otonomi
- Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menunjukkan Sebagian ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan Sebagian ciri dari tahap kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh manusia (realistis), dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimbangkan niat dan konsekuensinya (subjektif). Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berada.
- Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran, maka otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat anak merasa khawatir dan takut berbuat salah. Namun, ketika anak mulai berpikir secara heteronom (ketergantungan dengan peraturan yang dibuat), anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bukti dalam melakukan pelanggaran.
- Piaget meyakini bahwa dengan semakin berkembangan cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang personal-persoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Lawrence Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral berkembang dalam beberapa tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 tingkatan penalaran tentang moral, dan setiap tingkatnya memiliki 2 tahapan diantaranya yaitu:
- Moralitas Prakonvensional
- Penalaran prakonvensional adalah tangkatan terendah dari penalaran moral, pada tingkat ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward (imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal. Pertama, moralitas heteronom adalah tahap pertama pada tingkatan penalaran prakonvensional. Pada yahap ini, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka harus patuh dan takut terhadap hukuman. Moralitas dari suatu tindakn dinilai atas dasar akibat fisiknya.
- Contoh: "bersalah" dicubit. Kakak membuat adik menangis, maka ibu memukul tangan kakak (dalam batas tertentu).
- Kedua, individualisme, hedonism. Pada tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri senndiri adalah benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran yang setara. Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan terahdap harapann sosial untuk memperoleh penghargaan.
- Contoh: berbuat benar ia dipuji "baik sekali". Mampu mengerjakan perintah/intruksi dengan benar dipuji "pintar sekali".
- Moralitas konvensional
- Penalaran konvensioanal adalah tingkat kedua atau menengah dalam tahapan Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan standar tertentu , tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orang tua atau pemerintah (orang yang memerintah). Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Pertama, ekspektasi interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada tahap ini anak menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar penilaian moral. Pada tahap ini, anak menyesuaiakan dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Contoh adalah mengembalikan krayon ketempat semula sesudah digunakan (nilai moral = tanggung jawab). Kedua, moralitas norma sosial, pada tahap ini penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang keteraturan dimasyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh kelompok, maka mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan sosial agar terhindar dari ketidakamanan dan ketidaksetujuan sosial. Contohnya adalah bersama-sama membersihkan kelas, semua anggota kelompok wajib membawa alat kebersihan (nilai moral = gotong royong).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H