A. PENGERTIAN DISKALKULIA
Diskalkulia merupakan ketidakmampuan berhitung yang disebabkan gangguan pada sistem saraf pusat. Sering kali siswa lemah dalam kemampuan persepsi sosial, lemah dalam konsep arah dan waktu, serta gangguan pada memorinya. Siswa mengalami kesulitan dalam membedakan bentuk geometrik, simbol, konsep angka, sulit menghafal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian secara cepat (Suharmini, 2015). Diskalkulia merupakan masalah belajar yang terkait dengan kesulitan belajar atau kesulitan dalam memahami dan menerapkan konsep matematika. (American Psychiatric Association, 2013). Diskalkulia adalah kondisi yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memahami, memproses, dan menggunakan angka dan operasi matematika. Sama seperti disleksia, diskalkulia adalah suatu keadaan yang didiagnosis berdasarkan kesulitan yang berulang dalam belajar dan menggunakan kemampuan matematika. Anak-anak yang mengalami diskalkulia mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika dasar seperti penjumlahan, penyelesaian, penyelesaian, pembagian, dan konsep-konsep yang lebih kompleks seperti geometri dan aljabar. Mereka juga kesulitan dalam mengingat fakta matematika, mengatur informasi matematika, dan melakukan perhitungan mental. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan anak untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika yang diberikan di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak dengan diskalkulia juga mengalami masalah dalam membaca angka dan klasifikasi simbol matematika, dan seringkali membingungkan angka dan operasi. Mereka dapat membalik angka, membuat kesalahan dalam menghitung, dan sulit memahami informasi yang ditampilkan dalam tabel dan grafik. Anak-anak yang mengalami diskalkulia juga dapat mengalami kesulitan dalam memahami konsep waktu dan ukuran, serta menghitung uang. Diskalkulia tidak berhubungan dengan kecerdasan, tetapi dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan motivasi anak dalam belajar matematika. Anak-anak dengan diskalkulia dapat merasa tertinggal dan frustrasi dalam pelajaran matematika, dan membutuhkan dukungan dari keluarga dan guru untuk membantu mereka mengatasi kesulitan mereka. Penting untuk diingat bahwa diskalkulia bukanlah akibat dari kurangnya latihan atau upaya, dan bukanlah kegagalan anak dalam belajar matematika. Anak-anak dengan diskalkulia membutuhkan pendekatan dan strategi yang berbeda dalam belajar matematika, dan dapat membutuhkan dukungan khusus dalam bentuk terapi dan bimbingan.
B. CIRI-CIRI ANAK DISKALKULIA
Anak dengan diskalkulia seringkali dianggap sebagai anak yang malas atau kurang cerdas, padahal sebenarnya mereka mengalami kesulitan yang tidak dapat mereka atasi dengan mudah. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru untuk mengenali ciri-ciri diskalkulia pada anak agar dapat memberikan dukungan dan bantuan yang tepat. Lerner (Maulida, 2019) mengemukakan beberapa ciri-ciri anak diskalkulia yang dapat dikenali yaitu sebagai berikut :
Adanya gangguan dalam memahami pola hubungan keruangan
Konsep pola hubungan keruangan yang dimaksud seperti "atasbawah, puncak-dasar, jauh-dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, awalakhir" biasanya sudah mampu dikuasai oleh siswa jauh ketika mereka belum masuk Sekolah Dasar (SD). Beberapa siswa mendapatkan pemahaman konsep pola hubungan keruangan tersebut dari pengalaman siswa itu sendiri dalam berkomunikasi dengan lingkup sosial mereka, ataupun dari permainan yang pernah mereka mainkan sebelumnya. Namun siswa tersebut tidak mampu belajar disebabkan oleh faktor kesulitan dalam berkomunikasi, dan lingkup sosialnya tidak mendukung kondisi yang kondusif agar terjalin komunikasi antar mereka. Ada dua kondisi penyebab siswa mengalami gangguan dalam memahami beberapa konsep pola hubungan keruangan, diantaranya kondisi instrinsik yang ada karena ketidakmampuan otak dan kondisi ekstrinsik berupa lingkup sosial yang tidak mendukung adanya komunikasi. Memiliki gangguan dalam memahami konsep-konsep pola hubungan keruangan bisa menyulitkan pemahaman siswa mengenai sistem bilangan secara keseluruhan. Sebab adanya gangguan tersebut, siswa tidak bisa merasakan jarak tiap angka pada garis bilangan atau penggaris, sehingga siswa juga tidak mengetahui bahwa angka 4 ternyata lebih dekat ke angka 5 daripada ke angka 7.
Abnormalitas persepsi visual
Siswa diskalkulia sering mengalami ketidakmampuan melihat macam-macam objek dalam satu kelompok dan hubungan diantaranya. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya gejala abnormalitas persepsi visual. Kemampuan melihat macam-macam objek dalam suatu kelompok adalah dasar yang penting sehingga siswa dapat secara cepat dan tepat dalam menentukan jumlah objek dalam suatu kelompok. Siswa yang mengalami abnormalitas persepsi visual akan terlihat tidak mampu bila mereka disuruh untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing benda tersebut terdiri dari empat atau lima anggota. Siswa dengan masalah tersebut akan menghitung anggota benda tersebut satu persatu terlebih dahulu sebelum kemudian menjumlahkannya.
Asosiasi visual-motorik
Siswa diskalkulia juga tidak mampu menghitung beberapa benda dengan berurutan sambil membilang benda tersebut, seperti "satu, dua, tiga, ...". Akan tetapi siswa baru memegang benda kedua namun baru mengucapkan "satu" atau kebalikannya baru menyentuh benda pertama namun ia sudah mengucapkan "dua". Siswa dengan masalah tersebut menunjukkan kesan bahwa ia hanya menghafal bilangan tapi tidak memahami maknanya.
Perseverasi Beberapa siswa ada yang perhatiannya fokus pada satu objek saja dengan waktu yang lama
Gangguan perhatian seperti itu dikenal dengan perseverasi. Dimana siswa tersebut awalnya dapat menyelesaikan tugas dengan baik, namun lambat laun fokusnya melekat pada objek yang lain.
Ketidakmampuan dalam mengenal dan memahami simbol
Sebagian siswa diskalkulia yang mengalami ketidakmampuan dalam mengenal dan menggunakan beberapa simbol matematika, seperti : +, -, , , >, < dan simbol lainnya. Ketidakmampuan dalam masalah ini dikarenakan adanya gangguan memori pada otak atau bisa juga disebabkan adanya gangguan persepsi visual.
Gangguan penghayatan tubuh
Siswa dengan masalah diskalkulia juga sering menunjukkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Siswa yang mengalami masalah ini akan merasa sukar untuk memahami hubungan dari bagian-bagian tubuhnya sendiri. Misalnya siswa disuruh untuk menggambar bagian tubuh manusia, maka yang ia lakukan adalah menggambar dengan beberapa bagian yang tidak lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang tidak tepat. Contohnya: tangan diletakkan di kaki, atau bagian mata yang diletakkan pada bagian hidung, dan sebagainya.
Kesulitan memahami bahasa dan membaca
Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang banyak menggunakan simbol-simbol tertentu. Oleh sebab itu, kesulitan dalam memahami bahasa bisa mempengaruhi kemampuan siswa pada pelajaran ini. Soal matematika yang didesain berbentuk soal cerita menuntut kemampuan membaca untuk menyelesaikannya. Sehingga siswa yang mengalami kesulitan memahami bahasa dan membaca akan susah untuk menyelesaikan soal tersebut. 8. Performance IQ lebih rendah daripada Verbal IQ Hasil tes inteligensi dengan mengandalkan alat WISC membuktikan bahwa siswa diskalkulia memiliki skor Performance IQ (PIQ) yang lebih rendah daripada skor Verbal IQ (VIQ). Tes inteligensi tersebut mempunyai dua kategori sub tes, diantaranya tes performance dan tes verbal. Sub tes performance mencakup: melengkapi objek, menyusun objek, menyusun gambar, menyusun balok dan coding. Sementara sub tes verbal meliputi: Informasi, persamaan, aritmatika, bendahara kata, serta pemahaman. Sementara. Rendahnya skor PIQ yang dialami oleh siswa diskalkulia ini berkaitan dengan kesulitan dalam memahami konsep keruangan, gangguan persepsi visual, dan juga adanya gangguan asosisasi visual-motorik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H