Lihat ke Halaman Asli

Wejangan Mbah Cepot

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore ini seperti sore-sore sebelumnya, duduk di ruang depan menikmati update berita di tv, ditemani secangkir kopi tubruk. Berita di tv masih seputar kemacetan menjelang seagames, korupsi yang makin menjadi dan 'kegilaan' para penguasa.

Sesungguhnya aku tak tahu apa yang musti aku tulis di rubrik ini. Tarian jemari tentang kegelisahan hati yang selama ini bermain cantik, hanya cantik bermain dan tak membuat perubahan berarti. Keterpurukan bangsa ini makin nyata dijajah dari segala sisi.

Aku jadi teringat wejangan mbah Cepot, yang mungkin agak ngawur.

"Keterpurukan bangsa ini dimulai sejak dari awal orde sebelumnya." "Kita terlalu cepat terbuai dan tertarik dengan kemajuan dan teknologi dari negeri sebrang." "Dan anehnya, kita mengundang mereka, memberikan pasar untuk mereka, dengan dalih alih teknologi." "Mulai dari kendaraan, alat telekomunikasi, televisi, radio dll." "Kita dengan rela tunduk dan mengikuti mereka dengan temuan teknologinya."

"Cucuku... mungkin kamu adalah salah satu korban dari siar-siar mereka. Mungkin kamu juga beranggapan bahwa teknologi adalah kuasa mereka dan kita adalah bangsa pengikut yang mengikuti perkembangan mereka." "Tapi sesungguhnya, kita dulu pun punya teknologi semacam punya mereka." "Namun karena kita tidak cinta akan peninggalan moyang, maka jadilah kita pengikut kemajuan bangsa barat."

"Cucuku, dulu... nenek moyang kita tak perlu berfikir serumit pikiranmu untuk membuat kotak bergambar yang kamu tonton tiap hari (red: maksudnya televisi kali...)." "Cuma cukup dengan baskom, air, dan kembang, moyang kita sudah bisa melihat apa yang terjadi nun jauh disana, apa yang telah dan akan terjadi." "Bayangkan, teknologi moyang kita hanya butuh itu, sederhana, simple dan amat sangat portable." "Tapi kita melupakannya dan meninggalkannya."

"Tapi kek... itu kan mistis, jin kek..."

"Jin itu kan gaib cucuku, apa yang kamu pelajari di unipersitas telekomunikasi itu bukan barang gaib?"

"Emang gaib sih kek... tapi kan dapat dijelaskan dengan iptek"

"Ah... itu kan karangan bule saja, kita tak tahu pasti, jangan-jangan yang kamu pelajari hanyalah omong kosong, dan sesungguhnya adalah perjanjian dengan gaib juga."

"Bayangkan jika nenek moyang kita mau lebih tidak egois dan berfikir bisnis, buat perjanjian dengan pimpinan jin, agar anak buahnya mau menyertai tiap baskom yang dijualnya..." "Kan bisa jadi bisnis baskom visi." "Atau meminta agar menugaskan anak buahnya menyertai pelepah yang dijualnya, kan bisa jadi pelepah terbang..."

GGGrrrrrr

- Salam Sawong -




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline