Lihat ke Halaman Asli

Karantina Covid Hari ke-6 (Setahun Lalu): Sebuah Catatan Pribadi

Diperbarui: 21 Maret 2021   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Semalam Australia juga Indonesia melakukan penutupan pintu masuk ke negara demi mencegah penularan Corona yg makin melebar.

Akhirnya apa yang kutakutkan terjadi juga..
Anak ragilku musti survive sendiri disana karena aku tidak mungkin kesana saat ini..
Agak tentram hati ini karena disana ada teman-teman baikku yang bisa kumintai tolong.
Mamaknya galau sampe nelen makanan aja susah.
Maunya di kamar aja..

Hari-hari ini membuat aku kesulitan melakukan meditasi hening karena suara sekelilingku yang hingar bingar tentang Corona, ketakutan-ketakutan, kecemasan, kekhawatiran akan masa depan, panik melihat korban yg berjatuhan dan jengkel juga lihat manusia-manusia Indonesia yang tidak paham keseriusan situasi..

Dan semua itu tidak dalam kontrol aku..
Sebagai ibu, istri, komandan di rumah dan manusia rapuh, rasanya aku kepengen nangis sejadi-jadinya.. situasi dan kondisi disekelilingku sangat tidak nyaman dan entah kapan berakhir.
Tepatnya, aku tercerabut dari zona nyamanku..

Kemudian saat heningpun menyapa pikiran.

Aku mulai mengolah data dan rahmatNYA..
Selama ini aku diberikan rasa aman dan nyaman..
Ada kesombongan bahwa semua akan menjadi lebih baik dan makin baik..
Barang-barang bermerk dan bagus menjadi fokus dan kebanggaan.
Ternyata semua tidak ada artinya sekarang.
Apa yang bisa dibanggakan kecuali harus dan wajib menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga.
Makan juga makanan rumah saja.
Lupakan makan di resto dan acara berkumpul dengan teman.
Semua fokus ke keluarga.

Dalam kehidupan ini, akupun pernah menjalani masa-masa tersulit dalam hidup, sakit yang cukup parah hanya karena rahmat dan KasihNYA masih diperkenankan hidup sampai hari ini.

DIA memegang tanganku di hari-hari terburuk. Mengajariku untuk realistis dan tetap berjalan bersamaNYA apapun yang terjadi..


Iman itu memberikan harapan..
Tapi tubuh dan pikiran musti dilatih untuk disiplin dan menjalankan aturan main (protokol kesehatan) agar bisa selamat.
Karena DIA memberikan kita pikiran untuk bijaksana dan berhikmat bukan hanya berteriak padaNYA saja.

Iman adalah harapan saat aku berjalan di malam yang gelap..
Menjaga diri dan keluarga adalah cara kita berjuang sebaik-baiknya




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline