Lihat ke Halaman Asli

Gagal Jadi Pimpinan KPK, Johan Budi Melawan

Diperbarui: 19 Desember 2015   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Reality show pemilihan pimpinan KPK sudah berakhir, setelah pleno komisi hukum DPR pada hari Kamis 17 Desember 2015 kemarin memutuskan berdasarkan hasil voting bahwa yang terpilih untuk menjadi pimpinan KPK periode 4 tahun mendatang adalah ; Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata,  Saut Situmorang dan Laode M Syarif. Yang kemudian dilanjutkan dengan pemilihan ketua KPK dan akhirnya Agus Rahardjo terpilih menjadi ketua KPK.

Terlepas dari bagaimana energi dan perhatian yang telah terbuang dalam reality show tersebut dan berbagai kelebihan serta kekurangan dalam proses seleksinya, yang jelas kita patut menghormati dan mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh DPR yang memang memiliki tugas dan kewenangan dalam memilih pimpinan KPK berdasarkan Undang-undang.

Mereka yang terpilih dan diajukan ke DPR untuk melakukan uji kepatutan adalah orang-orang hebat yang dimiliki negeri ini. Namun, kembali lagi, DPR telah memutuskan memilih 5 orang terbaik dari orang-orang hebat tersebut melalui proses yang demokratis.

Johan Budi, Busyro, Robby, Sujanarko dan Surya Tjandra apakah jelek ? TIDAK !!, mereka juga orang-orang hebat, bahkan Johan Budi dan Busyro pernah berada didalam KPK tentunya sepak terjangnya telah diketahui kita semua. Tapi, kembali lagi proses seleksi mempunyai kriteria dan polanya sendiri-sendiri, begitupun dengan anggota DPR yang menguji mempunyai kriteria penilaiannya masing-masing dan mandiri bebas dari intervensi manapun termasuk dari "mereka" pegiat anti korupsi serta LSM seperti ICW yang sudah mengusung calon-calonnya menurut cara mereka sendiri (ICW dkk), mulai dari diskusi, demo didepan KPK, membentuk opini melalui media dll.

Bila dianalogikan sebagai sebuah pertandingan, tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Dalam sebuah pertandingan yang dikedepankan adalah SPORTIFITAS. Berani menerima kekalahan dan mengakui kelebihan serta kemenangan orang lain itulah jiwa yang harus dimiliki dan dibangun oleh siapapun yang mengikuti pertandingan tersebut. Tidak boleh, seorang petinju yang kalah apalagi KO kemudian diluar ring setelah pertandingan mencak-mencak mengatakan bahwa ia bisa KO karena ini itu. Faktanya ia sudah kalah KO.  Seharusnya, sebagai seorang yang memiliki jiwa sportifitas tinggi, dalam kenyataan ini yang harus dilakukan adalah memberikan dukungan sepenuhnya atas apa yang ia miliki kepada pemenang atau si terpilih, itu baru seorang Patriot sejati.

Namun dibalik itu, ternyata diketahui si-kalah (tidak terpilih) rupanya tidak diam.  Dengan kata dan kalimat yang lebih kasar "TIDAK TERIMA KEKALAHAN', sehingga melakukan upaya-upaya yang ia punya untuk menyudutkan para anggota DPR, menyudutkan proses seleksi capim, menyudutkan proses pemilihan sampai dengan menyiapkan hal-hal yang sifatnya menguji para pimpinan KPK yang baru.

Sebut saja Johan Budi (JB), publik sudah mengetahui sepak terjangnya selama berada di KPK, mulai dari jurubicara sampai dengan Plt pimpinan KPK. Publik juga harus tahu bahwa JB berafiliasi dengan LSM-LSM yang "katanya" pegiat antikorupsi sehingga institusi KPK lebih seperti LSM. Sebagi seorang mantan jurnalis, ia kerap juga menggelontorkan / membocorkan issue tentang korupsi melalui majalah (dan grupnya).  Apakah hal ini salah ? nyatanya publik menerima apa yang dilakukan oleh JB, sehingga pola-pola seperti ini selalu diterapkan oleh KPK. 

Didalam internal KPK sendiri terjadi kelompok-kelompok. Kelompok JB merupakan kelompok eksklusif dengan barisan didalamnya adalah wadah pegawai KPK (yang bisa digerakan) untuk menekan pimpinan dalam pengambilan keputusan dan melakukan demo, kelompok penyidik Novel Baswedan Cs, LSM seperti ICW dll. Sehingga kesenjangan sosial terjadi didalam tubuh KPK. Pergerakan tim yang tidak dapat dikendalikan oleh pimpinan maupun atasan bidang masing-masing dengan dalih kerahasiaan dan tidak bisa diintervensi.  Padahal fungsi pimpinan disini adalah untuk pertanggung jawaban kegiatan yang dilakukan.  Jadi, tim tersebut bergerak sesuka hatinya.

Dari uraian diatas, diprediksi JB dan kelompoknya akan melakukan hal-hal, antara lain :

  1. Akan mengusulkan kepada kelompok-kelompok tertentu (yang bisa digerakan) dengan dalih kelompok pegiat anti korupsi maupun LSM-LSM seperti ICW dkk untuk melakukan semua hal yang mungkin dilakukan, seperti aksi turun kejalan dan diskusi-diskusi dengan topik dan tujuan untuk membuat mosi tidak percaya terhadap 5 pimpinan KPK yang baru yang dipilih dan ditetapkan oleh DPR, dengan alasan terdapat berbagai kejanggalan dalam seleksi calon pimpinan KPK.
  2. JB bersama dan melalui kelompok-kelompoknya akan memainkan dan membentuk opini melalui media untuk menyudutkan para pimpinan terpilih dengan berbagai alasan; tidak bersih-lah, berteman dengan koruptor-lah dan lain-lainya. Bahkan salah satu pegawai KPK mengusulkan untuk memberitakan / memblow up lewat media tentang profil negatif para pimpinan KPK yang baru, sehingga menjadi bahan untuk membuat mosi tidak percaya kepada pimpinan baru KPK.
  3. Dengan alasan supaya KPK tetap kuat, para pimpinan KPK akan dibenturkan dengan PR (pekerjaan rumah) pertama para pimpinan yang baru yaitu berjanji untuk membatalkan revisi UU KPK dihadapan seluruh pegawai KPK, harapannya kelak para pimpinan KPK akan terpasung karena akan ditagih janji dengan bentuk mogok dan lain-lain. Hal seperti ini juga pernah dilakukan saat PLT pimpinan KPK Ruki Cs pertama kali berkantor di KPK.
  4. Melakukan kegiatan OTT (operasi tangkap tangan) terhadap pihak-pihak tertentu yang menurut mereka berafiliasi dengan pimpinan KPK yang baru dengan tujuan untuk menyudutkan pimpinan KPK yang baru, dengan opini yang dibentuk bahwa proses pemilihan di DPR adalah konspirasi untuk memilih pimpinan yang tidak pro KPK dan pro kepada pelemahan KPK.
  5. Bersama kelompoknya (pegawai KPK, LSM dan pegiat anti korupsi) untuk menekan pemerintah dan pimpinan baru KPK supaya membatalkan rencana revisi UU KPK dan berupaya untuk bisa bertemu langsung dengan Presiden Jokowi. Yang anehnya, diinternal KPK juga dilakukan pembahasan draft revisi UU KPK namun hanya dikalangan penyidik independen. Kenapa hanya mereka ? karena bila disetujui revisi tersebut, maka nasib mereka akan semakin tidak jelas. Sudah bukan polisi, legalitasnya sebagai penyidik independen-pun dikalahkan dalam sidang praperadilan dan MK. Makanya demi tidak kehilangan mata pencaharian, berbagai macam upaya dilakukan.

Bila hal ini benar-benar terjadi, maka JB dan kelompoknya tidak lain adalah pecundang, yang tidak bisa menerima kekalahan, tidak sportif serta seakan-akan KPK adalah milik dan agama mereka. Yang tidak boleh juga dimiliki oleh orang lain dan tidak boleh dirubah. Ingat !!! yang tidak bisa dirubah hanyalah KITAB SUCI dan UU KPK bukan-lah kitab suci.  Berikan kesempatan kepada orang-orang hebat yang terpilih menjadi pimpinan baru KPK bekerja dengan baik, jangan berpikiran buruk atau resisten kepada mereka. Yang benar adalah bantu mereka, dengan kemampuan dan pengalaman yang ada yang dimiliki bukan dengan membunuh karakter-nya.

ini bukti gerakan perlawanan yang dilakukan Johan Budi dan kelompoknya :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline