Lihat ke Halaman Asli

Saut Donatus Manullang

Aku bukan siapa-siapa! Dan tak ingin menjadi seperti siapa-siapa.

Sesat Pikir Para Kritikus Jelang Pilkada Serentak di Media Sosial

Diperbarui: 16 Agustus 2019   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Oh ya, agar tidak salah tafsir dan bias. Defenisi “Kesesatan atau sesat Pikir” di sini adalah kesalahan yang terjadi dalam aktivitas berpikir karena penyalahgunaan bahasa (verbal) dan/atau relevansi (materi) dan merupakan bagian dari logika yang mempelajari beberapa jenis kesesatan penalaran sebagai lawan dari argumentasi logis." 

Menjelang Pilkada 2015, banyak para kritikus dadakan bergentayangan di dunia maya, khususnya di jejaring media sosial. Tentu kritik yang disampaikan berkenaan dengan para peserta yang akan bersaing dalam pilkada ini. Anehnya walaupun mereka lebih sering menuliskan kata-kata hujatan, caci maki dan sampah-serapah yang sebagian besar mengandung provokasi, mereka tetap  bersikukuh disebut sebagai kritikus bukan penghujat.  Mungkin supaya kedengaran keren kali ya atau biar keliatan cerdas gitu! Ho oh, keliatan dari ujung pipet keleesss! Hhihihihi :-)

Lebih aneh lagi, kritik, hujatan, caci maki yang disampaikan hanya kepada salah satu pesaing dari calon kepala daerah yang mereka dukung saja. Sangat kentara sekali kebencian yang telah beranak pinak di hati mereka. Entah apa sebabnya. Dalam memberikan komentar, mereka lebih banyak membicarakan (menyerang) pihak lain daripada menyampaikan nilai plus informasi seputar calon dukungannya. :-D

"Pokoknya bagi mereka calon lain tidak pantas, yang pantas adalah jagoan mereka doank. Tidak setuju dengan saya, anda di pihak lawan."

Ckckckckc....miriss! :-(

Terus salah??? Enggak juga sih! Hehehee..... :-D

MENGAPA DISEBUT SESAT PIKIR?
Diskusi dalam dunia si maya, sering ditemukan dinamika interaksi yang cenderung semakin panas dalam berargumen. Umumnya topik yang sering berpotensi mengundang polemik adalah politik dan agama. Dalam kondisi diskusi panas membara, akan kelihatan pola pikir sesat di antara mereka.

1. Sesat Pikir ala Egocentric Righteousness
Kalau terjemahan versi saya “Egocentrik Righteousness” adalah Kebenaran hanya pada diri sendiri.
Orang seperti ini cenderung berpikir:”Akulah yang maha tahu, Akulah maha benar, di luar itu semua salah. Merasa paling superior dan hebat. Orang semacam ini akan mati-matian mempertahankan opininya, Tidak mau melihat satu masalah dari sudut pandang lain.
Kalau sudah dihinggapi sesat pikir ini, maka orang tersebut akan tutup telinga dan hanya buka mulut. Orang ini cenderung hanya mempertahankan yang dia tahu, tanpa berkeinginan mempelajari gagasan-gagasan lain selain yang diyakini selama ini. Rujukan komentar dan opininya hanya orang atau media yang satu pemikiran dengan dia.

2. Sesat Pikir ala  Egocentric Myopia.
Myopia itu artinya gak bisa melihat objek jauh atau rabun jauh. Orang seperti ini adalah orang yang tidak mau menggeser tempat duduknya untuk melihat objek dari sisi lain. Wawasannya sempit, tidak berani keluar kotak. Mengemukakan argumennya berdasarkan ketidaksukaan semata. Dalam  politik, orang dengan pola pikir ini adalah  seseorang partisan partai tertentu atau calon kepala daerah tertentu. Di matanya partai lain dianggap tidak baik atau salah. Sedangkan partai/tokoh yang didukung adalah maha benar dan baik. Pokoknya dia tidak suka warna bendera partai lain selain warna bendera partai dukungannya. Tidak berkeinginan mempelajari gagasan-gagasan lain selain yang diyakini selama ini. Semestinya sikap suka atau tidak suka didasarkan pertimbangan yang lebih substantif dan obyektif.

Sebenarnya ada 4 lagi jenis sesat pikir dalam buku “Brain Management for Self Improvement” karya dr. H. Taufiq Pasiak, M. Pd. I. , M. Kes., di sini sengaja hanya 2 disampaikan yang menurut hemat saya lebih relevan dengan pola pikir para kritikus dunia maya menjelang tanggal 09 Desember ini.

AKIBAT PIKIR SESAT
Nah akibat pikir sesat tidak jarang muncul argumen-argumen yang mengarah kepada hal-hal negatif dan biasanya melibatkan emosi. Argumennya cenderung menyerang pribadi bukan lagi fokus ke topik yang dibicarakan. Mereka akan memaki, mencaci, mengkerdilkan lawan diskusi bahkan ada yang mengancam. Dan ini menjadi kesesatan baru yaitu disebut Kesesatan Relevansi yaitu:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline