Lihat ke Halaman Asli

Saumiman Saud

Pemerhati

Media Sosial Seperti Pisau Belati?

Diperbarui: 18 Desember 2015   02:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosial Media Ibarat sebuah pisau belati

Kita tidak asing dengan yang namanya pisau, di setiap rumah ada pisau dan dipakai setiap hari. Ada pisau yang tajam sekali ada pula pisau yang berkarat dan tumpul. Anggaplah sekarang di tangan kita ada sebuah pisau yang tajam, pisau ini bisa kita gunakan segera , makna dan gunanya tergantung pada kita. Pisau ini bisa untuk mengupas mangga., memotong kertas, buka tutupan botol, sebaliknya pisau ini juga bisa dipakai untuk memotong ayam, bahkan menodong orang dan membunuh. Jadi tergantung sipemakai menggunakannya. Hati-hati menggunakannya, pisau ini bermata ganda, bisa menusuk orang lain, dan bila salah memakainya menusuk diri sendiri.

Demikian juga dengan internet yang akhirnya kita kenal secara beken sosial media. Media ini rmanfaat, kuat dan kadang-kadang “jahat”. Media boleh menjadi alat promosi dan boleh juga menjadi alat menjatuhkan. Saking kuatnya sosial media dan pemakainya maka sangat terpaksa ketua DPR itu mau tidak mau mengundurkan diri, karena segala perbuatannya sudah diketahui khalayak ramai. Saking kuatnya sosial media maka tatkala Nikita Mirzani yang ditangkap polisi dengan tuduhan sebagai korban penjualan orang (prostitusi kelas tinggi), maka beritanya diketahui seluruh dunia. Berita sosial media terhitung detik dan satu klik, semua orang pada tahu.

Sebenarnya Sosial Media boleh dipakai secara positip dengan memperkenalkan pengetahuan, motivasi dan sekaligus pelajaran berharga, namun ada saja yang menyelewengkan penggunaannya sehingga media sosial ini juga dapat menjadikan sipemakai menjadi hantu belau yang ganas, kritik sana-sini, ngomong yang tidak perlu dan memakai kata-kata kotor bahkan mempostingkan yang porno, fitnah dan sebagainya. Jadi tergantung motivasi sepemakai Media Sosial ini sendiri. Bila anda dewasa dan orang berpendidikan, mesti memakai media sosial secara dewasa pula. Jangan pula seperti yang terjadi baru-baru ini, orang yang mengaku gelar doktor dan dosen juga di perguruan tinggi, namun postingannya bermasalah dan harus berurusan dengan polisi. Nah, jikalau terjadi demikan tentu ia akan malu, mahasiswanya malu, almamaternya malu, keluarganya malu, teman-temannya malu dan termasuk orang-orang sekampung halamannya merasa malu. Ngeri sekali bukan.

Apabila anda boleh mengunakan sosial media, maka anda dianggap sudah memiliki pengetahuan dan dewasa, itu sebabnya ada aturan main bahwa mereka yang masih di bawah umur masih belum diperkenankan memakai sosial media dan email. Tentang akhirnya diketahui jika ada orang yang membohongi umurnya itu lain persoalan. Belakangan ini muncul banyak penulis instant, artinya siapa saja yang punya ide boleh menulis, apa saja mereka tulis, dari mulai bagun pagi, makan siang, jalanan macet, dan pujian serta makian. 

tahun-tahun lalu kita masih ingat ada seorang mahasiswi yang ngamuk-ngamuk karena harus antrian di pom bensin, kemudian sudah pada gilirannya beliau diminta pindah ke bagian antrian sepeda motor. Ia jengkel lalu menulis komentar dengan nada marah di halaman pribadi sosial medianya, dan alhasil ia harus dipolisikan karena sempat menyakiti masyarakat Jogjakarta. Ia bahkan dibully habis-habisan, dan lihatlah betapa kuat dan kadang orang merasa “jahat” sosial media itu. Selain itu kita juga pernah mendengar seorang tukang sate yang gara-gara sosial media juga bermasalah dengan polisi. Akhirnya orang tua sang tukang sate itu harus menangis-nangis minta ampun. 

Hal ini semua terjadi bukan karena kita dibatasi untuk menulis, ide kita dikebiri atau dibatasi beropini, tetapi marilah kita beropini dan menulis secara dewasa, jangan seperti kanak-kanak dan seakan-akan kurang waras. Tetapi kita juga tidak tutup mata karena sosial media ini orang boleh menjadi ngetop, bahkan presiden Obama terpilih dan dia dibesarkan oleh sosial media yang waktu itu Blackberry menjadi popular. Ini sisi positipnya. Tatkala Jokowi dan Ahok mencalonkan diri menjadi Gubernur dan wakil di DKI Jakarta, media sosial juga sangat berperan. Inilah bentuk promosi murah meriah ketimbang melalui televisi dan media cetak.

Blacberry yang popular itu akhirnya banyak dipakai oleh orang Indonesia sebagai alat komunikasi ini dan merekapun mengenal yang namanya facebook, youtube dan sebagainya; terutama para wanita(ibu-ibu arisan) yang suka berfoto-foto, dengan memamerkan pakaiannya yang cantik, tas yang mahal serta kulinari di restoran mahal. Maka tidak jarang karena semua ini muncul ide baru penipuan via media sosial.  “Mama minta pulsa” itu merupakan bentuk baru penipuan yang canggih waktu itu dan belakangan muncul istilah baru “papa minta saham”, lebih canggih lagi.

Akhirnya penulis hendak memberi 6 tips khusus, sekaligus filter supaya kita benar-benar dapat mempergunakan sosial media ini dengan baik.

1. Coba cek dan baca ulang tulisan kita yang sudah ditulis, kira-kira apa yang kita tulis itu logika, fakta dan bermanfaat secara positif tidak apabila kita postingkan diumum dan dibaca semua orang.

2. Coba cek dan baca ulang tulisan kita yang sudah ditulis, kira-kira yang kita tulis itu perlu atau tidak dipostingkan, dan apa dampak negative dan positifnya. Kira-kira ada gunanya tidak bila kkita postingkan untuk umum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline