Lihat ke Halaman Asli

Saumiman Saud

Pemerhati

Omong Kosong, Jika Allah Baik, Mengapa Ada Penderitaan?

Diperbarui: 1 September 2015   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia selalu mencari yang gampang, enak, santai, cepat, dan bebas hambatan. Celakanya itu juga diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak perlu kerja, enak-enak tanda tangan, uang kontan segepok masuk kantong atau laci. Tidak perlu belajar, yang penting dapat nilai tinggi, ntah dengan cara sogok atau cara apa saja. Sesungguhnya tidak ada yang gampang, karena kita diciptakan oleh Tuhan di dunia ini bukan untuk berdiam diri. Jikalau mau gampang jadilah patung, Wow, itu juga tidak gampang, waktu masih baru dipelihara, jika sudah bosan dibuang ke tong sampah.

Kehidupan di dunia ini memang sulit. Saya tidak mengatakan hidup itu adalah penderitaan, bukankah ada sisi-sisi yang menyenangkan juga dalam hidup ini? Namun di dalam hidup yang sulit ini, kadang kala menimbulkan “perasaan” menderita. Kalau hidup adalah sulit, itu berarti kita sebagai anak manusia kita perlu mencari cara atau teknik serta taktik untuk menghadapinya. Terus-terang banyak orang yang tidak memahami bahwa kehidupan itu sulit. Itu sebabnya tatkala di dalam kehidupan itu muncul kesulitan, kesakitan, dan masalah yang pelik serta penderitaan, maka mereka mulai mengeluh, menjerit dan frustrsi; bahkan ada orang yang mencoba untuk bunuh diri. Untung kalau langsung mati, takutnya sewaktu bunuh diri dan tertolong orang , sehingga jadinya setengah mati.

Mengapa banyak orang memprotes kesulitan hidup dengan cara demikian? Apa sebabnya mereka beranggapan bahwa hidup itu seharusnya gampang, seolah-olah kehidupan itu harusnya mudah dilalui. Tetapi kenyataannya berbeda. Sehingga frustrasi? “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. “ Setiap orang tidak terkecuali, mereka juga menghadapi kesulitan, kesukaran dan penderitaan. Allah yang baik itu juga mengizinkan penderitaan itu hadir dalam hidup merekan.

Ketika C.S. Lewis ditanya: Mengapa orang benar, katakanlah yang menyembah dan melayani Allah yang Baik itu tetap juga mengalami penderitaan? Apakah ada kesalahan yang tersembunyi di dalamnya? Jawaban C.S Lewis sungguh mengagetkan!, ia mengatakan “ Mengapa tidak? Mereka (orang percaya) adalah satu-satunya orang yang dapat memenangkan masalah ini.” Rasul Paulus meringkaskan hal ini lalu ia menulis “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan! kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8 :28). Jika kita sanggup memandang penderitaan seperti Allah memandangnya, bahwa segala sesuatu itu terjadi dan pada akhirnya untuk kebaikan kita dan untuk kemuliaaan Nama-Nya maka saya yakin kita akan menjalani penderitaan itu dengan ucapan syukur. Timbul pertanyaan, untuk apa penderitaan itu diizinkan Allah m uncul dalam kehidupan kita?

Hari ini kita akan mencoba menemukan jawabannya. Ada emapt hal yang perlu kita perhatikan :

2.Penderitaan terjadi Untuk Membimbing kita.

Penderitaan yang dan bakal kita alami tidak semuanya beralamatkan buruk. Bagi orang percaya, bahkan kematianpun alamatnya baik, karena kita langsung bertemu dengan Tuhan. Sering kali penderitaan yang kita alami justru merupakan proses di mana Tuhan sedang Membimbing kita supaya kita itu hidupnya lebih dewasa. Sebagai contoh saya ambil cerita rajawali yang terdapat dalam kitab Ulangan 32 :11 Di sini diceritakan tentang Burung Rajawali. Lengkapnya ayat ini sebagai berikut: “Laksana Rajawali menggoyang-bangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor dan mendukungnya di atas kepaknya”. Ayat ini sangat berkesan bagi saya dan saya sering mengutip ayat ini sebagai penjelasan saya tentang penderitaan itu. Rajawali mempunyai kebiasaan hidup di atas bukit yang terjal, demikian juga sarangnya di buat di sana. Sebelum seekor induk burung Rajawali mengeram telurnya terlebih dahulu dibuat sarang, sebagai tempat untuk mengeram telur-telurnya. Sarang yang dibuat tentunya memakan waktu yang cukup lama, sebab ranting – demi ranting dikumpulkan sehingga membentuk sarang. Setelah sarangnya selesai, maka induk Rajawalipun mulai bertelur, kemudian mengerami telurnya, hingga menetaskan anak-anaknya. Sesudah itu sang Rajawali menghangatkan anak-anaknya melalui sayapnya yang lebar. Namun ketika saatnya tiba, tiba-tiba sang induk mengepak-ngepakan sayapnya, hendak menghancurkan sarangnya. Bagi anak-anak burung, tentu mereka tidak mengerti; mereka akan mengatakan “Mama” sangat kejam sekali. Tetapi sang induk tidak mau tahu, ia terus saja mengepak sayapnya sampai sarang itu benar-benar rusak. Lalu ia mengapit anak-anaknya dan di bawa terbang tinggi ke atas udara, dan setelah itu secara mendadak ia melepaskan anak-anaknya. Anak-anaknya yang masih bulunya belum banyak tidak mengerti dan tambah bingung tentang apa yang dilakukan sang induk, sehingga mereka seakan-akan menggerutu, marah dan sebagainya. Berulang-ulang sang induk melakukan hal ini sampai sang anak Rajawali dapat terbang sendiri. Pada waktu itulah baru mereka mengerti apa sesungguhnya yang dikehendaki oleh induknya. Mulanya memang, sulit, sakit dan menderita; tetapi semua proses itu harus dilaluinya. Kalau sang anak Rajawali mau enaknya terus, maka ia tidak pernah akan terbang sendiri. Kehidupan kita juga demikian, jika kita mau enak-enak terus, mentang-mentang ornag tua kita kaya-raya misalnya, maka suatu saat kita akan mengalami penderitaan. Saya setuju sekali ada orang tua yang kaya raya, namun untuk mendidik anak-anaknya ia biarkan mereka berjuang sendiri terlebih dahulu, kadang mungkin harus bekerja pada orang lain untuk melatih bahwa sesungguh keberhasilan itu memerlukan kerja keras dan kuras keringat.

2. Penderitaan itu terjadi untuk Memeriksa kita

Yakobus 1:2-3 tertulis demikian : “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh dalam berbagai pencobaan. Sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekukan” Tidak semua orang suka diperiksa, baik itu hasil kerjanya, dirinya apalagi kehidupannya. Sering kali karena kita merasa begitu gengsinya sehingga tidak pernah mau mengaku bahwa kita sendiri sesungguhnya punya banyak kelemahan dan kesalahan. Itu sebabnya perlu diperiksa supaya diketahui akar dari kesalahan itu. Sering kali kita mendengar banyak orang yang di rawat di rumah sakit, pada awalnya tidak mau memeriksakan kesehatannya, namun manakala sudah tidak berdaya, mau tidak mau harus mendekam di rumah sakit. Ketika penderitaan dialami oleh seseorang, maka ia perlu mengundang Tuhan untuk memeriksanya. Apa sesungguhnya yang tidak beres? Terlalu sering, ketidakberesan itu justru berasal dari dirinya sendiri. Suatu hari ada seorang anak diminta oleh ayahnya untuk membeli sekotak Korek Api. Papanya berpesan padanya, jangan lupa periksa Korek Api yang kamu beli itu, baik mereknya dan juga mutunya, apakah masih bisa dipakai atau tidak. Tiba di rumah sang anak dengan penuh suka-cita berkata pada ayahnya. Semua isi Korek Api yang saya beli, 100% mutunya baik. Tidak satu batangpun yang tidak bisa dipakai. Ayahnya heran, “Bagaiamana kamu tahu?” Anak itu mengatakan, tadi sewaktu di toko saya sudah memeriksanya, bahkan untuk meyakinkannya sebatang demi sebatang sudah saya cobai, dan benar semuanya menyala. Papanya tersenyum kecut, anak ini sudah mengerjakan suatu pekerjaan yang sangat bodoh sekali. Korek Api yang sudah diperiksa, kemudian dinyalahkan, tidak dapat dipakai lagi. Namun manusia bukan Korek Api. Jika Allah memeriksa kualitas kehidupan kita seringkali alat pengukurnya adalah penderitaan, kesulitan, pencobaan. Bukan berrti Allah ingin agar kita menderita kesusahan atau kesulitan, Dia ingin agar iman pengharapan kita dapat bertumbuh. Melaluinya Allah pasti akan memberi kesempatan kepada kita untuk meningkatkan kualitas iman percaya kita.

3. Penderitaan itu terjadi untuk Mengoreksi kita

Setelah diperiksa, maka akan diketahui dimana terletak kesalahannya. Nah kalau sudah diketahui kesalahannya, lalu tidak diobati; selain tidak pernah akan pulih juga akan menimbulkan bahaya yang lebih parah. Beberapa tahun yang lalu pernah Jessica anak saya yang besar tubuhnya panas, sudah hampir empat hari tidak reda. Kami bawa ke dokter, dan kami diminta cepat membawanya ke Laboratorium untuk mengecek darahnya, takut terjangkit virus Demam Berdarah. Suster kewalahan mengambil darah di bagian tangan anak kami, karena ia berontak terus, ia nangis, ia menjerit, takut disuntik. Sebagai orang tua kita pasti kasihan pada dia, tetapi apa boleh buat, kalau mau dia sembuh, harus merelakan dia disuntik. Akhirnya saya terpaksa harus pegang dia kuat-kuat untuk memudahkan Suster mendapatkan darahnya. Dia melawan, saya makin kuat lagi, seakan-akan saya kejam sekali terhadap dia. Puji Tuhan, setelah darahnya di periksa/ cek di Laboratorium, ternyata bukan virus Demam berdarah hanya panas dalam. Kami bukan tidak mengasihi anak kami sehingga membiarkannya disuntik, justru kami mengasihinya. Memang sakit, dan perlu menangis, namun semua itu untuk mendetiksi penyakitnya, semua ini dilakukan agar tidak salah memberikan obat dan lebih mudah penyembuhannya. Mazmur 119 :71-72 berbunyi demikian : “ Bahwa aku tertindas, itu baik bagiku. Supaya aku belajar ketetapanMu. Taurat yang kusampaikan adalah baik bagiKu, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak.” Memang rasanya tidak menyenangkan tatkala kesakitan dan penderitaan itu terjadi, namun sesudah itu kita akan rasakan bahwa sesungguhnya kita mesti melewati semua ini. Seorang anak kecil yang mendapat larangan dari orang tuanya supaya tidak menyentuh panci yang panas tentu suatu waktu akan mengerti mengapa larangan itu mesti diberikan padanya. Demikian juga dengan Tuhan kita, ada waktunya IA perlu mengoreksi hidup kita.

4. Penderitaan itu terjadi untuk Melindungi kita

 Penderitaan kadang bisa berubah menjadi Berkat. Ada banyak pengalaman dari para tokoh Alkitab yang kehidupannya demikian. Kita ambil contoh Yusuf dan Daniel, ada kesulitan, ada fitnahan, ada penderitaan ancaman yang mereka alami, namun hasilnya mereka menjadi orang yang berhasil. Suffering menjadi Blessing, luar biasa. Di dalam Kejadian 50:20, di sana dituliskan Yusuf mengatakan pada saudara-saudaranya yang pernah melakukan kejahatan padanya “ Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan” Kita sering berpikir tentang masa lalu kita, kalau aku dahulu begini atau begitu maka sekarang tidak menjadi seperti ini. Itu hanya keinginan kita saja, mestinya yang perlu kita katakan adalah, untung dahulu saya begini atau begitu, sehingga Tuhan saat ini mengerjakan yang terbaik untuk hidup ku. Memang orang yang sedang mengalami penderitaan, merasakan begitu sakit dan tertekan, tetapi inilah awal perlindungan Allah terhadap kita. Perlu ada terobosan terhadap kesulitan itu supya mendapat kesenangan.

Beberapa tahun lalu di dalam Situs Glorianet kolom IOTA muncul topik yang diberi judul Finding Nemo, barangkali film ini pernah diputar di bioskop di kota anda. Pancha W Yahya meringkaskan cerita itu sebagai berikut : Finding Nemo, sebuah film yang menceritakan tentang seekor anak ikan yang bernama Nemo dan ayahnya Marlin. Sang ayah sangat melindungi anaknya, sebab ini anak satu-satunya dari anggota keluarga yang masih ada. Suatu hari Nemo terhanyut dan akhirnya ditangkap oleh penyelam ikan hias. Marlin tidak duduk diam, ia segera mencari dan mencari, Sekalipun ia harus mengarungi lautan, ombak yang dahsyat, dan juga serangan ubur-ubur. Namun demi kasihnya kepada anaknya ia berjuang terus mati-matian, akhirnya ia bertemu anaknya. Nah ini Ikan, ya kita katakanlah ini cerita film. Kalau Ikan bisa mengasihi anaknya, lalu apakah manusia bisa? Tentu jawaban kita manusia pasti lebih dari pada Ikan. Kalau memang benar itu, tentu terlebih-lebih Tuhan kita, Ia benar-benar mau melindungi kita.

5. Penderitaan itu terjadi untuk Menyempurnakan Iman kita  

Ada kesulitan, ada kesukaran, ada sakit-penyakit, ada penderitaan; tatkala kita dikoreksi oleh Tuhan. Masalahnya bagaimana respon kita sesudah itu, kita menerimanya dengan positif atau negatif? Bila kita menerimanya secara positif, tentu kehidupan kita akan berubah. Kalau perubahan itu benar-benar terjadi, itu berarti ada pembentukan karakter yang tujuannnya menyempurnakan hidup kita. Manusia tidak sempurna, namun tidak salahnya kita belajar sempurna seperti Yesus yang sempurna itu. Lihat Roma 5:3-4 “ Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” Inilah penyempurnaan diri. Semua orang tentu rindu akan menjadi lebih baik pada waktu-waktu mendatang. Bersandar sepenuhnya kepada Allah itu kunci utamanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline