Desa Polonia Penuh Kenangan
Desa Polonia menjadi terkenal karena Airport Polonia berada di sana, dan di sekitarnya saat ini telah memiliki gedung dan perumahan, sehingga makin padat penduduknya dan makin modern. Tulisan pendek ini mencoba mengenang kembali keadaan kampung halaman Desa Polonia sekitar 50 tahun yang lalu. Mari sabar sebentar saja untuk simak sejenak.
Desa Polonia terletak di kota Madya Medan, kecamatan Medan Baru. Dulu sebelum disebut Desa Polonia, nama itu terkenal dengan nama Kampung Anggrung; jadi memang mencoba mengenal yang namanya kampung atau desa. Di kampung Polonia era tahun 70-an , penduduknya cukup banyak, sebagian mereka yang etnis Tionghoa berdomisili di sekitar Jalan Ternak, Starban, Pekong , dan beberapanya berpencar hingga ke Jalan Balai Desa, Jalan Polonia, Jalan Monginsidi, Gang A, Gang B, Gang C dan sebagainya.
Tahun 60-an saat itu tidak ada sekolah di kampung itu, itu sebabnya sebagian dari anak-anak umur sekolah banyak yang telat sekolah, atau mereka yang mampu akan menyekolahkan anaknya ke kota. Sekolah yang ada pada waktu itu hanya sekolah AURI kalau tidak salah hanya untuk anak-anak anggota AURI saja. Tepatnya tahun 1970, salah satu team misi dari Gereja Methodist Medan membuka sekolah di sana mulai dari kelas 1 hingga kelas 3 SD. Puji Tuhan sehingga waktu itu anak-anak yang lahir 1960-an sudah mulai boleh mengecap sekolah, walaupun sekolahnya sangat sederhana yang dibangun dari dinding anyaman bambu (maaf saya lupa sebutannya), dan guru-gurunya merupakan volunteer dari gereja.
Tahun 1975 sekolah ini pindah ke Jalan Pekong dan hingga hari ini telah memiliki SMA. Di tahun 1980-an juga berdiri sebuah sekolah swasta lainnya yang bernama Sriwijaya, namun pada tahun 1990-an sekolah ini pindah ke kota daerah lain karena diisukan bahwa seluruh tanah daerah Polonia ini akan diambil kembali oleh pihak Angkatan Udara dan telah dibeli oleh sebuah pihak swasta untuk membangun Villa yang mewah.
Mengingat kembali berbagai kenangan yang terjadi di kampung halaman tentu ingatan ini bisa saja berbeda dengan pengalaman teman-teman yang lain. Indahnya menjadi anak kampung tentu berbeda dengan anak-anak yang hidup pada masa kini yang sudah begitu individu.
1. Pada jaman itu, jika kita berkunjung ke rumah teman cukup berjalan kaki atau naik sepeda atau naik becak, karena memang jaraknya tidak jauh. Hampir semua penghuni desa ini kita saling kenal satu dengan yang lain. Itu sebabnya beda dengan kondisi sekarang ini, jangannya tetangga yang di lain gang, tetangga sebelah saja belum tentu kita kenal.
2. Pada jaman itu bila kita berkunjung ke rumah teman, mainannya mungkin bulu tangkis, basket ball, atau manjat pohon memetik buah jambu, main layangan, main guli (gundu) dan sebagainya. Anak-anak jaman sekarang bila berkunjung ke rumah teman, mainannya laptop, internet, game , Hp Chatting dan sebagainya.
3. Pada jaman itu bila kita menonton, bioskopnya hanya satu, namanya Hirako mungkin masih ada , letaknya di Padang Bulan; jadi dari rumah kita berjalan melewati Titi Gantung yang bergoyang, atau sebelumnya memakai perahu getek yang ditarik dengan tali melewati sungai . Di Padang Bulan itu pula ada Pasar Sore yang biasanya terdapat banyak sayur-mayur dan buah-buahan yang datang langsung dari Brastagi.
4. Pada jaman itu bila anak-anak laki bermain mereka suka bermain bola kaki di lapangan Golf yang letaknya di Jalan Polonia, atau bagi wanita mereka juga memiliki permainan lompat karet dan sebagainya. Habis main bola biasanya mereka minum es campur atau es kelapa dan Makan Misop yang berada di Jalan Polonia itu. Anak-anak sekarang sepak bola saja bisa dimainkan via Ipad atau Laptop kompute, lompatan karet jarang kita temui lagi saat ini.
5. Pada Jaman itu bila kami anak-anak sekolah hendak berenang, saya masih ingat kami semua pergi ke kolam Renang Paradiso yang ada di Sisisngamaraja atau ke Kolam Renang di Kampus USU; kadang barang kali sesekali juga boleh main di sungai.