Lihat ke Halaman Asli

Saumiman Saud

Pemerhati

Media yang Jaya Harus Dapat Dipercaya

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

MEDIA YANG JAYA HARUS BISA DIPERCAYA

Berita dalam sebuah media yang hangat dan hangat sekali serta bertambah hangat tergantung juga pada kepiawaian awak media menerjemahkan dalam sebuah tulisan. Janganlah karena sekadar untuk meningkatkan oplah atau berlomba menjadi media yang lebih tenar maka menghalalkan segala cara. Pembaca atau masyarakat seakan-akan dibohongi dengan berita-berita yang miring sehingga menciptakan opini yang negatif dan membawa emosi. Banyak hal kecil dibesar-besarkan, perdebatan dan beda pendapat dianggap sebagai permusuhan dan sebagainya. Media menjadi sangat berpengaruh dan dapat membawa dampak yang tidak diinginkan. Seharusnya media sebagai sarana masyarakat belajar dan mendapat informasi; informasi yang akurat dan benar ; bukan nada sumbang yang hanya mementingkan sekelompok masyarakat tertentu. Itu sebabnya belakangan ini terutama di Indonesia kita sulit membedakan antara berita yang akurat dengan berita yang hanya berupa issue.  Surat Kabar , Televisi tidak netral, sehingga beritanya menjadi berat sebelah kepada satu pihak. Oleh sebab itu kita tidak merasa heran bila ada kejadian yang salah selalu dibenarkan, sebaliknya yang benar dipersalahkan.

Ketidakjujuran media informasi membuat sekelompok orang buta terhadap kenyataan dunia ini. Kalah dalam pertandinganpun dianggap menang, yang menang masih belum dianggap menang, yang kalah tidak pernah menyadarinya. Media yang memutar balikkan keadaan menciptakan rasa tidak aman dan keruh, kenyamanan hilang. Media yang benar mesti memberikan jaminan bahwa informasi yang diberikan itu akurat dan tidak pernah bertolak belakang dengan kenyataan; jikalau ada informasi yang keliru bakal diperbaiki atau dikoreksi. Herannya hari ini orang-orang dunia lebih suka mengkonsumsi berita yang berupa “gossip” daripada “realita”, begitu terbuai akan “gossip’ maka yang “realita” pun tidak bisa dipercaya.

Cerita anak-anak yang merupakan inspirasi pembelajaran tentang realita sangat baik untuk konteks ini. Ada seorang anak gembala yang selalu membawa kambing-kambingnya ke tepi sungai setiap hari. Suatu siang seperti biasa ia duduk santai ditemani kambing-kambingnya, maka tegerak hatinya untuk mengganggu petani-petani yang sedang bekerja di sekitar sana. Ia menjerit sekuat-kuat “tolong-tolong, ada binatang buas” Para petani itu berlari cepat ke arahnya, namun mereka tidak menemukan apa-apa. Anak gembala itu tertawa terbahak-bahak tanda ia berhasil mengerjakan para petani itu. Beberapa minggu kemudian anak gembala ini mencoba lagi kegilaannya, “ia menjerit sekuat-kuatnya, tolong-tolong”, maka para petani tinggalkan cangkul mereka, berlari ke arah anak gembala itu; namun anak itu hanya tertawa-tertawa pertanda ia berhasil mengerjakan para petani itu untuk kedua kalinya. Para petani menjadi marah, karena anak itu telah menggangu pekerjaan di ladang. Nampaknya anak gembala itu sudah mulai bertobat, sebab selang beberapa bulan dia tidak lagi mengganggu para petani itu. Namun suatu siang, dia menjerit-jerit sekuatnya, rupanya ada dua ekor binatang buas menuju ke arahnya dan hendak menyerang kambing-kambingnya. Ia tidak berdaya untuk menghalau, ia lari naik ke pohon, sementara kambing-kambingnya kocar-kacir, ada yang terseruduk , tergigit , dan sebagainya. Anak ini menjerit sekulat-kuatnya, namun tidak kunjung pertolongan datang. Beberapa petani mendengar suara jeritan anak itu, namun mereka tidak mau lagi ketipu, sehingga mereka abaikan saja. Media harus dipercaya, karena itu  media mesti menyajikan berita yang jujur.

Pertikaian para pejabat sering terjadi karena ketidakjujuran media menyajikan berita; media tidak berusaha menyejukkan suasana, tetapi senantiasa membuat suasana panas. Karena memang kenyataannya orang “lebih suka” akan berita-berita yang sensasi seperti ini.  Sebagai orang media anda dituntut tanggung jawab atas pekerjaan anda yang merupakan anugerah Tuhan, oleh sebab itu anda tidak boleh terhanyut dan tergiur dengan bayaran dari tangan yang tersembunyi untuk menyajikan berita-berita yang tidak terjadi. Sebaliknya jikalau anda adalah orang-orang yang beotoritas di sebuah negeri atau wilayah yang senantiasa bertemu dengan awak media, maka anda harus cerdik memilah berita, cari tahu kebenaran yang pasti, jangan asal mendengar dan asal naik pitam. Kalimat “cepat mendengar, lambat bicara” nampaknya akan menjadikan kita sedikit bijak, dan menciptakan suasana yang harmonis.

The Cornerstone

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline