Alexis, sebuah tempat hiburan malam yang disinyalir memiliki pengaruh yang besar dalam dunia gemerlapnya ibukota. Sudah menjadi hal yang tidak asing lagi ketika tempat tersebut diberitakan sebagai tempat prostitusi yang besar dan elit di ibukota.
Konon katanya yang pergi kesana bukan sembarang orang. Bahkan hal seperti itu merupakan hal yang sudah biasa di beberapa ibukota maupun kota-kota besar lainnya di luar negeri. Gubernur dahulu pernah mengatakan Alexis adalah surganya para lelaki hidung belang. Memang fenomena prostitusi sudah tidak bisa ditutup sebelah mata, bahkan berita-berita di televisi hampir selalu ada setiap hari membahas ini, baik yang secara legal maupun ilegal dan kadang disangkutpautkan dengan berbagai kalangan seperti pejabat hingga selebritis.
Alexis yang beralamat di Jalan RE Martadinata, Pademangan, Jakarta Utara, kedatangan tamu dari anggota Satpol PP yang semuanya perempuan pada pukul 15.45 WIB, kamis (29/3/2018). Mereka disambut oleh barikade belasan karyawan dan sekuriti tempat hiburan itu. Sempat terjadi aksi dorong di antara kedua belah pihak.
Para pekerja Alexis itu membawa karton berisi protes penutupan: "Pak gubernur, setelah tempat ini ditutup, apa yang harus kami lakukan? Apa yang harus kami kerjakan?" "Pak gubernur, jangan bawa tempat kerja kami sebagai konsumsi politik" "Setelah ditutup kami harus menjadi pengemis jalanan atau pengamen jalanan" (kompas.com). Bahkan Seorang sekuriti sempat bertanya mengenai kehadiran Satpol PP tersebut. "Bu, ini sudah ditutup, ngapain Satpol PP datang?" tanya dia. "Di sini kita hanya menjalankan tugas sesuai peraturan," jawab sang komandan. Apakah dengan spanduk dan kedatangan satpol PP wanita akan benar-benar menutup semua aktivitas di hotel Alexis tersebut? Cukupkah dengan satu spanduk tersebut menandakan kalau Alexis benar-benar resmi ditutup?
Sebelumnya, Gubernur Anies Baswedan menegaskan bahwa karyawan Alexis bukan korban dari kebijakan Pemprov DKI Jakarta. "Saya ingin garis bawahi ini pelanggaran yang dilakukan dan diketahui semua yang bekerja disitu. Semua yang bekerja disitu tahu bahwa ada pelanggaran, jadi jangan memberikan kesan tidak tahu lalu jadi korban," ujar Anies saat membuka Musrenbang di kantor Walikota Jakarta Utara, Rabu, 28 maret 2018 ( rmol.co) Pernyataan itu juga dinilai tak pantas diucapkan oleh gubernur apalagi terkait masa depan pekerja di tempat hiburan tersebut yang mayoritas perempuan.. Seharusnya Anies sebagai seorang pemimpin bersikap solutif dan tidak arogan dengan berkata tendensius seperti itu.
Dalam kenyataannya, Anies tidak merasakan apa yang dirasakan oleh ratusan karyawan yang terpaksa melakukan semua pekerjaan di Alexis karena berbagai faktor seperti permasalahan ekonomi sampai terjebak dalam dunia hitam tersebut. Sebaiknya sebagai seorang pemimpin dengan background seorang pendidik harus memberi contoh yang baik dan inspiratif, bisa berkata yang bijak dengan memberikan solusi terbaik atas ratusan karyawan Alexis terkait kelangsungan hidup mereka pasca Alexis ditutup. Walaupun mereka disinyalir melanggar peraturan, mereka juga manusia yang pantas diperlakukan dengan sebaiknya. Ratusan karyawan tersebut sudah seharusnya dibina dan diberdayakan dengan program yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta seperti program OK-OCE yang selama ini menjadi andalan Anies-Sandi.
"Seperti pepatah bijak mengatakan, untuk membuat sebuah bangsa punya akar yang kuat, hormatilah dan berilah perempuan ruang untuk mendidik dan berkarya. Karena ditangan perempuan peradaban itu tercipta."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H