Lihat ke Halaman Asli

Iya Oya

Laki-laki

Cerpen | Membenarkan Perkataan

Diperbarui: 12 Januari 2019   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Milik Penulis

Saprol termenung pada malam itu. Sendirian, tanpa ditemani siapapun selain sebuah panci di sampingnya.

Untuk apa panci tersebut? Tentu tak lain sebagai teman bicara. Atau bisa juga sebagai tempat mengungkapkan kekesalan kalau-kalau gilanya kumat. Itu biasa bagi Saprol. Penghuni alam raya mengetahui itu. Baik penghuni alam dunia, akhirat, penghuni alam fisik maupun goib, atau penghuni langit dan bumi tanpa terkecuali.

Tapi malam itu Saprol berniat dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tak marah pada apapun. Padahal penghuni alam raya tahu bahwa Saprol sering mengingkari janjinya sendiri. Dan Saprol pun tentu mengiyakan.

Sebuah perkataan dari seorang sufi membuatnya diam seribu bahasa. Padahal Saprol tentu tak bisa menguasai bahasa sebanyak itu. Dan mustahil rasanya kalau ada manusia yang mampu menguasai seribu bahasa, ya kan?

Sufi tersebut mengatakan bahwa di akhirat nantilah sebuah kesatuan itu akan terjadi.

Saprol membenarkan perkataan tersebut. Saprol pun menyadari bahwa perbedaan-perbedaan di dunia haruslah diterima. Bahkan agama pun tidak seharusnya digunakan untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan. 

Agama juga tak seharusnya digunakan untuk mengatur sebuah komunitas sosial, termasuk negara. Saprol menyadari itu. Karena aturan agama sudah pasti tak akan bisa diterima oleh orang yang tak mengimani agama tersebut. Dan Saprol tak menyukai sebuah tindak pemaksaan, kalau saja ada orang yang berusaha menerapkan hukum suatu agama bagi orang lain. Karena bagi Saprol, persoalan hukum menghukum adalah menyangkut soal bagaimana suatu sistem bisa diterima mayoritas masyarakat.

Saprol merasa heran dengan sikap sebagian orang dalam menyikapi perbedaan.

"Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menerima perbedaan itu," kata Saprol kepada si panci. Panci itu hanya diam.

Saprol masih tak habis pikir, bagaimana bisa ada orang yang masih terjebak dalam sebuah pandangan sempit. Bagaimana bisa agama dipahami sebagai ajaran yang anti terhadap perbedaan, bahkan terhadap perbedaan interpretasi keagamaan itu sendiri.

"Aku yakin kalau mereka tak melihat dari sisi kemanusiaan. Bahwa perbedaan pandangan atau pemahaman itu pasti terjadi," yakin Saprol sambil ngupil. Panci tersebut pun sama sekali tak mengangguk, apalagi menggeleng. Cuma agak jijik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline