Lihat ke Halaman Asli

Iya Oya

Laki-laki

Persoalan DPR dan Ketidakwarasan Bangsa Ini

Diperbarui: 19 Juli 2017   04:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: www.mondecor.com

Saya tak tahu bagaimana perasaan tiap rakyat Indonesia melihat tingkah laku pemimpin yang katanya mewakili rakyat itu.

Sebagai sebuah bangsa yang berprinsip pada nilai-nilai ketuhanan --dan agama, tentunya-- rasanya kita sudah tak bisa dibilang waras kalau masih tahan melihat tingkah laku mereka.

Lucu dan aneh kalau kita masih bersikap slow sambil santai-santai seolah tak ada yang perlu dipermasalahkan. Atau memang persoalan nilai-nilai tak lagi menjadi prinsip kita? Kalau memang nilai-nilai sudah kita abaikan, rasanya pantas saja kalau kita bisa bersikap demikian. Yang penting beragama, bertuhan. Soal ketidakberesan di luar sana, itu sudah diatur dan tak usah dipikirkan? Apa begitu cara kita berpikir?

Ini sudah tak bisa ditoleransi. Kalau memang kita masih berprinsip pada nilai-nilai kebaikan, tak mungkin mereka --dan kita-- biarkan perwakilan rakyat ini dipimpin sampai tiga orang setan. Jangankan tiga orang, satu orang saja sudah tak pantas.

Saya tak habis pikir kalau kita masih merasa fenomena itu belumlah apa-apa. Barangkali itu biasa di mata kita. Itu tak usah diambil pusing. Seberapa buruknya, seberapa kotornya permainan setan-setan membodohi bangsa ini, itu mungkin tetaplah biasa dan belum apa-apa. Entah sampai kapan kita berada dalam titik kaget dan sadar akan apa yang terjadi pada bangsa ini sebagai bangsa yang beragama.

Apa tak ada orang yang merasa geram sampai ingin menjitak kepala mereka? Lha kita ini kan lebih ramai?

Sekali lagi, gimana bisa kita masih tahan melihat nilai-nilai dijungkirbalikkan begitu? Pra-peradilan digunakan sebagai jalan untuk lolos. Makin nge-trend saja kayaknya pra-peradilan ini semenjak dulu seorang brengsek menang dan bebas sampai kemudian menduduki jabatan yang tinggi di suatu institusi. Kok bisa? Pernah nggak kita memikirkan itu? Maksud saya, pernah nggak kita memikirkan bagaimana nilai-nilai itu sudah sedemikian diabaikan, dijungkirbalikkan dari tatanannya yang harusnya selalu kita pegang?

Kita memang sudah tak waras kalau sebagai umat beragama kita tak lagi malu karena mengabaikan nilai-nilai. Itu sama saja dengan menginjak-injak agama. Bukannya agama sangat menekankan soal nilai-nilai? Tapi saya tak begitu tega untuk menjustifikasi Anda, diri saya, maupun saudara-saudaraku sekalian. Nampaknya kita memang harus sama-sama sadar terhadap apa yang terjadi pada diri kita ini. Ada yang mengakali kita sampai-sampai agama hanya dimaknai sebagai formalitas dan identitas belaka. Ada yang salah kalau kita sampai tak lagi memahami agama yang memang bersubstansi nilai-nilai prinsipil. Ada yang salah kalau ritual keagamaan dipahami hanya sekedar gerakan dan komat-kamit belaka.

Saya bukan mengajari, melainkan sekedar mengingatkan. Mengingatkan siapapun; baik agamawan, cendekiawan, intelektual, penegak hukum dan lain sebagainya, termasuk diri saya sendiri. Saya mengingatkan untuk kembali pada nilai-nilai hakiki yang sejati itu. Semoga kita waras lagi...[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline