Lihat ke Halaman Asli

Iya Oya

Laki-laki

Banjir, Masalah Personal atau Sosial?

Diperbarui: 23 Februari 2017   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi | sumber gambar: Papasemar.com

Saya cukup kaget juga kalau beberapa  hari ini terjadi banjir dimana-mana, termasuk di Jakarta. Padahal, di Bantul sendiri hujannya tidak begitu deras, tidak sampai mengakibatkan banjir.

Tapi entah kenapa kita kok seolah tak pernah bosan ya bicarain banjir? Saya kira permasalahannya sangat kompleks juga, sih. Bisa dari aspek permasalahan sikap personal, bahkan sampai pada perilaku sosial. Akhirnya, saling salah menyalahkan pun menjadi hal yang terelakkan. 

Saya memang bukan seorang yang tahu bagaimana tepatnya konstelasi permasalahan di Jakarta. Tapi rasa-rasanya, apa pun persoalannya, baik itu di Jakarta atau di daerah-daerah lain, barangkali kajiannya pun tetaplah sama. Kalau masalah banjir inheren dengan persoalan sampah, tentu ini masalah umum. Sekarang kita mau membahas dari perilaku masyarakat atau pun mengogrok-ogrok pemerintah untuk mengatasinya, saya kira kita tak bisa melepaskan salah satu di antara dua peran tersebut. Masak kita mau rumah kita tak kebanjiran, tapi "hobi" buang sampah di kali, di sungai, tetap dilakukan terus? Analoginya, ini sama saja dengan kita buang kotoran dimana-mana, lalu menyuruh pemerintah untuk membuang kotoran kita tadi. Apa kita akan bersikap seperti itu terus-terus? Jawabnya cukup dijawab sendiri sajalah. Nyatanya, ini kan bukan cuma masalah sosial, tapi juga masalah personal yang menyangkut sikap pada kepribadian kita? Kan aneh kalau nyatanya kita suka ngomel-ngomel soal negeri ini, soal kebaikan dan kemajuannya, tapi di sisi lain tingkah laku kita saja masih belum baik?

Dari hal itu saya jadi heran juga, kita ini mau maju bersama-sama, atau hanya sibuk mendorong-dorong orang lain supaya negeri ini maju? Mana yang bener, coba? Saya jadi makin bingung, soalnya kemajuan ini, perbaikan ini sebenarnya dimulai darimana, sih? Sekali lagi, apa dari pemerintah? Apa dari tetangga, bapak-ibu-anak, atau  dari saudara-saudara kita? Atau, apa dari orang-orang yang ada di atas sana? Darimana, coba? Darimana?

Saya tak tahu harus mengatakan ini lucu atau bagaimana. Saya bingung harus ketawa atau harus geleng-geleng kepala. Atau geleng-geleng sambil ketawa-ketawa? Sulit, musykil persoalannya. Lagian, sebenarnya kita ini sedang bicara soal kemunduran atau soal kemajuan, sih? Lihat saja bagaimana kemunduran psikis bangsa ini sedang terjadi. Asyik bicara soal kemajuan sampai lupa bagaimana menghentikan yang sedang mundur-mundur itu. Masak hanya orang-orang yang siap maju saja yang akan dimajukan? Lha, itu masih banyak lho yang belum bisa maju. Mau melakukan perbaikan sendiri-sendiri atau masing-masing? Mau maju sendirian atau bareng-bareng?

Ah, kan jadi ngawur. Dari awalnya mau ngomongin soal banjir kok malah bahas yang beginian. Tapi tak apalah. Setidaknya saya ingin mengajak Anda sekalian untuk kembali "melihat diri" sebelum melihat dan menyuruh-nyuruh orang lain untuk berbuat ini-itu. Siapa lagi kalau bukan kita sendiri yang ngurusi sikap dan perilaku kita? Atau, apa harus kita bebankan pada pemerintah lagi? Ntar kalau pribadi kita pun mesti diurusi oleh pemerintah, malah kitanya pula yang tak merasa nyaman? Kasihan bener pemerintah kita... Salah nggak sih saya merasa kasihan pada pemerintah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline