Lihat ke Halaman Asli

Satya Anggara

Academic Researcher and Investor

Bijak Belanja Bluechips: Menakar Kelayakan Optimisme Pasar Saham Hari Ini

Diperbarui: 28 November 2020   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

IBM, salah satu penghuni Nifty Fifty di Amerika Serikat pada masanya Sumber Gambar: https://www.forbes.com/

Sebulan belakangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan signifikan dari rentang Rp. 5,000 yang telah terjadi selama beberapa bulan sebelumnya menuju level saat ini, yaitu Rp. 5,700 (pertumbuhan sekitar 14%).

Data mengenai kinerja sejumlah reksadana saham papan atas di Indonesia sepanjang Oktober hingga November turut mengamini fenomena ini, di mana rata-rata NAB produk reksadana jenis ini terapresiasi 15 – 25% dari level sebelumnya di kuartal ketiga 2020.

Rally semacam ini tentunya merupakan kabar baik bagi sebagian besar investor tanah air yang portfolio sahamnya ikut terkerek naik, hingga hampir atau bahkan sudah melewati level sebelum pandemi.

Kabar mengenai perkembangan vaksin COVID-19 merupakan salah satu faktor utama yang menunjang optimisme ini di samping juga prediksi mengenai masa depan ekonomi memasuki tahun 2021 dan seterusnya yang dipandang oleh sejumlah kalangan menyimpan beraneka peluang bagi pelaku ekonomi yang jeli membaca situasi.

Para investor dan regulator lantas berbondong-bondong memanfaatkan momentum rally ini untuk mengubah sejumlah strategi dan kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya.

Misalnya saja, dengan membaiknya harga saham, sebagian investor mulai meninggalkan aset-aset safe haven seperti emas dan surat utang negara yang sebelumnya digunakan untuk tujuan lindung nilai selama krisis ekonomi. Hasil penjualan aset-aset ini kemudian diinvestasikan kembali di pasar saham sebelum “ketinggalan kereta”.

Dampaknya, harga emas sebagaimana dicatatkan di butik emas ANTAM mengalami penurunan dari level di atas Rp. 1 juta per gram hingga kini berada di sekitar level Rp. 953 ribu per gram.

Selain investor, regulator turut memanfaatkan momentum saat ini. Bank Indonesia, misalnya, telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 3.75% guna menstimulus kredit dan investasi. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turut menurunkan bunga penjaminan sebesar 50 basis poin menjadi 4.5% untuk tujuan yang sama.

Dengan mengalirnya kembali arus modal ke dalam pasar saham, pertanyaan berikutnya yang muncul di benak para investor tentunya adalah, “Mau beli saham apa?” Hampir seluruh saham mengalami koreksi sepanjang tahun 2020 ke level yang lazimnya jarang terjadi pada kondisi normal. Pun dengan momentum seperti saat ini, rasa-rasanya valuasi saham masih nampak murah, iya kan?

Dalam sebagian kasus, iya. Beberapa kasus ekstrem dapat kita temukan pada saham-saham dari sektor keuangan. Saham PT Paninvest, Tbk. (PNIN), misalnya, sudah melesat dari level Rp. 700 menuju hampir Rp. 800 dalam dua minggu terakhir (setara dengan kenaikan sebesar 14%!), kendati secara fundamental masih sangat undervalued (sebagai gambaran, dengan kapitalisasi sebesar Rp. 3 triliun, laporan keuangan semester pertama 2020 memperlihatkan adanya aset berupa kas sebesar Rp. 5 triliun sebagai bagian dari keseluruhan aset sebesar Rp. 31 triliun).

Ada juga saham dari sektor jasa seperti PT Global Mediacom, Tbk. (BMTR) milik MNC Group yang belakangan merangkak naik hampir 50% dari level Rp. 216 pada akhir Oktober 2020 hingga sampai di level Rp. 290 pada saat ini. Kendati naik signifikan, kapitalisasi perusahaan yang sebesar Rp. 4.5 triliun ini masih jauh di bawah nilai aset bersihnya yang sebesar Rp. 19.6 triliun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline